Memalak rakyat atas nama pajak?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Wida Ummu Azzam

Sudah tercekik makin melilit,itulah gambaran rakyat Indonesia saat ini.
Seakan tidak pernah tuntas masalah yang dialami rakyat Indonesia.
Penghidupan yang sempit harga kebutuhan pokok yang mencekik membuat masyarakat di ujung keputus asaan. Angka pengangguran kian hari kian bertambah bukan hanya di pabrik-pabrik kecil tetapi sudah menjalar ke perusahaan – perusahaan besar.

Saat ini pemerintah kejar target pendapatan pajak untuk memperbesar pendapatan negara. Salah satunya memberi alasan kesehatan untuk menarik cukai dari produk yang banyak dikonsumsi dan menjadi sumber pendapatan masyarakat kecil (minuman sachet).

Hal inilah yang dilakukan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani yaitu dengan mengusulkan perluasan penerapan cukai pada ketiga komoditas yang mempunyai tujuan ganda. Pertama, jelas saja untuk menambah penerimaan negara, terutama dari sektor cukai. Kedua, untuk kepentingan pelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Dalam hal penerimaan negara adalah cukai dari minuman berpemanis, dengan gula atau pemanis buatan, ditargetkan mencapai Rp1,7 triliun. Produksi produk-produk yang akan dikenakan cukai—energy drink, kopi konsentrat, dan sejenisnya; teh berkemasan, minuman berkarbonasi—mencapai ratusan juta sampai miliar liter per tahun. Masing-masing jenis produk akan dikenakan cukai bervariasi: energy drink dan semacamnya Rp2.500 per liter, teh kemasan Rp1.500 per liter, dan minuman berkarbonasi Rp2.500 per liter.

Jadi, harga ketiga jenis produk itu, apa pun nama atau mereknya, kelak akan naik di kisaran Rp1.500 sampai Rp2.500 per liter. Harga yang lebih mahal diharapkan mengurangi konsumsi gula untuk menekan risiko penyakit mematikan seperti diabetes yang dapat menyebabkan stroke sampai gagal ginjal.
(Vivanews.com 22/02/2020)

Anehnya penguasa bukannya mencari solusi yang jitu untuk permasalahan yang dihadapi rakyatnya,malah mencari solusi yang justru menambah dengan masalah baru dan tentu semakin membebani rakyatnya.

Seperti inilah hidup dalam sistem kapitalisme, rakyat akan terus diperas dengan pajak sementara kekayaan barang tambang dan SDA lainnya yang berlimpah belum sepenuhnya dikelola dan dijadikan sumber utama pendapatan negara. Sebaliknya SDA yang seharusnya di nikmati oleh rakyat justru diobral dengan harga murah dan dinikmati perusahaan asing melalui proyek privatisasi dan swastanisasi.

Fakta seperti ini semakin menujukkan rezim kapitalis berorientasi pemasukan pajak yang mencekik rakyat kecil.
Bukan membuat sehat, justru makin melarat karena menarik cukai dari minuman manis artinya menaikkan harga jual. Selain menurunkan daya beli masyarakat, mengurangi konsumsi juga akan mengurangi bahkan menghilangkan pendapatan masyarakat pedagang asongan.

Solusi Islam

Islam adalah agama yang sempurna yang mampu memberikan solusi jitu untuk permasalahan hidup manusia. Islam memandang cukai termasuk pajak sedangkan pajak di dalam hukum Islam adalah
haram.

Oleh karena itu, bekerja di bidang tersebut hukumnya haram meskipun pajak tersebut dibelanjakan oleh negara untuk mengadakan berbagai proyek semisal membangun berbagai fasilitas negara.

Hal ini dikarenakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang bahkan memberi ancaman keras untuk perbuatan mengambil pajak.
Diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Daud dan al Hakim dari ‘Uqbah bin ‘Amir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Penarik pajak itu tidak akan masuk surga.” Hadits ini dinilai sahih oleh al Hakim.

Dalam al Kabair, adz Dzahabi mengatakan:

“Pemungut pajak itu termasuk dalam keumuman firman Allah yang artinya, “Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” (Qs. asy Syura: 42)

Sungguh Rasulullah ﷺ telah memberikan peringatan kepada pemimpin yang menyusahkan rakyatnya. Rasulullah bersabda :
.
“Ya Allah, siapa saja yang menangani urusan umatku yang menyusahkan mereka maka susahkanlah dia, siapa saja yang menangani urusan umatku lalu ia berlaku lemah lembut kepada mereka maka berlaku lembutlah kepada dia.
(HR. Muslim dan Ahmad)

Dalam pandangan dalam Islam, sumber utama pendapatan negara bukanlah dari pajak melainkan dari hasil pengolahan sumber daya alam dan sumber lain seperti gonimah, fai, jizyah, dan zakat dan satu pos tambahan lagi yang bersifat insidental atau sewaktu-waktu jika kas negara mengalami kekurangan yakni pajak (dharibah) artinya pajak bukanlah sumber pemasukan utama.
.
Pengambilan pajak dalam Islam adalah ketika tidak ada harta di baitul mal itupun tidak di bebankan kepada seluruh kaum muslimin. Pajak hanya diperuntukkan bagi rakyat yang kaya saja, sehingga pajak tersebut tidak merampas hak dan memberatkan umat. Selain itu pajak hanya ditarik ketika ada kewajiban finansial yang harus ditanggung bersama antara negara dan umat misalnya saja untuk menyantuni fakir miskin. Namun jika kewajiban finansial ini hanya menjadi kewajiban negara saja misalnya membangun jalan atau rumah sakit tambahan yang tidak mendesak maka pajak tidak boleh ditarik.

Sementara untuk penggunaan uang pajak terdapat empat pengeluaran yang dapat dipenuhi dengan pajak jika tidak ada dana yang mencukupi di baitul mal yakni :
1. Untuk nafkah fuqara, masakin, ibnu sabil, dan jihad fisabilillah.

2. Untuk membayar gaji orang-orang yang memberikan jasa atau pelayanan kepada negara seperti pegawai negeri, tentara, dan lain-lain.

3. Untuk membiayai kepentingan pokok yang mendesak yakni yang menimbulkan bahaya jika tidak ada seperti jalan utama, rumah sakit utama,jembatan satu-satunya, dan lain-lain.

4. Untuk membiayai dampak peristiwa-peristiwa luar biasa seperti menolong korban bencana alam, kelaparan dan lain-lain.

Inilah ketentuan Islam yang datang dari Allah Swt yang disampaikan dan dipraktikkan oleh Rasulullah saw dan para khalifah setelahnya hingga 14 abad lamanya. Dalam sistem Islam rakyat hidup dengan sejahtera.

Sudah saatnya negeri ini mencampakkan sistem kapitalisme sekuler yang jelas-jelas memberikan kesengsaraan kepada rakyat dan menerapkan Islam secara kaffah dalam bingkai khilafah. Karena hanya dengan penerapan Islam secara kaffah sajalah yang mampu mensejahterakan rakyat tanpa harus mengandalkan pajak.

Wallahu a’lam Bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *