Oleh : Widiawati, S.Pd. (Ibu dan aktivis Muslimah)
Pemuda memiliki peran penting dalam tatanan kehidupan manusia secara umum dan kaum muslim secara khusus.
Namun, saat ini gaya hidup mengarahkan remaja pada kebebasan berprilaku, meraih impian secara instan. Belum lama ini media dihebohkan dengan 37 pasang remajaSMP di jambi terjaring razia oleh tim gabungan TNI- Polri dan pemerintah pasar kota jambi. Mereka digerbek saat sedang melakukan pesta seks di sebuah hotel, dengan dalih sedang merayakan ulang tahun temannya. Petugas mengamankan sejumlah barang bukti berupa kondom, obat kuat dan miras. Dilansir dari tribun-Timur(jumat,10 Juli 2020). Bisa kita bayangkan bagaimana perasaan orangtua dan guru-guru mereka?
Pasti tidak mengira jika anak-anak yang masih lugu dan berstatus pelajar mampu melakukan perbuatan layaknya orang yang sudah menikah.
Tidak hanya di Jambi, baru-baru ini di kota Bontang juga terjadi penangkapan 3 mucikari yang menyediakan jasa prostitusi. Ironisnya, korbannya merupakan anak dibawah umur, dengan tarif Rp 2,5 juta semalam. Bahkan dikabarkan salah satu remaja yang masih dibawah umur tersebut, sekarang hamil 5 bulan. Kitamudamedia.com, Jumat(17/7/2020).
Gaya hidup remaja dan masyarakat yang kian bebas dan rusak tidak lepas dari sistem sekularisme kapitalis yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem kapitalis juga melahirkan remaja hedonis, berbagai macam cara dilakukan untuk memperoleh kebahagian semu dan juga mampu menghasilkan pundi-pundi uang tanpa memandang halal dan haram.
Kondisi ini tidak lepas dari kurangnya pemahaman remaja terhadap tujuan hidupnya serta ajaran agamanya. Selain itu kondisi ini semakin diperparah dengan adanya tanyangan media tv seperti konser musik yang campur baur, film, sinetron yang merusak, tayangan ini terus menerus disuguhkan kepada remaja. Adegan yang tidak seharusnya dipertontonkan kepada remaja, justru semakin masif, mulai dari adegan pacaran, narkoba, ugal-ugalan di jalan, tawuran bahkan remaja yang masih memakai seragam putih biru mengalami kecelakaan (hamil diluar nikah). Hal seperti itu seolah-olah biasa saja dilakukan selama tidak ada unsur keterpaksaan.
Selain itu, sistem kapitalis sekuler menjadikan penyiaran sebagai alat untuk mendapatkan keuntungan materi tanpa memperhatikan dampak kerusakan bagi para remaja. Meski ada lembaga komisi penyiaran indonesia (KPI) sebagai lembaga pengawas siaran televisi nasional, tidak sedikit tayangan-tayangan yang merusak remaja tetap disuguhkan ke publik dengan dalih lulus sensor. Komisioner KPI, Agatha lily menjelaskan bahwa fungsi dan tugas KPI adalah melakukan pengawasan terhadap siaran televisi, menjadi ranah KPI jika sudah ditayangkan. Jadi, tidak ada program yang sebelum tayang kemudian di sensor oleh KPI,” katanya (http://www.femina.co.id/trending-topik/aturan-sensor-kpi)
Jika KPI tidak bisa melakukan sensor sebelum tayangnya sebuah program tivi, maka sudah jelas stasiun tv sendiri bisa melakukan hal tersebut, inipun jika menurut mereka layak untuk disensor atau gagal tayang.
Berbeda jauh dengan islam, peran media sebagai media informasi bukan sebagai penghasil materi sebagaimana layaknya sekarang. pengaturan terkait media sangat jelas, negara Islam akan membuat undang-undang yang menjelaskan aturan umum dalam penyiaran sesuai dengan ketentuan hukum syariah. Hal itu dalam rangka menjalankan kewajiban negara untuk menjaga kemaslahatn Islam dan kaum Muslim.
Juga dalam rangka membangun masyarakat Islami yang kuat, selalu berpegang teguh dan terikat dengan hukum syara, serta menyebarluaskan kebaikan. Bahkan di dalam masyarakat Islami tidak ada tempat bagi pemikiran-pemikiran yang rusak dan merusak, juga tidak ada tempat bagi berbagai pengetahuan yang sesat dan menyesatkan. Jika ada individu yang menyebarkan konten media yang bertentatangan dengan aturan Islam, maka negara akan memberikan sanksi sesuai hukum Islam.
Media informasi di dalam negara islam tidak memerlukan pendaftaran, setiap orang yang memiliki kewarganegaraan daulah islam boleh mendirikan suatu media informasi, baik media cetak, audio, ataupun audio visual. Namun pendirian media informasi ini hanya perlu menyampaikan informasi dan laporan yang memungkinkan lembaga penerangan mengetahui pendirian media informasi tersebut.
Sudah saatnya kita kembali kepada aturan Islam, karena hanya sistem Islam yang mampu membentengi generasi agar terbebas dari racun sekularisasi. Peran media juga kembali kepada koridornya sebagai alat informasi yang berguna bagi kemaslahatan umat.
Allah Swt. berfirman yang artinya:
“Sesungguhnya jawaban orang-orang mukmin bila mereka diseru kepada Allah dan Rasul-Nya agar rasul menghukum (mengadili) diantara mereka, ia ucapkan,”kami mendengar dan kami patuh”. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertawakkal kepadanya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”. (TQS. An-Nur: 51-52)
Wallahu’alam bissawab