MBA Penyebab Tingginya Angka Pernikahan Dini, Islam Punya Solusi!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Siti Amanah S.Pd

Dilansir dari situs kominfo.jatimprov.co.id (06/08), Pemerintah akan fokus menurunkan angka perkawinan anak. Perkawinan anak dinilai mengancam kegagalan Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan memengaruhi Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Selain itu perkawinan anak juga  memiliki korelasi yang positif dengan Indeks Kedalaman Kemiskinan.

Untuk lima tahun ke depan telah diterbitkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024 yang secara tegas menargetkan penurunan angka perkawinan anak dari 11,21 persen pada tahun 2018 menjadi 8,74 persen pada akhir tahun 2024.

Sebenarnya tidak ada yang salah dengan pernikahan muda- mudi selama jalan yang mereka tempuh benar dan siap secara mental. Akan menjadi masalah apabila yang mendorong mereka menikah bukan karena mengikuti sunnah nabi, akan tetapi karena MBA (Married by Accident). Kasus pernikahan karena MBA ini banyak sekali jumlahnya. Sebagaimana yang terjadi di Jepara, sebanyak 50-an persen yang mengajukan dispensasi nikah adalah mereka yang hamil duluan. (m.bisnis.com, 26/7). Bahkan tanpa data pun, secara fakta dilapangan sudah menunjukkan bahwa banyak para muda-mudi yang menikah disebabkan MBA atau pergaulan bebas. Diawali dari perkenalan, terus berlanjut ke aktivitas – aktivitas dosa yang jelas dilarang.

Lantas, bagaimana cara menyelamatkan anak-anak dari menikah dini karenduluan.Berikut pengaturan syari’at Islam yang bisa mencegah terjadi pernikahan anak karena MBA.

Pertama, Islam mendorong laki-laki maupun perempuan untuk menundukkan sebagian pandangan apabila berhadapan dengan lawan jenis yang bukan mahramnya. Sebagaimana yang telah Allah firmankan dalam QS. An-Nur ayat 30-31. Menundukkan sebagian pandangan maknanya adalah tidak memandang aurat dan tidak mandang lawan jenis secara jinsiyyah (dia laki-laki dg kelaki-lakiannya, dia perempuan dengan keperempuanannya).

Kedua, Islam melarang laki-laki dan perempuan berkhalwat (berdua-duaan) dan ikhtilath (campur baur laki-laki dengan perempuan). Jadi jama’ah laki-laki dan perempuan dipisah. Rosul bersabda: “Jangan sekali-kali seorang lak-laki menyendiri (khalwat) dengan wanita kecuali ada mahramnya. (HR. Bukhori)

Ketiga, Islam memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan untuk menutup aurat di hadapan lawan jenis yang tidak berhak untuk melihat auratnya. Ini Allah tegaskan dalam QS. An-Nur ayat 31.

Keempat, Islam memerintahkan muslimah untuk mengenakan jilbab/jibah saat berada dalam kehidupan umum (di luar rumah) sebagai yang Allah perintahkan dalam QS. Al-Ahzab ayat 59.

Kelima, Islam memerintahkan pemuda yang mampu untuk menikah, dan berpuasa apabila belum mampu. “Wahai para pemuda, barangsiapa yang sudah sanggup menikah, maka menikahlah. Karena itu lebih menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Barangsiapa yang belum mampu, maka berpuasalah karena puasa itu obat pengekang nafsunya” (HR. Bukhari)

Keenam, Islam memerintahkan hukuman jilid bagi pezina ghoiru mukhson (belum menikah) dan hukuman rajam bagi pezina mukhson (sudah menikah). “Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus kali dera,…” (QS. An-Nur: 2).

Demikian aturan islam yang mengatur hubungan antara laki-laki dan perempuan. Apabila aturan tersebut dijalankan, niscaya akan menekan angka pernikahan dini karena MBA sampai pada titik nol. Wallahu’alam bish-showwab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *