Mau Uangnya, Tolak Syariatnya

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Lia Aliya

 

Beberapa waktu lalu, harapan besar ditorehkan oleh pemerintah atas penggunaan dana wakaf untuk membangun infrastruktur. Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat melontarkan pernyataan terkait penggunaan dana wakaf senilai Rp597 miliar untuk pembangunan infrastruktur.  Per 20 Desember 2020, total dana wakaf tunai di Indonesia mencapai Rp328 miliar. Sedangkan project based waqf di Indonesia disebut mencapai Rp597 miliar. Sri Mulyani menegaskan bahwa pemerintah akan berkomitmen mendorong sektor ekonomi dan keuangan syariah. (Pikiranrakyat.com,27/01/21)

Sebuah ironi yang menggelikan, tak selang berapa lama muncul SKB tiga menteri terkait penggunaan seragam sekolah dan atribut sekolah negeri di Indonesia.

Pejabat pemerintah yang mengesahkan SKB ini diantaranya, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Nadiem Makarim; Menteri Dalam, Negeri Tito Karnavian; dan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas. SKB ini disahkan oleh 3 menteri lewat pertemuan daring. Keputusan ini berlaku untuk semua sekolah negeri di jenjang pendidikan dasar dan menengah di Indonesia yang diadakan oleh pemerintah tak memandang agama, ras, etnis, dan diversivitas apapun.

Berikut keputusan SKB Tiga Menteri tentang Penggunaan Pakaian Seragam dan Atribut bagi Peserta Dididik, Pendidik, dan Tenaga Kependididkan di Lingkungan Sekolah yang Diselenggarakan Pemerintah Daerah pada Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah, dikutip dari tayangan YouTube Kemendikbud RI.

  1. Keputusan Bersama ini mengatur sekolah negeri yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah.
  2. Peserta didik, pendidikan, dan tenaga kependidikan berhak memilih antara:
  3. a) Seragam dan atribut tanpa kekhusuan agama atau
  4. b) Seragam dan atribut dengan kekhususan agama (tribunnews.com, 4/2/21)

 

Ironi Yang Berulang

Menghimpun dana kaum muslim bukanlah hal baru yang pernah dilakukan di negeri ini, sebut saja dana haji dan zakat, yang diinvestasikan untuk infrastruktur telah dilakukan beberapa tahun silam. Padahal dana-dana tersebut sudah amat jelas peruntukannya dalam aturan Islam. Namun pemerintah seolah kehilangan akal bagaimana cara untuk menambah pemasukan, sehingga dana-dana tersebut pun menjadi sasaran.

Apakah pada saat itu tidak ada penentangan dari ummat? Jelas ada, namun pemerintah tak bergeming, penginvestasian atas dana terebut tetap berlangsung, seperti saat ini dalam pemanfaatan dana wakaf kaum muslim. Dari fakta-fakta di atas nampak jelas, bahwasanya terdapat kepentingan besar atas kaum muslim dalam hal pendanaan, dimana terdapat beberapa aturan dalam Islam yang mendorong untuk menginfakkan sebagian hartanya untuk yang lain, sehingga akan terkumpul banyak dana yang memang untuk menolong sesama. Namun pada saat yang sama terdapat kebencian terhadap aturan Islam lainnya, tidak hanya sentimen terhadap penggunaan hijab, namun juga pada aturan yang lain seperti penyematan radikal pada muslim yang teguh memperjuangkan penerapan aturan Allah, bagi mereka yang berjenggot, bercelana cingkrang, dll.

Bahkan ditengah Pandemi yang berkecamuk dan bencana yang silih bergantian, pada tanggal 15 Januari 2021 Presiden RI telah  menerbitkan Perpres No .7 Tahun 2021  – 2024 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Ekstrimisme ( RAN PE ) Berbasis kekerasan dan Mengarah pada terorisme. Dengan alasan meningkatnya ekstrimisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme di Indonesia, telah menciptakan kondisi rawan yang mengancam hak atas rasa aman dan stabilitas keamanan nasional sehingga harus ada upaya pencegahan dan penanggulangannya dan diperlukan suatu strategi komprehensif untuk memastikan langkah sistematis, terencana, dan terpadu dengan melibatkan peran aktif seluruh pemangku kepentingan.  Berdasarkan pertimbangan tersebut maka perlu menetapkan peraturan presiden tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Esktimisme Berbasis Kekerasan yang mengarah pada terorisme tahun 2020 -2024. Meski mendapat tanggapan dari pengamat terorisme dari Universitas Indonesia ( UI ) Ridwan Habib menilai, tidak jelasnya definisi maupun kriteria ekstrimisme yang ada dalam aturan tersebut, yang berpotensi menimbulkan aksi persekusi. Ridwan mengkhawatirkan munculnya simplifikasi dari sejumlah kelompok masyarakat apabila pemerintah tidak memberi kriteria yang jelas mengenai kriteria ekstrimisme. Apalagi selama ini ada persepsi negatif dari sejumlah kalangan terhadap anggota masyarakat yang berpakaian tertentu ( Sumber https:/mediaindonesia.com)

Sungguh teriris hati kaum muslim ketika selalu dipojokan akan tuduhan-tuduhan yang tidak berdasar, gelombang sentimen yang kian meninggi, dana ummat pun ikut diekploitasi. Dimana nuranimu wahai penguasa?

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *