Materi Khilafah Akan Dirubah, Berislam Haruslah Kaffah!

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dini Azra

Akhir tahun lalu pemerintah melalui Kementerian Agama (kemenag) mengumumkan akan menghapus materi Khilafah dan jihad dari kurikulum pendidikan agama Islam. Sesuai ketentuan regulasi penilaian yang diatur pada SK Dirjen Pendidikan Islam nomor 3751, Nomor 5162, dan Nomor 5161 Tahun 2018 tentang Juknis Penilaian Hasil Belajar pada MA, MTS, dan MI, maka seluruh materi ujian yang terdapat konten Khilafah dan jihad harus ditarik dan diganti.

Bukan saja materi Khilafah dan jihad yang akan dihilangkan, tapi setiap materi yang berbau kekanan-kananan dan kekiri-kirian akan dihapuskan. Begitu menurut Direktur Kurikulum Sarana Kelembagaan Kesiswaan (KSKK) Madrasah pada kemenag, Umar. Karena pemerintah ingin mengedepankan pendidikan pada Islam Wasathiyah, yang mengedepankan kedamaian, keutuhan, dan toleransi. Sehingga setiap materi ajar yang bertentangan dengan prinsip itu harus dihilangkan.

Rasulullah Shalallahu alaihi wasalam dahulu mengobarkan semangat berperang, dan pelajaran tentang sejarah perang Nabi juga masih ada. Namun menurut Umar, saat ini yang harus ditonjolkan bukanlah jihad dengan cara berperang. Melainkan, meniru semangat Nabi dalam membangun masyarakat madani, yang penuh perdamaian dan toleransi. Rasul begitu menjaga toleransi dengan umat agama lain. Buku-buku pelajaran di madrasah berorientasi pada penguatan karakter, ideologi pancasila, dan anti korupsi. Agar terwujud generasi yang mampu menjaga toleransi, perdamaian, keutuhan NKRI, dan kejayaan Islam di Indonesia. Sedangkan Khilafah di negeri ini ditolak, oleh karena itu materi yang kontennya membangun Khilafah tidak mungkin diajarkan sebab bertentangan dengan Indonesia. Republika.co.id, (7/12/2019)

Pada akhirnya, kemenag melalui Menteri Agama Fachrul Razi mengaku telah menghapus konten radikal di 155 buku mata pelajaran agama Islam. Penghapusan konten radikal tersebut merupakan bagian dari penguatan moderasi beragama yang dilakukan kemenag.

“Dalam buku agama Islam hasil revisi itu masih terdapat materi soal Khilafah dan nasionalisme,” ujar menag lewat keterangan tertulisnya, Kamis, (2/7/2020) dikutip dari CNN Indonesia. Kendati demikian, Fachrul memastikan di dalam buku-buku tersebut dijelaskan bahwa Khilafah sudah tidak relevan di Indonesia.

Ratusan buku yang direvisi tersebut berasal dari lima mata pelajaran, yakni Akidah Akhlak, Fikih, Sejarah Kebudayaan Islam, Alquran Hadits, dan Bahasa Arab. Yang mulai digunakan di Tahun ajaran 2020/2021. Program moderasi agama lainnya dari kemenag adalah pembangunan rumah moderasi di PTKIN, serta penguatan bimbingan perkawinan. Juga ada pelatihan guru dan dosen, penyamaan modul pengarus utamaan Islam Wasathiyah, serta madrasah ramah anak. Makasarterkini.id, (2/7/2020)

Islam adalah agama komprehensif dan paripurna. Sebagai sebuah ideologi, ajaran Islam begitu lengkap dan sempurna, menyangkut urusan individu dan sosial. Tidak ada satupun perkara yang ditinggalkan baik kecil maupun besar. Mulai urusan bangun tidur hingga membangun negara ada di dalamnya. Karenanya, agama Islam harus diajarkan secara utuh dan menyeluruh kepada umat dan generasi penerusnya. Tidak boleh ada pengkotak-kotakan ajaran agama, memilah antara inti dan kulit, masalah pokok (ushul) dan cabang (furu’). Sebab Allah Subhanahu wa ta’ala memerintahkan kepada kita di dalam firman-Nya :

“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 208)

Kewajiban mukmin adalah melaksanakan syariat agama secara menyeluruh, tanpa dipilah-pilah. Mengaku beriman haruslah bersikap ikhlas, ridha, dan menyerahkan diri secara total kepada Allah beserta syariat yang diturunkan-Nya. Jika masih menerima sebagian, dan mengingkari sebagian lainnya berarti ia telah mengikuti langkah-langkah syaitan. Seolah-olah manusia lebih tahu mana yang sesuai dan tidak sesuai, atau mana yang masih relevan atau tidak dengan zaman, tempat, dan keadaan.

Begitupun dengan sikap pemerintah yang merevisi materi pelajaran agama Islam, khususnya tentang Khilafah dan jihad. Selama ini Khilafah termasuk dalam materi pelajaran fikih, dan baru pada rezim ini hendak dirubah menjadi materi pelajaran sejarah. Artinya Khilafah hanya untuk dikenang, bukan untuk diperjuangkan. Mengapa, apakah pemerintah sebelumnya yang menyusun buku-buku pelajaran agama tidak paham ajaran Islam, sehingga memasukkan konten-konten radikal seperti Khilafah dan jihad? Ataukah rezim ini memang membenci ajaran Islam, sehingga materi yang dianggap mengganggu kepentingan rezim dihapuskan. Sungguh ini merupakan tindakan lancang terhadap syariat Islam.
Adapun moderasi beragama sesungguhnya hanyalah rekayasa, mengikuti agenda barat yang ingin menghadang kebangkitan Islam. Dengan melemahkan kekuatan umat Islam melalui propaganda yang mereka sebar lewat media dan juga tangan-tangan penguasa Islam yang sekuler. Melalui kurikulum pendidikan sekuler, yang memisahkan agama dari kehidupan bernegara, generasi umat diarahkan agar tidak memperjuangkan tegaknya Islam, dan lebih menginginkan sitem buatan manusia sebagai gantinya. Ajaran Islam distigmatisasi dengan istilah radikal, ulamanya dilabeli garis keras, apabila menyuarakan tentang politik Islam.

Sekali lagi, agama Islam sudah sempurna! Tidaklah Rasulullah diutus kecuali menjadi rahmat bagi seluruh alam. Tidak ada ajaran Islam yang membayakan bagi umatnya, ataupun umat agama lain. Berkacalah pada sejarah, Khilafah Islamiyah pernah berjaya selama 1300 tahun. Dengan menerapkan syariat Islam, mampu menjaga perdamaian antara sesama manusia, walaupun berbeda suku, bangsa, dan agama. Adapun syariat jihad/perang, sungguh telah dijelaskan bagaimana etika berperang yang dilakukan Rasulullah dan para sahabat, seperti tidak boleh membunuh wanita, orang tua, dan anak-anak. Tidak boleh menghancurkan rumah ibadah agama lain, bahkan tidak diperkenankan menebang pohon dan membunuh binatang.

Maka semangat jihad harus tetap dikobarkan dalam setiap diri orang beriman, meski bukan berarti umat Islam menginginkan peperangan. Karena selamanya musuh-musuh Islam tidak akan pernah ridha, dan akan selalu berusaha memadamkan cahaya-Nya. Sebagaimana firman-Nya : “Mereka meminta untuk memadamkan cahaya Alloh dengan mulut (dialektika) mereka, namun Alloh melengkapi cahayaNya meskipun orang-orang KAFIR membencinya.” (QS. Ash-Shaff [61]

Penguasa yang sah memang mimiliki hak preogratif untuk membuat kebijakan apapun, meskipun berpotensi meredupkan cahaya Islam. Namun sebagai rakyat juga sebagai umat Islam, tetap wajib menyampaikan kebenaran, menasihati penguasa. Apalagi jika menyangkut urusan beragama. Karena ini adalah kewajiban untuk menyeru pada kebaikan, dan mencegah kemungkaran. Wallahu a’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *