Oleh: Sri Haryati (Komunitas Menulis Setajam Pena)
Akhir – akhir ini bukan saja masalah lonjakan covid-19 yang menjadi berita utama di negeri ini. Namun ada berita yang tidak kalah menarik yaitu tentang Refisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang telah disusun oleh DPR. Di dalam RKUHP tersebut, terdapat pasal tentang Marital Rape (perkosaan dalam rumah tangga).
Hal itu di picu dari adanya ungkapan data dari para istri yang mengalami tindak kekerasan seksual dari suaminya oleh Komnas Perempuan. Dilansir detiknews.com (6/6/2021), Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini menyampaikan bahwa, berdasarkan catatan data pada tahun 2019 ada 192 kasus dan pada tahun 2020 ada 100 kasus yang sudah di laporkan. Perhatian dan keberanian melaporkan kasus perkosaan dalam perkawinan menunjukkan kesadaran korban bahwa pemaksaaan hubungan seksual dalam perkawinan adalah perkosaan yang bisa ditindaklanjuti ke proses hukum.
Theresia juga menyampaikan bahwa ada anggapan di masyarakat bahwa tidak ada yang namanya pemerkosaan dalam hubungan suami istri. Pandangan itu terus berkembang dan menjadikan istri memaklumi pemerkosaan.
Marital Rape, Jalan Feminis Menyerang Hukum Islam
Marital rape istilah yang terus digaungkan kalangan sekuleris dan gender untuk menyerang hukum-hukum Islam. Terutama tentang hak dan kewajiban suami isteri dan melemahkan lembaga perkawinan Islam. Pemerkosaan adalah istilah yang tidak bisa diterapkan dalam kasus kekerasan yang mungkin terjadi dalam rumah tangga. Sebab fakta dan solusi hukumnya berbeda. Umat harus waspada dengan agenda-agenda kalangan sekuler dan feminis yang ingin menghapus sisa-sisa hukum Islam dengan dalih pembelaan terhadap hak-hak perempuan melalui jalur legislasi.
Kekerasan dalam rumah tangga justru niscaya terjadi ketika landasan rumah tangga dan negara berdasarkan Islam. Sehingga solusinya bukan dengan menghapus hukum2 Islam, tetapi justru dengan menjadikan Islam sebagai landasan berkeluarga dan bernegara. Penerapan Islam dalam rumah tangga tangga dan negara dipastikan akan mencegah segala bentuk kekerasan. Baik di dalam rumah tangga maupun di luar rumah tangga. Sebab semua interaksi berbasis hukum syara. Dalam keluarga akan tegak mu’asyarah bil ma’ruf, dengan jaminan sistem yang mengokohkan oleh negara.
Karena Islam mempunyai solusi yang sangat mendasar dalam mengatur rumah tangga termasuk dalam hubungan intim suami istri. Dalam Islam antara suami dan istri wajib berbuat makruf satu dengan yang lainnya. Saling mengerti hak dan kewajiban masing- masing. Ada sebuah hadis yang mengatakan :
Abu Hurairah berkata, Rosululloh bersabda, “Jika seorang suami mengajak istrinya untuk berhubungan akan tetapi ia (istri) tidak memenuhi ajakan suami hingga malam itu suaminya marah maka ia (istri) mendapatkan laknat para malaikat sampai subuh.”
Tetapi bukan berarti suami boleh memaksakan kehendak kepada istrinya, akan tetapi sebagai hamba yang beriman suami juga wajib memperlakukan istrinya dengan baik dan tidak boleh menyakiti secara fisik maupun psikis istrinya. Begitu pula tidak melakukan hubungan intim tatkala istri sedang haid. Seperti di jelaskan pada Al Quran: “Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu, hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (TQS al-Baqarah:222).
Dengan adanya hadis dan ayat-ayat Al Qur’an di atas, seharusnya bisa sebagai rujukan hukum bagi orang-orang muslim. Maka jelaslah kalau aturan Islam bukanlah aturan yang menyengsarakan atau menyesatkan manusia tetapi aturan Islam membawa kemaslahatan bagi seluruh alam. Di ayat yang lain juga di jelaskan, “Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. Dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. Dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (TQS. Al Baqoroh 223).
Begitulah keindahan hukum- hukum Islam yang semuanya itu hanya bisa dilaksanakan dalam sebuah sistem yaitu khilafah. Mustahil rasanya hukum Islam bisa terlaksana dalam sistem Kapitaisme. Sebab, yang ada sistem Kapitaisme ingin merobohkan hukum- hukum Islam dari semua sudut. Maka, sudah saatnya kaum muslimin bangkit untuk mewujudkan tegaknya aturan Islam di muka bumi ini.
Wallohua’lam bishowab.