Maraknya Pornografi Anak, Bukti Kegagalan Perlindungan Generasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Maraknya Pornografi Anak, Bukti Kegagalan Perlindungan Generasi

Oleh: Dwi Oktaviani Tamara

(Penggiat Literasi)

Baru-baru ini beredar berita tentang maraknya penjualan pornografi anak. Hal ini diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittipidsiber) Bareskrim Polri, yang membongkar dua kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi Telegram.

“Pada 3 Oktober 2024, tersangka ditangkap di Jetis, Kecamatan Grogol, Kota Sukoharjo, Jawa Tengah. Tersangka merupakan penjual konten video pornografi berisi adegan asusila anak di bawah umur melalui media sosial Telegram,” kata Wakil Dirtipidsiber Kombes Pol.

Tersangka MS, S, dan SHP memiliki peran masing-masing. MS, selain menjadi penjual konten video pornografi anak di bawah umur, juga mengunduh video dari berbagai sumber di internet, lalu menjualnya kembali di grup Telegram yang dikelola oleh S, dengan mematok harga mulai dari Rp50.000 hingga Rp250.000.

MS juga berperan mengeksploitasi anak dengan cara membuat video, menjadi pemeran, sekaligus menjual konten video asusila anak di bawah umur. Tersangka lainnya, yakni SHP, bertugas mencari “bakat” anak di bawah umur di lingkungan pertemanannya untuk ditawarkan membuat konten video asusila. *(SindoNews.com, Rabu, 13/11/2024).*

Miris rasanya mendengar berita tentang penjualan konten pornografi anak di bawah umur. Maraknya kasus ini disebabkan oleh kebebasan pergaulan yang lepas kendali. Hal ini tidak terlepas dari prinsip sekuler kapitalis yang sangat menjunjung tinggi kebebasan, termasuk kebebasan berperilaku.

Sistem ini tidak hanya menjunjung tinggi kebebasan, tetapi juga menyebabkan generasi muda tidak mengenal agama dan tidak mengetahui standar halal dan haram menurut syariat. Dalam sistem sekuler ini, segala sesuatu didasarkan pada standar duniawi. Akibatnya, secara tidak langsung, sistem ini mengikis keimanan seseorang, sehingga agama tidak lagi menjadi kontrol dalam kehidupan.

Sistem ini juga memungkinkan siapa pun menjalankan bisnis tanpa memperhatikan halal-haram. Demi keuntungan semata, segala cara ditempuh, termasuk melibatkan anak-anak dalam bisnis syahwat. Akibatnya, anak-anak yang seharusnya fokus pada pendidikan, justru terseret dalam kubangan kemaksiatan.

Di sisi lain, peran negara sangatlah penting. Negara, yang seharusnya menjadi pelindung anak-anak, justru abai dalam menjamin hak hidup anak. Negara gagal menciptakan sistem sosial yang sehat dan bebas dari bisnis syahwat yang merusak masa depan generasi.

Negara juga harus memberantas dan membendung konten pornografi. Digitalisasi media membuat pornografi berkembang pesat. Sayangnya, kontrol negara terhadap teknologi masih sangat minim. Banyak aplikasi yang dapat digunakan secara bebas oleh semua kalangan, termasuk anak-anak.

Kurangnya sistem keamanan digital memperburuk situasi. Meski konten diberi label “18+” atau peringatan sejenis, anak-anak yang sudah kecanduan pornografi tidak lagi memedulikan batasan tersebut. Fakta menunjukkan bahwa rata-rata usia termuda anak-anak mengakses pornografi adalah di bawah 15 tahun.

Negara tidak boleh abai dalam mengatasi masalah ini. Jika sanksi yang ada sudah tegas tetapi kasus terus berulang, negara harus menggerakkan seluruh elemen masyarakat untuk memberantasnya hingga ke akar-akarnya.

Selain itu, peran orang tua sangatlah penting. Orang tua harus mengontrol dan mengawasi aktivitas anak agar tidak terjerat dalam kemaksiatan. Orang tua tidak boleh sekadar pasrah tanpa tindakan.

Lingkaran bisnis syahwat sejatinya muncul dari sistem sosial yang rusak. Para pelaku bisnis ini tidak peduli halal-haram atau akibat dari tindakan mereka. Yang mereka pikirkan hanyalah keuntungan besar, meskipun itu melibatkan eksploitasi anak-anak.

Islam sebagai Solusi

Islam adalah solusi terbaik untuk memberantas problematika umat, termasuk pornografi anak. Islam menjamin hak hidup manusia melalui penerapan syariat yang memelihara akal dan fitrah manusia. Islam juga memberikan aturan yang jelas untuk menghindari generasi dari kubangan kemaksiatan, seperti mengatur pergaulan laki-laki dan perempuan, menutup aurat, dan menjaga pandangan.

Allah berfirman:
_”Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya (zina) itu adalah perbuatan keji dan jalan yang buruk.”_ (QS. Al-Isra: 32).

Untuk membentuk karakter islami dan bertakwa, Islam menyediakan sistem pendidikan berbasis akidah. Sistem ini menguatkan keimanan, menjadi rem bagi generasi muda agar menjauhi perbuatan maksiat dan menghindari godaan pornografi.

Dengan keimanan yang kuat, seseorang akan selalu merasa diawasi oleh Allah. Hal ini mencegah mereka melakukan perbuatan dosa, termasuk dalam bisnis syahwat.

Negara Islam juga akan mengawasi media digital agar berjalan sesuai syariat. Media, yang sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat, harus dikontrol agar bebas dari konten asusila. Sistem keamanan digital juga akan diperketat, memberikan perlindungan maksimal kepada generasi muda.

Selain itu, Islam memberikan sanksi tegas bagi pelaku kejahatan sehingga menimbulkan efek jera. Beginilah gambaran penerapan syariat Islam di muka bumi. Generasi muda akan terlindungi dari kerusakan moral, sementara orang tua tidak lagi khawatir karena sistem yang diterapkan adalah sistem yang sesuai dengan aturan Allah.

Wallahu a’lam bish-shawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *