Maraknya Pornografi Anak, Akibat Dari Sistem Yang Rusak
Annisa Evendi
(Aktivis Dakwah)
Direktorat Tindak Pidana Siber (Dittpidsiber) Bareskrim Polri membongkar kasus eksploitasi anak dan penyebaran konten pornografi melalui aplikasi telegram.
“Pada tanggal 3 Oktober 2024, telah dilakukan penangkapan tersangka di Jetis, Kecamatan Grogol, Kota Sukoharjo, Jawa Tengah. Tersangka mengunduh video konten asusila yang berisikan adegan asusila anak di bawah umur tersebut melalui berbagai sumber di internet, kemudian menjual video tersebut melalui media sosial telegram.” Kata Wakil Dittpidsiber Kombes Pol. Dani Kustoni (Rabu, 13/11/2024).
Pada kasus kedua, dilakukan penangkapan tersangka di Kampung Babakan, Kecamatan Mancak, Kota Serang, Banten. Tersangka berperan sebagai pemeran dan penjual video asusila anak di bawah umur. Tersangka merekam video asusila tersebut dan menyebarkannya melalui media sosial grup telegram yang dibuatnya. (Sindonew.com, 13 November 2024)
Maraknya kasus pornografi pada anak bukanlah hal baru, bahkan sudah sering terjadi. Namun sampai saat ini masih belum juga terselesaikan. Kasus pornografi anak dapat diibaratkan seperti rantai yang tidak pernah putus, karena masih banyak pelaku yang belum terungkap dan ditangkap.
Dikutip dari Muslimah News, pada Maret 2024, FBI menginformasikan telah menangkap tiga orang warga negara Amerika di salah satu negara bagian, terkait video pornografi. Yang dimana salah satu produsen video anak-anak tersebut berasal dari Indonesia. Tersangka mengaku membuat jaringan pornografi anak melalui aplikasi telegram. Anggota grupnya berasal dari berbagai negara sebanyak 30 orang. Anggota grup harus membayar terlebih dahulu sebesar Rp150 ribu. Kemudian tersangka mengajarkan cara merekrut anak-anak yang akan menjadi pemeran video tersebut. Tersangka menjual video-video tersebut ke AS, Inggris dan Yunani. Dari satu video, tersangka dibayar sebesar US$250.
Pada April 2024, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto menungkapkan bahwa “temuan konten kasus pornografi anak di Indonesia selama empat tahun sebanyak 5.566.015 kasus. Dari hasil temuan tersebut, diungkapkan bahwa Indonesia masuk peringkat keempat secara internasional dan peringkat kedua dalam regional ASEAN.
Sangat miris, fenomena ini terjadi di negeri yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Tidak dipungkiri, bisnis haram yang tumbuh subur ini secara garis besar dipicu oleh beberapa faktor. Salah satunya yakni faktor ekonomi, dimana faktor ekonomi kerap menjadi alasan untuk mencari cuan lewat bisnis haram. Kemelut ekonomi yang menjerat, melazimkan cara apa pun demi menghasilkan cuan, meskipun harus melanggar aturan.
Selain itu, maraknya pornografi juga merupakan salah satu buah dari buruknya sistem sekuler yang menguasai sistem kehidupan hari ini. Sistem sekuler telah memisahkan agama dari kehidupan, sehingga manusia terutama kaum muslim dalam menjalankan kehidupan sehari-hari tidak mau diatur oleh aturan Islam, alhasil roda kehidupan yang berjalan saat ini serba bebas tak terkendali, bahkan saat ini urusan syahwat bisa dijadikan ladang bisnis untuk meraup pundi-pundi keuntungan tanpa memikirkan efek jangka panjang yang tentu saja akan merusak generasi mendatang.
Sistem sekuler kapitalisme telah mencengkeram sistem perekonomian hari ini, menyerang umat muslim dari sisi ekonomi. Sistem kapitalisme telah menjadikan sekelompok orang pemilik modal untuk menguasai dan menjalankan roda perekonomian membuat kesenjangan ekonomi, tentu saja hal ini merugikan masyarakat lainnya yang tidak mampu bersaing untuk mendapatkan kekayaan, hal ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan umat muslim, dimulai dari lingkup terkecil yakni keluarga, dimana ayah dan ibu disibukkan mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga, sehingga orang tua tidak ada waktu untuk memenuhi hak anak yang salah satunya adalah memberikan pemahaman agama.
Hal ini semakin diperparah dengan kehidupan individualisme yang mewarnai atmosfer kehidupan bermasyarakat saat ini, dengan dalih “jangan campuri urusan orang lain”, sebagian masyarakat menjadi kurang peka terhadap kemaksiatan yang terjadi di sekitarnya. Dan terutama negara yang tidak berdiri di atas akidah Islam, sehingga tidak ada penerapan hukum Islam secara kaffah.
Hanya Islam lah yang memiliki cara untuk mengatasi setiap masalah hingga ke akarnya. Dalam masalah ini, ada beberapa hal yang harus diterapkan. Yakni, diterapkannya sistem pendidikan Islam yang akan menguatkan keimanan sehingga terbentuk generasi berkepribadian Islam. Kemudian, masyarakat diikat dengan akidah Islam yang akan selalu menerapkan amar ma’ruf nahi munkar, sehingga tidak akan ada pembiaran terhadap kemaksiatan yang terjadi di sekitar masyarakat. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah negara juga ikut berperan dan bertanggung jawab menyelesaikan penyebab utama dari kerusakan yang terjadi. Negara wajib menegakkan syariah Islam secara kaffah, dimana hukum yang diterapkan sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Dengan diterapkannya sistem Islam secara kaffah, akan melahirkan sistem sosial masyarakat yang sehat. Sehingga akan memberi perlindungan terhadap seluruh masyarakat, baik sebagai korban maupun mencegah mereka yang berpotensi menjadi pelaku.
Wallahu alam bish-shawwab