Marak Aborsi, Akibat Liberalisasi Reproduksi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ragil Rahayu, SE (Seorang Ibu dan Penulis Dua Buku Antologi)

Klinik aborsi di Jalan Paseban Raya Nomor 61, Paseban, Senen, Jakarta Pusat menjadi saksi bisu pembunuhan terhadap 903 janin tak bersalah. Klinik aborsi ilegal yang digerebek polisi pada Senin, 10 Februari 2020 ini sudah beroperasi sejak 2018. Sudah 21 bulan mereka menjalankan aksinya dan berhasil meraup keuntungan hingga Rp 5,5 miliar. Tiga pelaku telah ditangkap. RM berperan sebagai bidan, SI sebagai petugas administrasi, dan MM yang bertugas sebagai dokter.

Klinik ilegal ini mematok harga mulai dari satu hingga Rp 15 juta. Saat penggerebekan petugas juga menemukan daftar 1.632 nama yang pernah menjadi pasien di klinik itu. Diduga, klinik ini memiliki jaringan yang luas. Sekitar 50 oknum bidan telah mengirim pasiennya ke klinik tersebut. Sungguh aneh praktik ini baru terendus pihak kepolisian setelah memakan korban hampir seribu janin. Begitu juga masyarakat sekitar yang tak menaruh curiga perihal klinik tersebut. Padahal menurut pengakuan warga sekirar, klinik tersebut dulu sudah pernah digerebek. Pelakunya juga sama. Ada apa gerangan? Entahlah.

Akibat Liberalisasi Reproduksi
Siapapun yang bermoral pasti mengutuk praktik keji yang dilakukan di klinik tersebut. Demi mendulang Rupiah, manusia tega membunuh janin nan suci. Demikianlah cara kapitalisme memandang aborsi. Pembunuhan janin dipandang sebagai bisnis menguntungkan yang punya prospek cerah. Ya, prospek cerah karena ke depan akan makin banyak lagi pasangan haram yang membunuh janinnya. Hal ini seiring dengan proses liberalisasi reproduksi yang terjadi.

Pornografi dan pornoaksi dibebaskan, jikapun ada pembatasan, batasnya sangat longgar. Situs porno mudah diakses melalui gawai oleh anak-anak sejak usia balita. Grup-grup porno beredar di Facebook dan What’sApp. Rangsangan seksual yang demikian intens menyerang anak-anak. Hingga mereka lekas “dewasa” secara reproduksi, namun kanak-kanak dari sisi kesadaran dan tanggungjawab.

Apalagi, definisi anak tak sesuai dengan realita. Menurut Undang-undang Perlindungan Anak, terkategori anak jika berusia 0-18 tahun. Padahal di usia 15-an tahun, para gadis sudah mengalami haid, artinya secara reproduksi sudah berfungsi sempurna. Di usia 15 tahun para remaja putra juga sudah berfungsi reproduksinya, sehingga bisa membuahi. Lantas ketika para remaja ini berzina hingga hamil dan diaborsi, mereka tak bisa dihukum karena masih anak-anak.

Di sisi lain, pernikahan sebagai satu-satunya jalan halal untuk memenuhi kebutuhan reproduksi justru dipersulit. Syarat minimal menikah kian dinaikkan. Kini pasangan yang menikah harus sudah berumur minimal 19 tahun. Karena rangsangan begitu intens, sementara menikah dipersulit, jadilah zina merebak di mana-mana. Akibat zina, banyak janin tak berdosa yang dibunuh oleh orang tua kandungnya. Hingga muncul bisnis klinik aborsi ilegal beromset miliaran Rupiah.

Solusi Tuntas
Tampaklah bahwa kebebasan reproduksi menjadi faktor kunci maraknya aborsi. Solusi terhadap kasus klinik aborsi di Paseban ini tak cukup dengan menjerat pelaku dengan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sebagaimana yang telah dilakukan kepolisian. Bisa jadi para pelaku diputuskan bersalah dan dipenjara, namun setelah bebas akan mengulangi lagi perbuatannya. Hukuman yang ringan juga akan memicu orang lain untuk melakukan kejahatan yang sama. Solusinya, faktor kunci maraknya aborsi harus diselesaikan. Pornografi dan pornoaksi harus dihilangkan.

Caranya adalah dengan penentuan standard porno yang baku, tidak relatif sesuai sudut pandang tiap orang. Islam memiliki batasan yang jelas tentang porno, yaitu tampaknya aurat. Sehingga tak boleh ada tayangan maupun konten yang menampakkan aurat. Para muslimah diwajibkan menutup aurat secara sempurna. Yakni mengenakan khimar, jilbab dan kaos kaki saat keluar rumah. Sedangkan non-muslim diwajibkan berpakaian sopan yang tidak merangsang.

Setiap tayangan di media maupun aksi di dunia nyata tak boleh melanggar standard baku ini. Yang melanggar akan dikenakan sanksi yang menjerakan. Bisa berupa hukuman penjara, denda atau hukuman yang lain. Jika terlanjur terjadi zina, pelaku harus dihukum jilid jika belum menikah dan dihukum rajam jika sudah menikah. Hukuman ini sebagai penebus dosa pelaku dan sekaligus pengingat bagi yang lain agar tidak mudah bermaksiat.

Aborsi hukumnya haram. Allah SWT jelas-jelas telah mengharamkan tindakan ini, sebagaimana firman-Nya:
وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ (٨)بِأَيِّ ذَنْبٍ قُتِلَتْ (٩)
“Ketika bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apa mereka dibunuh?” (QS. At-Takwîr [81]: 8-9)

Atas dasar ini, seorang ibu, ayah, atau dokter haram melakukan abortus setelah janin berumur 40 hari sejak awal kehamilan. Siapa saja yang melakukan tindakan itu, berarti ia telah melakukan tindakan kriminal dan melakukan dosa. Ia wajib membayar diyat atas janin yang digugurkannya itu, yakni diyat ghurrah.

Yakni diyat (tebusan) yang ukurannya sama dengan diyat ghurrah budak lelaki maupun perempuan, yang nilainya sepersepuluh (10%) diyat membunuh manusia dewasa.

Dalilnya hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah RA, berkata;
[ قَضَى رَسُولُ اللَّهِ r فِي جَنِينِ امْرَأَةٍ مِنْ بَنِي لَحْيَانَ سَقَطَ مَيِّتًا بِغُرَّةٍ عَبْدٍ أَوْ أَمَةٍ ]
“Bahwa Rasulullah SAW pernah menetapkan atas janin perempuan dari Banî Lahyân yang janinnya keguguran dengan ghurrah (tebusan) diyat budak lelaki atau perempuan.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Jika para dokter yang adil (bukan orang fasik, pen.) menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut ibunya akan mengakibatkan kematian ibunya, sekaligus janin yang dikandungnya. Dalam kondisi semacam ini, aborsi dibolehkan demi memelihara kehidupan ibunya.

Beratnya hukuman bagi pelaku aborsi akan membuat orang berpikir seribu kali jika hendak melakukannya.

Tak lupa, pernikahan dimudahkan. Negara menggratiskan biaya menikah dan ada subsidi mahar. Negara juga menyediakan lapangan pekerjaan bagi para pria agar siap menanggung nafkah keluarga. Sehingga lahirnya anak disambut penuh syukur, bukan dianggap beban ekonomi. Dan yang terpenting, pendidikan berbasis aqidah diterapkan sehingga setiap orang memiliki rasa takut pada azab Allah ta’ala jika bermaksiat. Inilah serangkaian solusi untuk menghentikan praktik aborsi. Semoga ke depan tak ada lagi janin tak berdosa yang menjadi korban. []

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *