Mampukah Demo Mensejahterakan Buruh?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Mampukah Demo Mensejahterakan Buruh?

 

Oleh Kanti

( Aliansi Penulis Rindu Syariah )

Demonstrasi yang terjadi terus-menerus di negara ini dikarenakan beban hidup yang dirasakan para buruh cukup berat, upah yang diterima tidak sebanding dengan tenaga yang diberikan, belum lagi semua kebutuhan hidup mengalami kenaikan, sehingga biaya hidup terus melambung yang berimbas pada nasib buruh.

Pada hari Jumat, 4 Nopember 2022 para buruh demo di depan kantor menteri ketenaga kerja. Aksi kali ini mereka mengajukan 4 tuntutan.

Pertama, menuntut kenaikan upah minimum 2023 sebesar 13%.

Kedua, menolak PHK dengan dalih resesi global karena menurut mereka di Indonesia tidak ada resesi.

Ketiga, menolak omnibus law UU Cipta Kerja.

Keempat, mendesak agar RUU perlindungan pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera di sahkan.

Kaum buruh akan melakukan mogok kerja serentak jika upah 2023 tidak sampai 13%. Dan kami akan melakukan demo lagi pada pertengahan Desember jika tuntutan kami tidak di penuhi. Kata Sa’id Iqbal Presiden Partai Buruh dalam konferensi pers minta kenaikan upah. (cnnindonesia.com, 04/11/2022).

Ini merupakan bukti kegagalan sistem demokrasi kapitalis yang tidak bisa mensejahterakan rakyat. Aksi demo yang berulang kali terjadi dengan tuntutan para buruh selalu diabaikan pemerintah, justru kepentingan para pemilik modal yang lebih diutamakan. Kapitalis memandang pekerja sebagai salah satu bagian dari biaya produksi, dengan konsep menekan biaya dan beban produksi seminim mungkin, wajar jika upah yang diterima tidak sebanding dengan tenaga yang diberikan. sehingga para buruh kesulitan memenuhi kebutuhan hidup.

Dengan adanya omnibus law, pada awalnya UU ini diklaim menciptakan lapangan pekerjaan dan meningkatkan perlindungan tenaga kerja. UU Omnibus law justru merugikan pekerja dan menguntungkan pemilik modal. UU tersebut sarat dengan kezaliman sebab UU tersebut hanya memuluskan jalan investor untuk meraih keuntungan sementara rezim meminggirkan peran buruh. Itulah yang akan terjadi jika negara ini masih menganut sistem demokrasi kapitalis. Kehidupan sejahtera untuk para buruh tidak akan pernah terwujud.

 

Mekanisme Upah Dalam Islam

Islam memiliki mekanisme yang dapat menjamin pekerja hidup sejahtera. Dalam islam perjanjian antara pengusaha dan pekerja sepenuhnya tergantung pada kontrak kerja ( Akad Ijarah ) yang harus memenuhi ridha wal ikhtiar. Akad ijarah akan mengikat antara pengusaha dan pekerja dengan asas saling menguntungkan. Pengusaha mendapat keuntungan dari jasa pekerja, pekerja mendapat keuntungan berupa imbalan yang sudah disepakati dalam kontrak penetapan upah tersebut. Tidak boleh ada kezaliman diantara keduanya.

Islam menentukan upah sesuai besaran jasa yang diberikan pekerja, jenis pekerjaan, waktu bekerja dan tempat bekerja tidak dikaitkan dengan standar hidup masyarakat. Konsep ini akan menjamin upah para pekerja layak dan ma’ruf untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan dan papan. Dengan kontrak ijarah ini baik pengusaha dan buruh akan terlindungi hak –haknya. Namun jika ada perselisihan, negara akan menyediakan tenaga ahli (Khubara’) yang akan menyelesaikan perselisihan diantara keduanya dengan netral.

Dalam sistem islam jaminan pemenuhan seluruh kebutuhan dasar rakyat, termasuk kebutuhan sekundernya baik bagi individu maupun kelompok merupakan hak seluruh rakyat baik muslim maupun non muslim , kaya maupun miskin. Jaminan tersebut diberikan melalui mekanisme syariat.

Negara memiliki kewajiban menyediakan layanan pendidikan, kesehatan dan keamanan bagi seluruh rakyatnya dengan gratis. Yang biayanya bersumber dari seluruh pendapatan negara. Dalam membuka lapangan pekerjaan. Proyek – proyek produktif terhadap pengelolaan sumber daya alam ditangani oleh negara bukan diserahkan pada investor. Sehingga akan terbuka lapangan pekerjaan yang luas bagi rakyatnya.

Dalam sistem islam kebijakan penguasa berpihak pada rakyat demi memenuhi kemaslahatan mereka. Kebijakan penguasa dalam islam berasaskan aqidah islam yakni keimanan kepada Allah Ta’ala sebagai Dzat Maha Pengatur, Maha Adil dan Maha Sempurna sehingga hukum-hukum islam bersifat pasti dan dipastikan jauh dari kepentingan pihak manapun termasuk para penguasa apalagi pengusaha.

Dalam islam penguasa hanya berposisi sebagai pelaksana hukum bukan pembuat hukum. Sementara rakyat bukan semata-mata sebagai obyek penerapan hukum tetapi juga bertindak sebagai penjaga hukum. Seluruh rakyat wajib mengoreksi penguasa jika mereka menyalahi hukum atau mengabaikannya. Rakyat boleh mengadukan perkara tersebut kepada Qadhi Mazhalim yang bertugas untuk menyelesaikan setiap tindakan kezaliman yang dilakukan negara. Penerapan hukum islam secara sempurna dipastikan membawa rahmat dan keadilan bagi semua, sebab hukum islam diturunkan oleh Allah Subhanahu Wa Ta’ ala sebagai solusi bagi problem manusia dalam seluruh aspek kehidupan.

 

Wallahu a’lam bishawab.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *