Lonjakan Kasus Infeksi Negara Abai Kebijakan Antisipasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Analisa (Muslimah Peduli Generasi)

Covid-19 nampaknya masih betah dan terus menghantui masyarakat pasalnya virus mungil ini tidak kasat mata namun ada, keberdaannya selama beberapa bulan ini menyebabkan lonjakan kasus infeksi yang sangat signifikan, seperti dilansir oleh JAKARTA, KOMPAS.com – Juru Bicara pemerintah untuk penanganan Virus Corona Achmad Yurianto menyatakan bahwa pasien positif Covid-19 di Indonesia bertambah 700 orang. Dengan demikian, total pasien positif Covid-19 di Indonesia mencapai 26.473 orang.

Tambahan 700 kasus tersebut tersebar di 38 provinsi. Jawa Timur merupakan provinsi dengan penambahan pasien positif Covid-19 terbanyak, yakni 244 orang.

“Dari pemeriksaan tersebut kami dapatkan konfirmasi positif naik 700 orang sehingga menjadi 26.473 orang,” kata Yurianto saat menyampaikan keterangan pers di Graha BNPB, Jakarta, Minggu (31/5/2020).

Sungguh, lonjakan terpapar virus Corona bukan sekedar angka, melainkan jiwa manusia yang diambang kematian yang setiap detik menjadikan momok menakutkan bagi semua kalangan.

Banyak pihak (IDI, epidemiolog) memprediksi melonjaknya kasus infeksi menjelang dan pasca lebaran. Namun pemerintah tidak cukup merespon dengan kebijakan antisipasi, malah sibuk dengan pencitraan yang basa basi.

Malah sebaliknya PSBB dilonggarkan dengan dalih masyarakat butuh baju lebaran akhirnya mall-mall kembali dibuka, pasar kian ramai saja, pasca lebaran pun sebagian masyarakat masih nekat untuk silaturahmi keliling sanak saudara, padahal memutus rantai penularan tidak hanya jaga jarak pakai masker tapi melainkan harus di rumah saja. Ini berlaku untuk semua masyarakat termasuk bagi para petinggi Negara, agar penularan memang dapat terhenti dan teratasi.

Sayangnya, itu semua tidak dapat terwujud karena abainya Negara dalam mengambil sikap tegas serta tidak adanya kebijakan yang dapat membuat masyarakat betah di rumah, terlebih bagi masyarakat yang menengah kebawah yang penghasilan sehari-hari tidak bisa diperkirakan bahkan tidak berpenghasilan.

Tidak adanya jaminan sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, bahkan keamanan di masa pandemi ini, sehingga dengan keterpaksaan rakyat harus bertaruh nyawa demi melanjutkan kehidupan. Banyaknya lahir semboyan saat pandemi ini.

“Tidak mati karena Corona tetapi mati karena kelaparan”.

Jelas semboyan diatas menunjukkan betapa sulitnya rakyat dimasa wabah ini, kalaupun mendapat bansos itu tidak merata bahkan tidak terdata akhirnya yang tidak dapat gigit jari serta mengakhiri karantina mandiri dengan melakukan aktivitas seperti biasa lagi.

Tentu sangat jelas semakin carut marutnya Negeri ini, tambal sulam tapi tidak bisa memberikan solusi semua terabaikan, serta jadi korban kezhaliman Sistem, terlebih masa pandemi ini.

Rekor pertambahan kasus harian hingga 700 seharusnya menyadarkan pemerintah bahwa perlu perombakan kebijakan agar memprioritaskan penanganan kesehatan, apapun risikonya.

Bila tidak, maka upaya apapun yang ditempuh baik untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi maupun menormalkan kondisi sosial hanya akan memperparah kondisi krisis.

Sejatinya seorang pemimpin merupakan peran penting dalam penanganan serta keselamatan nyawa rakyatnya. Nyatanya jauh berbeda dan sangat jelas bahwa Sistem Kapitalis mengharuskan pemimpin memikirkan investor asing, asas untung rugi antara penguasa dan pengusaha. Jadi, rakyat hanya bisa menonton kebijakan demi kebijakan yang ngawur dan menjadi penonton dari kebobroknya Sistem ini.

Sistem yang lahir dari akal manusia yang lemah dan terbatas serta dibarengi dengan hawa nafsu mengakibatkan kehancuran dalam suatu Negeri, akhirnya dengan santai mengabaikan prioritas dan tanggungjawab serta melangengkan kekuasaan demi kepentingan.

Oleh karena itu, kita membutuhkan seorang pemimpin yang dapat mengayomi mensejahterakan serta bertanggungjawab dengan rakyat, karena tugas sebagai abdi Negara merupakan tugas yang paling besar hisabnya paling mengerikan siksanya, karena apabila salah satu rakyat yang tidak ridho terhadap kebijakan yang dibuat bahkan zhalim terhadap apa yang dilakukannya, siap-siap Allah mintai pertanggungjawaban atas abainya dalam mengurusi rakyat dalam suatu Negara.

Tentu saja, kita membutuhkan Sistem yang pasti terlahir dan berasal dari sang Pencipta alam semesta. Yang mengetahui kekurangan dan kelebihan manusia serta mengetahui segala yang dibutuhkan oleh manusia.

Seperti pada masa kepemimpinan di masa Umar, kemajuan Islam banyak dicapai. Dan negeri-negeri di bawah kepemimpinan Umar sejahtera. Dan, negeri itu jauh dari kata kehancuran. Ini karena, Umar dalam memilih pemimpin bukan orang-orang yang munafik. Sehingga, kebijakan para kepala daerah/gubernur pilihan Umar, benar-benar bekerja untuk rakyat, bukan untuk mengutamakan kepentingan diri si pejabat atau kelompoknya.

Islam mewajibkan Negara menjadi penanggung jawab dan menjamin kebijakan yang lahir didasarkan pada wahyu, dijalankan dengan mekanisme yang selaras ilmu dan sains serta ditujukan semat-mata memberikan kemaslahatan bagi semua rakyat.

Dengan Sistem Islam wabah mudah ditangani dengan sikap empati dan muhasabah dari penguasa. Serta selalu menjalankan syariah Islam secara menyeluruh sehingga tercipta kesejahteraan kebahagian dalam lingkup Daulah Islamiyyah.

Wallahu a’lam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *