Logika Terjengkang, Bebasnya Mantan Pedofilia Disambut Riang

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dewi Fitratul Hasanah (Pegiat Literasi)

 

Jagad maya digemparkan dengan pemberitaan eksnarapidana berinisial SJ, seorang penyanyi dangdut berusia 41 tahun atas kasus pelecehan seksual terhadap seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun berinisial DS. Pada Kamis 2/9/2021, SJ resmi dibebaskan karena telah menjalani hukuman penjara selama lima tahun di lapas Cipinang.

Publik menyambut kebebasan SJ dengan Riang gembira hingga kalung bunga pun melingkar di dadanya. Wajah SJ pun merona bahagia, sama sekali tidak terlihat malu ataupun terbekas penyesalan atas kebejatan moral yang telah diperbuatnya. Tampangnya kembali bersahabat dengan layar kaca dan berbagai media dan publik pun dengan begitu mudah kembali menganggapnya sebagai idola.

Tak habis pikir. Pelaku pedofilia yang sangat nyata merusak generasi bangsa begitu diperlakukan dengan begitu luar biasa. Sedangkan korban belum tentu sudah bebas dari trauma. Bahkan bisa jadi korban terjebak dalam lingkaran setan yang bisa menjadikan korban bermutasi sebagai pelaku kejahatan serupa.

Kehebohan atas penyambutan meriah yang tak selayaknya ini pun tak pelak memunculkan petisi yang ditujukan kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Petisi ini berisi seruan pemboikotan terhadap SJ. Sekurang- kurangnya telah ditandatangani oleh 268.204 orang secara online dalam petisi ini. (Kompas.com, 6/9/2021).

Dalam hal ini KPI, sebagai pihak yang berwenang mengatur penyelenggaraan penyiaran di Indonesia pun menuai kritikan dari berbagai kalangan. Pasalnya KPI dengan kewenangannya dinilai membiarkan mantan pedofilia kembali dijadikan sosok Idola. Kinerja KPI pun kembali dipertanyakan.

Bahkan ketika salah satu pegawai KPI menjadi korban pelecehan seksual oleh tujuh orang pegawai lainnya melapor ke kantor KPI, pelaku hanya dipindahkan divisi kerja tanpa mendapat hukuman. Lebih-lebih Kasus ini baru respon KPI pasca desakan dari publik. (Republika.co.id, 2/9/2021).
Sebuah tanda tanya besar terhadap KPI. Mengapa KPI begitu lembek dalam kasus pelecehan seksual?

Islam memandang perbuatan ini sebagai perbuatan yang terkutuk. Allah SWT bahkan memberikan azab kepada kaum Nabi Luth karena telah melakukan hubungan sesama jenis.
Sebagaimana firman-Nya dalam Q.S. Hud [11}: 82:83:
“Maka ketika keputusan Kami datang, Kami menjungkirbalikkan negeri kaum Luth, dan Kami hujani mereka bertubi-tubi dengan batu dari tanah yang terbakar. Yang diberi tanda oleh Tuhanmu. Dan siksaan itu tidaklah jauh dari orang yang zalim”.

Terlebih, dari sisi medis juga telah terbukti bahwa homoseksual adalah penyimpangan seksual yang menyebabkan pelakunya terkena HIV dan AIDS yang menular dan mematikan. Belum lagi Dampak Mental yang menimpa korban. Itulah sebabnya mengapa Islam memberikan sanksi tegas kepada para pelaku berupa hukuman mati. Supaya mereka jera dan tidak mengulangi perbuatannya, dan supaya tidak ada lagi orang yang berani meniru atau coba-coba melakukan kebejatan yang sama.
Rasulullah Saw. Juga bersabda :
“Siapa saja yang kalian dapati melakukan perbuatan kaum Nabi Luth, maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR. Ibnu Majah)

Sayangnya di negara berideologi kan sekuler ini hanya memberikan hukuman penjara yang tak menjamin pelaku jera. Sebaliknya justru hanya membuat penyimpangan seksual, serupa kian marak terjadi nyaris berjeda.

Lihat saja, baru saja bebas pelaku disambut bak pahlawan yang dipuja. Padahal jelas apa yang dilakukan sangatlah menjijikkan dan hina.

Berbeda dengan Islam ketika ditetapkan sebagai institusi dalam hukum bernegara. Yang tentu saja tegas dalam memberi sanksi. Dimana sanksi tersebut tak bisa dibeli dengan suap ataupun dimanipulasi dengan gratifikasi. Budaya amar ma’ruf nahi munkar pun terbentuk sebab karakter negara bersistem Islam adalah mengemban dakwah dan risalah sampai kesluruh penjuru dunia.

Sehingga terbentuk kesadaran untuk taat kepada syariat Islam dan menjauhkan diri dari perbuatan maksiat. Negara bersistem Islam pun berperan melindungi akidah umat. Sehingga takkan ada penyebarluasan opini LGBT melalui media yang selama ini berpengaruh besar dalam menggiring umat kepada perbuatan tercela dan rusak. Sebab Islam faham jika propaganda LGBT dibiarkan beredar bebas di media, tentu sangat mengancam esential moral generasi bangsa kedepannya.

Sungguh hanya Islam yang mampu menjaga kehormatan moral. sebagaimana fitrahnya manusia yang cenderung selalu ingin menjadi pribadi baik. Hanya dengan Islam pula kewarasan dan kejernihan berpikir umat senantiasa terjaga. Takkan ada penyambutan meriah penuh girang terhadap pedofilia sebab sejatinya itu merupakan logika yang terjengkang. Wallahualam bishshawaab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *