Oleh : Siti Hajar M. Sos ( Aktivis Dakwah dan Fasilitator Tahfidz)
Keadaan Indonesia saat ini masih saja dirundung duka. Sejak pertengahan maret hingga saat ini, virus corona semakin bertambah memakan banyak korban khususnya rakyat Indonesia sendiri. Dilansir dari Detik.com Jakarta- Jumlah kasus konfirmasi positif virus Corona COVID- 19 pada minggu (9/8/2020) menjadi 125.396 kasus.
Sebanyak 80950 sembuh dan 5.723 meninggal dunia. Belum ada tanda bahwa Covid-19 kapan berakhirnya.
Berbagai cara sudah dilakukan pemerintah mulai membuat aturan lock down sementara bagian wilayah tertentu, PSBB, ditemukannya anti corona berbahan Eucalyptus dari Kementerian Pertanian. Ini kembali mengejutkan publik bahwa Kementerian Pertanian melalui Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) baru saja mematenkan tiga produk antivirus Corona berbasis tanaman atsiri atau eucalyptus.
Dari berbagai jenis tanaman yang diuji, tanaman euchalyptus atau minyak atsiri yang memiliki kandungan senyawa aktif 1,8-cineole (eucalyptol) ini dianggap paling berdampak menekan pertumbuhan berbagai jenis virus influenza termasuk Corona.
Berdasarkan uji laboratorium Balitbang, eucalyptus mampu membunuh virus virus influenza, virus Beta dan gamma corona dalam skala 80-100%. (islammedia.com)
Hingga baru-baru ini terdengar kabar kembali bahwa vaksin Corona dari Tiongkok telah tiba. Presiden Jokowi ingin vaksin itu segera dipakai. Namun Prof Kusnandi, ahli vaksin dari Gugus Tugas Covid-19 mengatakan, vaksin itu baru lolos uji klinis fase-1 dan fase-2 di Tiongkok. Efektivitasnya untuk orang Indonesia masih harus dibuktikan dalam uji klinis fase-3, agar dapat dilihat, seberapa lama vaksin tersebut benar-benar membuat manusia kebal terhadap virus Covid-19 dan apakah ada efek sampingnya?
Namun atas dasar pernyataan tersebut kubu lawan Jokowi mengatakan bahwa Indonesia dibuat sebagai kelinci percobaan. Mereka mengususlkan agar vaksin itu diuji coba saja dulu pada Presiden, Para mentri Anggota DPR dan keluarga besar tim sukses Jokowi lainnya.
Tentu saja tidak demikian. Sample uji klinis suatu vaksin baru itu harus orang sehat yang dipilih dengan metode tertentu. Mereka juga bukan kelinci percobaan, tetapi orang-orang yang diminta persetujuannya dan bahkan mendapatkan kompensasi finansial yang pantas. Dengan cara itu, dunia terus mendapatkan obat atau vaksin baru.
Vaksin adalah metode kedokteran preventif untuk mencegah penyakit, terlebih penyakit yang sangat menular, dan upaya kuratifnya sangat mahal serta sering gagal atau meninggalkan cacat permanen.
Berbeda dengan kekebalan umum atau ketahanan fisik secara keseluruhan, vaksin ini bekerja terhadap penyakit yang spesifik. Kekebalan umum bisa didapat ketika anak balita mendapatkan Air Susu Ibu yang cukup. Namun kekebalan spesifik hanya didapat bila orang pernah mendapat serangan penyakit infeksi tertentu dan selamat, sehingga sel-sel tubuhnya telah “mengingat” ciri-ciri dari virus atau bakteri yang pernah menyerangnya.(Evidence Based Medicine).
Dalam uji coba temuan baru vaksin ini memang tidak salah, bahkan pemerintah memang harus mengambil keputusan yang tepat dan cepat tanggap. Menerapkan vaksin temuan asing (walaupun lalu diproduksi di Indonesia) untuk melindungi warga, atau menunggu lebih lama agar dapat menerapkan vaksin buatan anak bangsa, dengan resiko terlambat mengatasi wabah. (tulisan Prof. Fahri Amhar)
Namun hal ini sudah banyak uji coba coba bahkan negara adidaya seperti Amerika pun sampai saat ini belum saja behasil mencari obat viru corona. Kita lihat bersama Kegagalan demi kegagalan dalam penanganan wabah baik di negara-negara maju maupun berkembang menunjukkan betapa akal manusia tak mampu menentukan apa yang paling layak untuknya.
Inilah bukti buah sistem kapitalis yang bertumpu pada akal pikiran manusia belaka. Padahal Islam tahu bagaimana vaksin yang ampuh dalam menangani berbagai macam penyakit termasuk virus corona. Karena kita ketahui bersama bahwa Allah adalah sang pencipta sekaligus mengatur dan memberi solusi kepada hambanya jika hambanya tertimpa musibah.
Diketahui bersama bahwa wabah pandemi belum terjadi di zaman Nabi, tetapi Nabi Muhammad ﷺ sudah mengajarkan, kalau itu terjadi, bagaimana umatnya menyikapi. Nabi bersabda, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR al-Bukhari).
Hadist ini menjelaskan larangan memasuki wilayah wabah, agar tidak tertular. Begitu juga bagi yang sudah di dalam, tidak boleh keluar, agar tidak menularkan kepada yang lain. Kecuali, keluar dari wilayah itu untuk berobat. Ketika wabah terjadi di zaman Khalifah Umar saat itu wilayah wabahnya adalah Amawash, dekat Palestina, wilayah Syam. Umar pun menaati syariat dengan melaksanakan prinsip hadist ini dengan membatalkan kepergiannya ke lokasi wabah.
Keputusan untuk lockdown syari, akan diikuti oleh rakyat karena ketaatan mereka kepada pemimpin, terlebih mereka yakin bahwa Negara tak akan abai dan menempatkan izin Allah sebagai basis penentu penyembuh dan menghilangkan wabah berasal dari Allah sekaligus memberi solusi kepada hambanya jika terkena wabah ( covid-19).
Memang pemerintah sempat melakukan lock down bagi daerah tertentu yang terkena tinggi virus corona. Namun tindakan lock down yang dibuat tidak serius dan tuntas. Dengan alasan bahwa pemerintah tidak mampu menghidupi kebutuhan rakyat selama pandemi berakhir.
Sudah terlihat jelas bahwa Islam mengajarkan kepada manusia untuk selalu bergantung kepada Allah, segala sesuatu berasal dari Allah dan kembali kepada Allah. Juga bahwa permasalahan yang ada dimuka bumi harus diselesaikan dengan aturan dari Allah. Termasuk urusan lock down adalah vaksin Ampuh menumpas tuntas virus corona.
Wallahu A’lam Bishawab