Oleh : Yauma Bunga Yusyananda (Anggota Komunitas Ksatria Aksara Kota Bandung)
Bloomberg melakukan survei atas ketahanan negara dalam menghadapi Covid-19. Bloomberg merupakan perusahaan media massa multinasional di Amerika Serikat sejak tahun 1981. Mereka menilai dengan berbagai indikator, indikator tersebut yaitu mulai dari kualitas fasilitas kesehatan, cakupan vaksinasi, kematian, proses perjalanan hingga pelonggaran perbatasan. Dan Indonesia dinilai sebagai negara yang paling buruk dalam menangani Covid-19 oleh Bloomberg pada laporan hasil surveinya di tanggal 27 Juli 2021.
Dari 53 negara, Indonesia berada diperingkat terakhir berdasarkan analisis media Amerika Serikat tersebut, terutama dalam perihal ekonomi. Sedangkan Norwegia berada di peringkat tertinggi.
Untuk masalah kematian dan minimnya vaksinasi juga dialami oleh negara berperingkat rendah lainnya seperti Bangladesh, Filipina, dan Malaysia. Peringkat ketahanan Covid-19 di 53 negara disusun oleh Bloomberg untuk menggambarkan wilayah yang memiliki penanganan Covid-19 paling efektif meski ada gangguan sosial dan ekonomi.
Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Siti Nadia Tarmizi, menanggapi perihal tersebut bahwa baginya dan menurutnya kita semua belum ada jurus jitu yang mampu menangani covid, ia juga menyebutkan dua negara yakni bagian dari Australia, yaitu Sydney dan Inggris kembali lockdown. Maka ia berfokus yang terpenting Indonesia mampu untuk mengantisipasi lonjakan covid selanjutnya yang memungkinkan lebih banyak lagi. ( Tribunnews.com 31/07/2021 )
Sejatinya memang kita yang mengetahui keadaan lapangan lebih jauh lagi, tetapi menanggapi dengan berpikir sesuatu yang semakin parah walau variabelnya menunjukkan bisa terjadi bukanlah hal yang bijak.
Prediksi lonjakan seharusnya disertai juga dengan solusi yang solutif dengan menjamin kesejahteraan rakyat terutama perihal kesehatan dan ekonomi, bukan berlepas tangan dan tidak optimal untuk melayani rakyat. Jika kita mengingatkan lagi, bahwa hakikat pemimpin adalah melayani rakyat, mengurus rakyat sehingga kebutuhannya terpenuhi terutama dikala wabah. Namun mengapa tidak dilaksanakan? Karena demokrasi kapitalisme memutarkan anggaran hanya untuk segelintir orang saja, serta sumber daya alam yang seharusnya bisa sebagai sumber pendapatan negara diinvestasikan untuk asing bukan diputarkan anggarannya untuk dikelola sendiri dan hasilnya untuk menyejahterakan rakyat. Lingkaran demokrasi ini yang membuat negara bangkrut, karena negara juga harus berhutang pada asing, hutang ini yang mengikat negara-negara agar ada balas budi dan rela bekerjasama walau harus mengorbankan rakyat mereka.
Hal itu yang tidak ada dalam arah pandang Islam, jika sistem Islam yang diberlakukan maka pemimpin akan menyadari bahwa pertanggungjawaban atas kepemimpinannya akan dihisab di pengadilan akhirat nanti, tentu dengan menyelesaikan segala permasalahan yang ada sekarang dengan cara yang Allah ridhoi. Pribadi pemimpin lahir dari sosok yang faqih fiddin ( memahami agama ) dan taat pada Allah Subhana wa ta’ala, ia memahami bahwa memimpin untuk mengurus rakyatnya sesuai tuntutan yang diberikan Allah serta rasul Nya. Maka sudah saatnya kita tidak hanya menjadikan Islam sebagai agama saja, karena sejatinya Islam adalah pedoman hidup berbagai bidang yang mampu menyelesaikan masalah dengan solusi, hal tersebut yang ummat butuhkan.
Wallohu’alam bi ash shawab.