Oleh: Sri Rahayu (Institut Kajian Politik dan Perempuan)
Musuh Islam akhirnya gagal menempatkan kaum muslimin dengan sebutan teroris. Serentetan peristiwa, puncaknya adalah drama penabrakan gedung kembar WTC pada 11 September 2001 menjadi saksi. Akhirnya para musuh-musuh Islam merancang ulang strategi apa yang harus di lakukan.
Jualan ISIS (Islamic State in Iraq and Syria/ negara Islam di Irak dan Suriah) yang mereka gencarkanpun akhirnya mengalami kegagalan. Melalui mantan menteri luar negerinya sendiri AS menelanjangi diri sendiri di hadapan dunia tentang ISIS. Mantan menteri luar negeri AS, Hillary Clinton dalam memoarnya berjudul ‘Hard Choice’, ia, “telah mengakui dalam bukunya bahwa Amerika Serikat menciptakan Negara Islam dan berencana mengakui kehadirannya.” (https://m.republika.co.id/berita/internasional/timur-tengah/14/08/10/na2axy-hillary-clinton-akui-as-dirikan-isis-ini-klarifikasi-kedubes). AS telah mengeluarkan biaya besar, tetapi khilafah buatannya gagal mencapai tujuan, yaitu mencitraburukkan Islam.
Begitulah seringkali sebuah misi jahat dan buruk akan mereka ungkap sendiri. Setelah sebelumnya umat Islam pun mencium aroma busuk langkah mereka.
Kegagalan WoT (War on Terorism) mereka ganti dengan WoR (War on Radicalism) melalui ghazwu fikri (perang pemikiran). Mereka membidik muslim yang taat dan mereka cap sebagai radikal. Makna umum yang artinya bagus (mengakar) mereka selewengkan menurut syahwatnya. Siapapun yang berpegang teguh pada Islam, agama yang diturunkan kepada Rasulullah Saw merekalah radikal. Baik WoT maupun WoR pada hakikatnya sama, yaitu ‘War on Islam’
WoR menjelma dalam program yang mereka sebut deradikalisasi dan moderasi. Hingga pendidikanpun mereka jadikan sebagai sasaran program moderasi. Melalui kurikulum moderasi, yaitu dengan menghapus konten-konten yang mereka sebut terkait ajaran radikal dalam 155 buku pelajaran agama Islam.
Demikianlah perang pemikiran antara Islam dan selainnya kian kuat terjadi. Cara-caranya pun sangat nyata yaitu, ghazwu fikri dengan menyimpangkan istilah Islam dengan istilah Barat. Hal ini sebagaimana diungkap dalam ‘Harbu Musthalahah, Perang Tanpa Darah’. Harbu Musthalahah, bagian dari Ghazwu Fikri.
Dalam rangka melaksanakam program deradikalisasi dan moderasi inilah para pembenci dan musuh Islam terus memburu dan menempatkan khilafah dan jihad adalah ancaman. Padahal khilafah adalah ajaran Islam. Ketika mengkriminalkan khilafah pada hakekatnya mereka bukan memerangi para pejuangnya. Melainkan mereka menentang Allah Subhanahu wata’ala.
Mereka mengubur dalam-dalam bahkan membunuh istilah- istilah Islam agar generasi muslim asing, tak kenal dengan istilahnya sendiri. Akhirnya mereka menerima dan mengadopsi istilah fasad yang mereka hunjamkan kepada generasi Islam. Inilah yang disebut dengan program moderasi dan deradikalisasi. Sebagaimana upaya menghapus khilafah dan jihad dari buku pelajaran madrasah setelah sebelumnya berupaya menghilangkan konten-konten yang mereka sebut radikal.
Melihat begitu dahsyatnya perang pemikiran yang terus mereka gencarkan, lantas apa seharusnya sikap umat Islam?
Berikut adalah lima hal yang penting untuk dimiliki oleh muslim dalam menghadapi arus moderasi sebagai bagian serangan ghazwu fikri.
Pertama :
Umat Islam harus menyadari, jangan sampai mau menari diatas panggung dan gendang musuh-musuh Islam. Mereka memang menggunakan jurus untuk membius umat Islam dengan racun turunan ideologi sekuler. Yaitu kapitalisme, liberalisme, demokrasi, moderasi dan radikalisasi. Agar muslim lupa dan asing dengan agamanya. Racun ini sangat berbahaya, mematikan dan mudah mengena orang-orang yang lemah. Yang demi secuil tulang dunia mau bertukar aqidah.
Teruslah gencar para pengemban dakwah. Menyampaikan Islam ideologi, Islam politik yang mampu membangkitkan umat. Hingga barisan pejuang Islam sekaliber para sahabat.
Kedua :
Terus gencarkan Khilafah adalah junnah. Umat sangat rindu pada khalifah. Perisai sejati yang benar-benar melindungi. Pemimpin sebagai khadimatul ummah. Siapa yang tak mau, punya pemimpin junnah dan raa’in (pengatur urusan hajat hidup kita)
Ketiga :
Terus mengungkap pergolakan pemikiran. Karena musuh menebar serangan pemikiran. Tak mudah memang memahamkan pemikiran politik Islam di tengah kungkungan kapitalisme liberal. Tapi cara inilah yang membuat umat sadar. Sadar akan urusan hidupnya hanya akan terurusi dengan baik oleh khalifah sebagai junnah.
Apalagi umat merasakan betul kesempitan, penderitaan ketika hajat hidupnya diurusi rezim jahat produk sekuler kapitalisme, demokrasi liberal.
Keempat :
Terus mengungkap langkah-langkah musuh dan persekongkolan penguasanya. Dengan tujuan umat mengenali strategi serangan musuh, hingga siap menangkis dan mematikan balik kekuatan musuh.
Kelima :
Umat Islam harus bersatu, sebagaimana perintah Allah, QS Al Imran 103. Juga penggambaran umat Islam adalah ‘kal jasadi wahidah’ bagai tubuh yang satu. Satu bagian adalah penguat bagian lainnya. Satu sakit, bagian lainpun sakit.
Alhasil umat Islam sedang berproses melayakkan diri untuk menjadi hamba-hamba yang layak di tolong. Hamba-hamba yang istikamah dan sabar meniti jalan dakwah Rasulullah Saw, tanpa menyelisihi jalan walau seujung rambutpun. Wallahu a’lam bishawab.[]