Liberalisasi Perguruan Tinggi Ala Kampus Merdeka

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: ummu Azka

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim menyampaikan Program dan Kebijakan Pendidikan Tinggi bertajuk Merdeka Belajar: Kampus Merdeka di Gedung Kemendikbud, Jakarta, Jumat (24/1/2020) (Tirto id). Ini adalah program lanjutan dari konsep Merdeka Belajar yang sebelumnya telah digagas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
Terdapat empat poin dalam kebijakan Kampus Merdeka ini :

Pertama, kampus punya otonomi membuka program studi baru. Termasuk di dalamnya menerima masukan pembuatan kurikulum dari perusahaan dan juga organisasi sekelas PBB.

Perubahan kedua diberlakukan dalam proses akreditasi. Lewat Kampus Merdeka, akreditasi “bersifat otomatis.” Sementara sebelumnya akreditasi merupakan proses wajib yang diperbarui selama lima tahun sekali.

Ketiga, Nadiem akan mempermudah PTN Badan Layanan Umum (BLU) untuk menjadi PTN BH. Hingga saat ini, yang dapat menjadi PTN BH hanya perguruan tinggi berakreditasi A.

Poin keempat terkait sistem kredit semester (SKS). Poin ini berupaya untuk mengubah “definisi SKS,” kata Nadiem, yang tidak lagi diartikan sebagai “jam belajar,” tapi “jam kegiatan.”

Nadiem mengungkapkan kebijakan kampus Merdeka akan lebih “membebaskan kampus dari belenggu dan bisa bergerak lebih bebas”. Beberapa pengamat mengkritik kebijakan tersebut.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji mengatakan kebijakan Nadiem sangat berorientasi pasar bebas, terutama poin ketiga, yaitu mempermudah suatu kampus jadi PTN BH.

Dilansir dari  Tirto. id, Sabtu (25/1/2020), Ubaid mengatakan PTN BH itu sendiri adalah bentuk komersialisasi pendidikan tinggi yang “mengeksklusi anak-anak dari kalangan tidak mampu.” Mempermudah kampus berbadan hukum dianggap sama saja memperluas praktik komersialisasi pendidikan.

Pernyataan Ubaid selaras dengan tulisan Darmaningtyas dkk dalam buku Melawan Liberalisasi Pendidikan(2013). Di sana dijelaskan PTN BH–yang muncul pertama kali pascareformasi–pada dasarnya melepaskan tanggung jawab negara dalam menjamin pendidikan bagi warganya. Kampus-kampus PTN BH perlahan dicabut subsidinya oleh negara.

Sekretaris Jenderal Federasi Buruh Lintas Pabrik (FBLP), Dian Septi Trisnanti, juga mengkritik kebijakan ini, terutama mekanisme magang yang diperbanyak waktunya.

Menurut Dian Septi, saat ini sistem kerja magang tak ubahnya perbudakan karena ia hanya menyediakan tenaga kerja murah. Seorang buruh magang biasanya diupah jauh lebih rendah dari buruh biasa, meski beban kerjanya sama. Hal serupa kami temukan dan diangkat dalam laporan berseri pada 2017 lalu. Saat itu kami menemukan pemagangan hanya jadi celah sejumlah perusahaan licik untuk menghemat ongkos produksi.
.
Kebijakan Kampus Merdeka sarat dengan aroma liberalisasi pendidikan. Dibukanya keran pembuatan kurikulum oleh perusahaan bahkan organisasi dunia seperti PBB menjadi bukti bahwa negara ini telah menyerahkan tanggung jawab pendidikan terhadap asing. Kurikulum rancangan asing akan dibuat sedemikian rupa sesuai dengan tujuan mereka yakni melanggengkan imperialisme kapitalis seluler di dunia. Terlebih jelas tersirat bahwa konsep Kampus Merdeka merupakan regulasi sistemik yang dibuat agar memudahkan para kapitalis mendapatkan tenaga kerja terdidik namun dengan upah yang murah. Jika seperti ini apalagi yang diharapkan dari pendidikan sebagai sebuah elemen penting pembangun sebuah peradaban?
.
#Pendidikan Dalam Islam#
Islam mengatur pendidikan sebagai hak dari warga negara. Hal ini sejalan dengan seruan dinullah ini, bahwa menuntut ilmu merupakan kewajiban bagi setiap muslim
alaihi wa sallam,

طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ

”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. (HR. Ibnu Majah)

Allah SWT berfirman QS Al Mujadalah ayat 11.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللَّهُ لَكُمْ ۖ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ ۚ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

Artinya: Hai orang-orang beriman apabila dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”

Dalil tersebut menunjukkan pentingnya menuntut ilmu. Beberapa keutamaan orang berilmu pun dikisahkan secara masyhur dalam banyaknya periwayatan. Ketundukkan terhadap syariat pun memerlukan ilmu yang harus senantiasa diupayakan oleh setiap muslim.

Jelas sudah bahwa Islam memberikan tempat yang teramat istimewa bagi pendidikan. Dan negara dalam pandangan Islam adalah pelaksana seluruh hukum syariat. Oleh karenanya negara wajib mengadakan pendidikan yang berkualitas dan sesuai dengan tujuan menuntut ilmu yakni agar manusia memahami hakikat penciptaan dirinya, alam semesta dan kehidupan. Dengannya akan menjadi jawaban bagi fungsi penciptaan manusia di muka bumi.
Allah SWT berfirman dalam QS Adz Dzariat ayat 56:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

Arti:Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.
Wallahu alam bishshowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *