Legalisasi Aborsi: Beban Ganda Korban Perkosaan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Legalisasi Aborsi: Beban Ganda Korban Perkosaan

Oleh : Sriyama (Pegiat Literasi)

 

Miris, akhirnya pemerintah membolehkan tenaga kesehatan dan tenaga medis untuk melakukan aborsi terhadap korban tindak pidana perkosaan atau korban tindak pidana kekerasan seksual yang menyebabkan kehamilan. Hal itu diatur dalam aturan pelaksana Undang-Undang No 17 Tahun 2023 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (Tirto.ID, 29/7/2024).

 

Bahwa, “Setiap orang dilarang melakukan aborsi, kecuali atas indikasi kedaruratan medis atau terhadap korban tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lain yang menyebabkan kehamilan sesuai dengan ketentuan dalam kitab undang-undang hukum pidana,” dikutip dari Pasal 116. Dalam PP tersebut kedaruratan medis harus diindikasikan dengan kehamilan akibat tindak pidana perkosaan atau akibat tindak pidana kekerasan seksual, harus dapat dibuktikan dengan surat keterangan dokter atas usia kehamilan sesuai dengan kejadian tindak pidana perkosaan atau tindak pidana kekerasan seksual lainnya.

 

Hanya saja, Ketua MUI Bidang Dakwah, M. Cholil Nafis mengatakan bahwa pasal terkait aborsi dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan masih belum sesuai dengan ketentuan agama Islam. Ia menjelaskan aborsi hanya bisa dilakukan ketika terjadi kedaruratan medis, korban pemerkosaan dan usia kehamilan sebelum 40 hari atau sebelum peniupan ruh.

 

Sungguh miris, menyoal kebolehan aborsi yang dituangkan dalam undang-undang ini merupakan solusi bagi korban pemerkosaan. Padahal sejatinya tindakan aborsi justru menambah beban berat bagi korban. Sebab aborsi merupakan tindakan yang penuh dengan resiko. Aborsi adalah merupakan pembunuhan janin atau pengguguran kandungan sehingga pelaksanaanya harus merujuk pada hukum Islam.

 

Sebagaimana dalam pandangan Islam bahwa aborsi adalah perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT, kecuali dalam kondisi darurat yang dibolehkan oleh syara. Banyaknya kasus pemerkosaan di negeri ini menunjukkan ketidakmampuan negara memberikan jaminan keamanan bagi perempuan.

 

Meski undang- undang tersebut telah diberlakukan, nyatanya perlindungan perempuan dari kekerasan seksual belum juga terselesaikan. Sbaliknya yang terjadi kekerasan seksual justru semakin menjamur dimana-mana. Oleh karena itu, negara harus melakukan pencegahan dan jaminan keamanan yang kuat bagi perempuan, bukan sebatas teori belaka dan minim realisasi.

 

Satu yang mustahil untuk menyelesaikan problem kekerasan seksual bagi perempuan dalam sistem kapitalisme terwujud. Sstem ini justru biang dari pada berbagai masalah termasuk masalah pemerkosaan di negeri ini.

 

Dari segi cara pandang sistem sekuler telah menjadikan manusia bahwa sumber kebahagiaan dipandang dari kepuasan jasadiyah semata, termasuk kepuasan seksual. Sistem Ini juga membentuk kepribadian manusia berperilaku bebas yang mengabaikan peran agama dalam membentuk perilaku masyarakat. Sehingga tidak heran masyarakat mudah sekali melakukan kekerasan ataupun kejahatan.

 

Mirisnya lagi, dari sisi hukum yang diterapkan oleh negara sangatlah lemah dan sama sekali tidak memiliki efek jera bagi pelaku kejahatan sehingga dampaknya masyarakat bisa menjadi sumber penyebarluasan kerusakan dan negara bebas melegalisasi kemaksiatan. Penerapan sistem kapitalisme telah nyata gagal memberikan jaminan perlindungan bagi perempuan.

 

Berbeda dengan sistem Islam, bahwa sistem Islam mampu memberikan jaminan perlindungan keamanan bagi perempuan meski dalam kondisi yang sangat genting sekalipun. Tentu jaminan ini tidak terlepas dari cara pandang Islam terhadap perempuan, bahwa mereka adalah makhluk Allah yang harus dipenuhi hah-haknya serta dijaga kehormatannya.

 

Dalam Islam ada beberapa mekanisme yang harus dijalankan oleh negara sesuai dengan tuntunan syariat Islam diantaranya pertama, Islam menerapkan sistem pendidikan Islam yang mengharuskan terbentuknya kepribadian Islam yang menuntun individu berperilaku sesuai dengan tuntunan Islam sehingga mampu mencegah terjadinya pemerkosaan dan pergaulan bebas.

 

Mekanisme kedua, Islam menerapkan sistem pergaulan yang mengatur interaksi antara laki-laki dan perempuan baik dalam ranah sosial maupun privat. Islam memerintahkan baik laki- laki maupun perempuan menutup aurat dan melarang segala sesuatu yang merangsang seksualitas karena kejahatan seksual dipicu dengan rangsangan dari luar yang bisa memunculkan naluri seksual.

 

Islam pun membatasi interaksi antara laki- laki dan perempuan kecuali dalam beberapa aktivitas yang dibolehkan. Interaksi tersebut seperti pendidikan di sekolah, kegiatan ekonomi di pasar, dan layanan rumah sakit atau klinik.

 

Mekanisme ketiga, Islam memiliki sistem kontrol sosial yakni berupa perintah amar ma’ruff nahi mungkar, saling menasehati dalam hal kebaikan dan ketakwaan serta menyelisihi dalam bentuk kemaksiatan. Hal ini dilakukan dengan cara yang ma’ruf.

 

Mekanisme yang keempat, Islam memuliakan perempuan dan memberikan jaminan keamanan atas perempuan melalui sistem sanksi yang tegas dan menjerakan. Islam menetapkan sanksi bagi perkosaan berupa had zina yakni dirajam atau dilempari batu hingga mati. Jika pelakunya muhshan (sudah menikah) dan dijilid atau dicambuk 100 kali dan diasingkan selama setahun jika pelakunya ghairu muhshan atau belum menikah.

 

Semua bentuk sistem sanksi dalam Islam ditegakkan bertujuan sebagai penebus dosa bagi pelaku kemaksiatan diakhirat ( jawabir) dan sebagai pencegah (zawajir) orang lain melakukan kejahatan yang sama agar jera. Inilah ciri khas dari penerapan sistem uqubat atau sistem sanksi Islam yang hanya bisa dilakukan oleh negara yang menerapkan sistem pemerintahan Islam, bukan kelompok Islam atau personal.

 

Jika masih terjadi pemerkosaan, Islam mewajibkan negara menjaga dan melindungi perempuan korban pemerkosaan sesuai dengan tuntunan Islam termasuk jika korban hamil, sebagaimana secara fiqih, Islam membolehkan aborsi jika kehamilan belum berusia 40 hari. Namun hal ini boleh dilakukan jika dalam kondisi darurat yang ketentuannya diatur syariat.

 

Sebagai pengurus umat, tentunya negara akan melakukan kontrol yang ketat terhadap umat khususnya perempuan dan generasi agar terhindar dari berbagai kemaksiatan yang bisa mengantarkan kepada aktivitas kemaksiatan. Sungguh kemuliaan perempuan hanya ada dalam sistem pemerintahan Islam.

 

Wallahu’alam bishowab[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *