Le Pen Tumbang, Tidak Meredam Gerakan Anti-Islam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Neng Erlita (Pontianak-Kalbar)

 

Kampanye anti-Islam diprediksi telah memicu kekalahan Marine Le Pen, tokoh oposisi sayap kanan di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2022, Minggu, 24 April 2022. Dikalahkan oleh petahana Emmanuel Macron, Le Pen menyatakan, bahwa jika terplih sebagai Presiden Prancis maka dia bakal memberlakukan suatu undang-undang, yang melarang pemakaian hijab di tempat umum. Kampanye ini akhirnya membuat Le Pen dikalahkan oleh petahana Presiden Prancis ini (kalbarterkini.pikiran-rakyat.com, 27/4)

Keluar dari mulut harimau, hampir masuk ke dalam mulut buaya dan akhirnya masuk ke mulut harimau. Mungkin itu ungkapan yang cukup representatif meskipun modifikatif dari berita tersebut. Bagaimana tidak, Le Pen yang dalam setiap kampanyenya menampakkan kebenciannya terhadap Islam dan kaum muslimin. Bahkan agenda kedepannya, regulasi yang ingin diterapkan benar-benar mencederai ummat Islam, harus gagal dari sang petahana dalam bursa capres Perancis. Namun sang petahana Macron, apakah sahabat baik bagi Islam dan kaum muslimin?

Macron mencuat kala dia mengeluarkan pendapat berkenaan dengan Charlie Hebdo yang kembali menerbitkan karikatur Nabi Muhammad sehingga menimbulkan kontroversi beberapa tahun lalu. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan bahwa bukan tempatnya untuk mengomentari diterbitkannya lagi karikatur Nabi Muhammad di Majalah Charlie Hebdo. Ia hanya berkata bahwa warga Prancis memiliki hak untuk berpendapat, namun jangan sampai pendapat tersebut memicu dialog kebencian.

Beberapa saat setelahnya, Jumat (2/10/2020) voanews[dot]com melansir artikel berjudul Islam in ‘Crisis All Over the World’, France’s Macron Says. Berita ini mengungkap pidato Presiden Prancis Emmanuel Macron yang menyebut bahwa Islam adalah agama yang sedang ada dalam krisis di seluruh dunia., termasuk di negara-negara yang mayoritas penduduknya muslim.

Tidak hanya itu, Macron pun meluncurkan undang-undang, yang awalnya bernama UU antiseparatisme dan berakhir menjadi undang-undang untuk Memperkuat Prinsip Republik. Hakikatnya UU ini adalah untuk deislamisasi. Sebagai bukti, implementasi aksi UU ini adalah pendataan masjid, sertifikasi imam, melarang homeschooling, bahkan organisasi-organisasi Islam yang menerima dana dari negara harus menandatangani perjanjian yang sangat sekuler.

Kalau kita perhatikan, implementasi UU yang dikeluarkan Presiden Prancis ini nampaknya tidak jauh berbeda dengan negeri ini. Dan kalau kita telusuri lebih jauh, secara global memang itulah yang diaruskan di seluruh dunia. Termasuk negeri-negeri Islam yang berkiblat ke barat, agenda antiradikalisme, GWoR.

Muslim Perancis tidak akan berbeda kondisinya dipimpin oleh siapapun. Karena kenyataannya, siapapun yang menang maka mereka harus menjalankan sistem yang sangat berbeda dengan Islam, sistem sekuler liberal yang sangat hipokrit. Maka promosi Islamophobia melalui kampanye GWoR adalah langkah strategis untuk menghambat atau bahkan menghalau tumbuh suburnya populasi muslim di 30 negara Eropa yang diprediksi melalui survei Pew Research Center tahun 2017 meningkat 2x lipat sampai tahun 2050. Masihkah kita berharap?

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *