Lagi-Lagi Korupsi Terulang Seolah Menjadi Tradisi Demokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Lagi-Lagi Korupsi Terulang Seolah Menjadi Tradisi Demokrasi

Oleh Khatimah

Ibu Rumah Tangga dan Pegiat Dakwah

 

Nilai kejujuran dalam sistem Demokrasi menjadi hal langka untuk diterapkan bahkan seperti sebuah ilusi saja. Itulah kata yang layak untuk menggambarkan bagaimana sakitnya negeri ini, yang sedang dilanda krisis kejujuran. Lagi-lagi kasus korupsi kini terulang kembali dan sepertinya sudah menjadi tradisi demokrasi.

Kementerian BUMN (Badan Usaha Milik Negara) Erick Thohir bersuara dan menghormati mengenai langkah Kejaksaan Agung yang menetapkan Direktur Utama PT Waskita Karya (Persero) Destiawan Soewardjono menjadi tersangka kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan fasilitas pembiayaan. (Jakarta CNNIndonesia, 29/04/2023)

Destiawan Soewardjono selaku Direktur Utama Waskita Karya, kini telah ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi, karena didapati fakta jika ia memiliki pundi-pundi kekayaan yang fantastis. Berdasarkan situs Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diakses oleh Katadata.co.id pada Sabtu (29/4), Destiawan tercatat memiliki total kekayaan bersih senilai Rp26,97 miliar hingga akhir Desember 2021. Jumlah ini naik dari periode akhir Desember 2020 yang tercatat sebesar Rp25,80 miliar. (Katadata.co.id 29/04/2023)

Korupsi dikatakan pula sebagai perbuatan buruk atau penyelewengan dana, wewenang, dan waktu untuk kepentingan pribadi sehingga menyebabkan kerugian bagi orang lain. Selain itu perilaku tersebut merupakan bentuk pencurian melalui penipuan dalam situasi yang mengkhianati kepercayaan.

Inilah sistem Demokrasi yang melahirkan kapitalisme, di mana segala sesuatu diukur dengan materi. Tidak penting harta itu dari mana, selagi menguntungkan dan menyejahterakan maka akan dilakukan meskipun harus mengambil langkah haram. Seperti yang sebelumnya diungkapkan bahwa korupsi itu sama seperti halnya pencuri, lalu bagaimana bisa mereka yang memiliki pengetahuan yang luas bisa melakukan hal serendah itu. Inilah yang terjadi pada manusia saat diberikan kewenangan, mereka melupakan batasan demi untuk kesejahteraan diri sendiri dan keluarganya.

Meskipun ada badan khusus menyelesaikan korupsi, namun faktanya kasus ini terus berulang seolah menjadi tradisi yang tak terpisahkan dalam sistem demokrasi kapitalisme. Penegakan hukum di negeri ini tidak mampu memberikan efek jera bagi para pelaku, meskipun Indonesia adalah negara hukum. Sudah menjadi rahasia umum jika hukum negeri ini membuka peluang bagi mereka yang ingin melakukan kejahatan, karena hukum yang diterapkan tidak mampu memberikan rasa takut ataupun penyesalan, bahkan banyak keringanan melalui remisi. Apalagi bagi para koruptor yang mendapat fasilitas seperti suasana di rumah ataupun di hotel, sehingga wajar kasus demi kasus terus berulang.

Di sisi lain rendahnya ketakwaan individu, sehingga kehilangan rasa takut terhadap perbuatan haramnya, ini menjadi salah satu bukti rusaknya moral yang dimiliki individu negeri ini. Membuat akal sehatnya tidak memiliki rasa peduli bahkan malu atas perbuatannya.

Hukum buatan manusia, terbukti menghasilkan kemudaratan yang terus muncul di tengah masyarakat. Penuh kekurangan dan tidak ada penyelesaian yang mengakar. Ditambah dengan penegak hukum yang sulit untuk menghindar dari kongkalikong dalam kasus. Jika ada uang maka semua akan dimudahkan bahkan bebas dari jeratan hukum.

Sistem Islam berbeda dengan hukum buatan manusia. Karena jelas pembuat hukum di dalamnya adalah Rabb pencipta manusia dan alam semesta, jadi mustahil jika tidak mendatangkan kemaslahatan bagi seluruh alam dan isinya. Dalam sistem Islam korupsi sama seperti pencuri, maka jelas Allah Swt. telah menetapkan hukuman tegas bagi pelakunya agar menjadi efek jera.

Allah Swt. berfirman yang artinya:

“….Jika didapati laki-laki dan perempuan yang mencuri, maka potonglah tangan keduanya sebagai tanda pembalasan dan siksaan bagi perbuatan yang mereka kerjakan.” (Q.S Al-Maidah:38)

Tindakan korupsi yang terjadi di Indonesia merupakan kejahatan yang luar biasa kezalimannya, karena dapat menimbulkan kerusakan dan kerugian yang besar bukan hanya bagi negara saja namun bagi rakyat. Maka bentuk hukumannya bisa lebih besar hingga berupa hukuman mati.

Allah Swt. menegaskan:

“Bagi orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan yang berbuat kerusakan di muka bumi, maka hukumannya harus dibunuh atau disalib bisa juga dengan dipotong tangan dan kaki mereka dengan menyilang, atau diasingkan dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar.” (Q.S Al-Maidah:33)

Inilah keadilan hukum yang berasal dari Allah Swt., yang mampu menyelesaikan setiap persoalan kehidupan termasuk kasus korupsi. Hal ini akan terwujud, jika negara menerapkan aturan Rabb-Nya. Hanya dalam sistem Islam, maka ketakwaan individu, masyarakat dan negara akan terjaga wibawanya, sehingga akan terjauh dari sikap kriminal.

Wallahu a’lam bish shawwab

 

 

 

 

 

 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *