Kurangnya “Sense Of Crisis” Penguasa di Sistem Kapitalis Sekuler

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ira Rahmatia (Aktivis Dakwah Nisa Morowali)

 

Kebijakan PPKM yang kian berganti tak juga membuat pandemi berakhir, malah sejumlah virus yang bermutasi kian menggerogoti manusia-manusia pribumi. Tak pandang bulu, pandemi kini bagai monster yang siap setiap saat memangsa manusia yang terinfeksi karenanya. Mirisnya dengan berbagai macam persoalan negeri, para penguasa dinilai kurang memiliki “Sense Of Crisis”.

Sebagaimana yang di lansir dari Tempo.co, Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad menyoroti sejumlah Menteri di Kabinet Presiden Joko Widodo yang masih melakukan perjalanan ke luar negeri ditengah PPKM Darurat. Tauhid mengatakan perilaku para Menteri ini belum menunjukkan adanya sense of crisis. (28/7/2021)

Bukan hanya itu, salah satu anak menteri pun melakukan perjalanan ke luar negeri untuk berhoneymoon sehingga sempat disinggung oleh Ketua Departemen Politik DPP PKS bahwa Menteri presiden Jokowi tidak memiliki empati terhadap kesusahan rakyat (Suara.com, 16/7/2021 )

Beda cerita tapi sama rasa, Bintang emon juga menyindir salah satu Menteri Indonesia saat tengah pemberlakuan PPKM Darurat yang menghabiskan waktunya menonton film Ikatan Cinta.

Bintang Emon juga menyayangkan pengakuan disampaikan di tengah kondisi negara krisis akibat pandemi Covid-19. (Suara.com, 17/7/2021)

Nah, terlihat jelas ketidakpekaan penguasa selama pandemi berlangsung. Ada yang bersantai ria karena tak perlu memusingkan menu apa yang hendak ia makan hari ini. Cukup duduk dihadapan televisi, menghabiskan waktu dalam kesenangan. Berbeda dengan masyarakat kecil, yang kebutuhan pokoknya bergantung pada penghasilan harian, tidak kerja sama dengan tidak makan. Tidak makan bisa jadi mati kelaparan. Sebagaimana yang dialami salah satu penjual yang tetap membuka warungnya ditengah PPKM karena mencari penghasilan harian, malah setiap kursi dan barang dagangannya diangkut paksa oleh petugas secara paksa, bahkan salah satu penjual dikenai denda sebesar lima juta rupiah.

Serba-serbi masalah yang muncul karena sistem kapitalis sekuler juga demokrasi yang diterapkan. Dalam pemerintahan berbasis sekulerisme yang mana memisahkan agama dari kehidupan bernegara, pemimpin yang ada tidak hadir sebagai pengurus urusan rakyat.

Yah, memang begitu adanya karena politik dalam demokrasi bertujuan untuk berebut kursi kekuasaan, sedang dalam islam poliltik diartikan sebagai pengurus urusan rakyat.
Salah satu contohnya saat kasus Covid-19 melonjak signifikan, peran dan kehadiran Menteri di dalam negeri sangat diperlukan untuk berkoordinasi dengan kementerian atau lembaga lainnya.

Para Menteri harus berjaga untuk memastikan penanganan wabah berjalan dengan tepat. Persoalan seperti kelangkaan oksigen hingga minimnya kapasitas kamar rumah sakit yang menampung pasien juga harus menjadi titik fokus pemerintah. Bukan asyik melewatkan hari demi hari dalam kesenangan sedangkan rakyat kesusahan.

Dalam Islam, kemarau panjang pernah melanda wilayah pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab sehingga terjadi kelaparan dimana-mana. Khalifah Umar Bin Khattab pun memberikan keteladanannya pada kondisi seperti itu.

Dalam sebuah buku yang berjudul “Sang Legenda Umar bin Khattab” karya Yahya bin Yazid al-Hukmi al-Faifi disebutkan, ketika rakyat sedang dilanda kelaparan, Umar bin Khattab selaku Khalifah naik mimbar dengan perut yang keroncongan untuk berpidato. Ia mengatakan kepada perutnya, “Hai, perut, walau engkau terus meronta-ronta, keroncongan, saya tetap tidak akan menyumpalmu dengan daging dan mentega sampai umat Muhammad merasa kenyang”.

Bahkan dalam riwayat lain dari Ibnu Sa’ad disebutkan, pada masa musim kemarau yang kering, Umar bin Khattab pernah melihat seorang anaknya memegang semangka. Umar kemudian berkata kepada anaknya, “Celaka! Seorang anak Amirul Mukminin makan buah semangka, sedangkan umat Muhammad kurus kelaparan.”

Begitulah seharusnya pemimpin dalam Islam yang tidak memperlihatkan kesenangan hidupnya sementara rakyatnya kelaparan.
Hanya Khilafah Islamiyah segala permasalahan ini bisa diselesaikan dan kembali hidup dalam kedamaian juga kesejahteraan.

Wallahu a’lam bissowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *