Kuasa Korporasi dan Bobroknya Birokrasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Bunda Sayyidah

Akhirnya setelah 11 tahun melenggang, buron Djoko Tjandra berhasil kembali dibekuk oleh pihak berwajib. Drama penangkapan yang cukup panjang, setelah pergi kabur-kaburan dengan berbagai kemudahan yang didapat pada akhirnya tertangkap juga.

Kasus ini bermula ketika Direktur PT Era Giat Prima itu dijerat dakwaan berlapis oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ridwan Moekiat, sebagaimana diberitakan Harian Kompas, 24 Februari 2000.
Dalam dakwaan primer, Djoko didakwa telah melakukan tindak pidana korupsi berkaitan dengan pencairan tagihan Bank Bali melalui cessie yang merugikan negara Rp 940 miliar. Meski Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang saat itu diketuai oleh R Soenarto memutuskan untuk tidak menerima dakwaan jaksa tersebut.
Kemudian, Oktober 2008 Kejaksaan mengajukan PK ke Mahkamah Agung. MA menerima dan menyatakan Djoko Tjandra bersalah dan dijatuhi hukuman dua tahun penjara dan harus membayar denda Rp 15 juta serta uangnya di Bank Bali sebesar Rp 546 miliar dirampas untuk negara.

Sayangnya sehari sebelum putusan MA pada Juni 2009, Djoko diduga kabur meninggalkan Indonesia dengan pesawat carteran dari Bandara Halim Perdanakusuma menuju Port Moresby, Papua Nugini.
Kemudian banyak lagi yang sudah dilakukannya demi memuluskan pelarian, seperti berupaya pindah kewarganegaraan. Djoko pun sempat membuat eKTP dan paspor untuk mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, akhirnya pada Kamis (30/7/2020) Djoko Tjandra berhasil ditangkap Bareskrim Polri di Malaysia setelah menjadi buronan selama 11 tahun.

Pelarian panjang yang disinyalir banyak melibatkan aparat ini tak ayal membuat kita terperangah, begitu mudahnya hilir mudik dari satu negara ke negara lain padahal statusnya buron, cukuplah menjadi bukti betapa berkuasanya para korporat dinegeri ini sehingga dengan mudahnya mengendalikan beebagai pihak bahkan memandulkan pengadilan dalam memberi sanksi.
Kenyataan inipun menguatkan gambaran betapa bobroknya birokrasi saat ini, yang salah dibuat benar dan tak ragu untuk dipalsukan.

Namun wajar adanya ketika kita berjalan dalam aturan kapitalisme, segala cara bisa dihalalkan asal tujuan tercapai, tanpa mengindahkan siapa yang dirugikan atau yang menjadi korban. Berbeda ketika Islam dijadikan standar, jelas mana yang benar dan mana yang salah, keadilan untuk semua warga negara, tidak tebang pilih sesuai dengan dana yang ada. Prinsip dalam Islam yaitu senantiasa memudahkan, praktis dan sederhana sesuai dengan apa yang Allah perintahkan, tipe birokrasi yang cepat dan tepat sehingga tak satupun masalah dibiarkan berlarut-larut, akan selesai dengan efek menjerakan bagi yang lainnya dan tentu saja menyelamatkannya dari siksa api neraka. Inilah sistem Islam yang memberikan rahmat bagi seluruh alam.

Allahua’lam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *