Oleh : Ratna Sari (Mahasiswi Bengkulu)
Potret krisis pangan merupakan persoalan yang sering terjadi di tengah masyarkat. Disatu sisi bahan pangan hanya menumpuk pada orang-orang kaya kapitalis. Sedangkan disatu sisi pula sering kita dapatkan berita yang menyenyayat hati. Kesenjangan sosial semakin menjadi, ancaman kelaparan melanda negeri-negeri miskin.
Dikutip dari Republika.co.id, 30/05/2020. Suriah mengalami krisis pangan yang belum terselesaikan hingga kini. Saat ini roti telah menjadi bahan pokok di suriah. Sebelum 2011, negara ini mampu memproduksi cukup gandum untuk memenuhi kenutuhan konsumen roti dalam negeri. Namun, sejak perang berkecamuk di suriah, produksi dan persedian roti pun mulai menipis.
Berdasarkan laporan Human Rights Watch, konflik bersenjata selama satu dekade telah menyebabkan kekurangan gandum yang parah di Suriah akibat lahan-lahan pertanian semakin sedikit. Selain itu, banyak pula toko roti yang ikut hancur dan tidak dapat beroperasi selama konflik. Kondisi itu diperparah dengan kebijakan distribusi roti yang diskriminatif, yang mana ada pembatasan jumlah roti bersubsidi yang dapat dibeli warganya. Roti pun menjadi barang yang diperebutkan di Suriah, banyak orang yang melakukan perjalanan melalui pos pemeriksaan untuk sekadar mendapatkan roti.
Sementara yang lainnya, berdesakkan menunggu di depan toko roti. Padahal, seringkali tidak ada cukup roti untuk semua orang yang telah mengantre. Pejabat Suriah mengatakan, yang diprioritaskan adalah memastikan setiap orang memiliki cukup roti, tetapi tindakannya menunjukkan sebaliknya.
“Jutaan orang kelaparan di Suriah, sebagian besar karena kegagalan pemerintah untuk mengatasi krisis roti yang ditimbulkannya,” ujar Sara Kayyali, peneliti Suriah di Human Rights Watch.
Selain itu warga di Myanmar juga mengalami krisis pangan hingga kelaparan mengancam jutaan warganya. Dikutip dari Lenterasultra.com, 29/05/2021. Program-program dunia (WFP) mendengungkan bahwa jutaan warga di myanmar kini menghadapi ancaman krisis pangan dan kelaparan eksterim.
Suriah dan Myanmar merupakan kedua contoh negara yang mengalami krisis pangan sehingga kelaparan mengancam. Adanya sekat nasionalis membuat negara-negara tetangga bungkam dan abai. Pun kapitalisme mencengkram SDA negara yang berkembang. Sehingga si kaya semakin sejahtera, sedangkan si miskin semakin menderita. Lain halnya pula dengan negara, dimana negara sering kali tak berjalan sesuai dengan fungsinya. Urusan rakyat selalu dijadikan nomer akhir. Sehingga tak heran lagi adanya darurat pangan dan kemiskinan ada di mana-mana.
Padahal dalam Islam jelas adanya mekanisme dalam penggunaanya, yakni dengan memanfaatkan harta yang ia miliki untuk kepentingan diri sendiri maupun orang lain. Sehingga sikap tidak peduli dengan tetangga merupakan hal yang di benci Rasulullah SAW. Sebagaimana Nabi SAW bersabda : “Tidak beriman kepadaku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedangkan tetangganya kelaparan di sisinya dan ia tahu.” (HR. Al-Bazzar).
Negara juga sangat berperan penting dalam menjamin kebutuhan-kebutuhan pokok setiap rakyatnya, pun juga menjamin adanya peluang setiap individu rakyat untuk memenuhi kebutan lengkapnya dari level terendah hingga yang tertinggi. Namun, karena adanya cengkraman kapitaslisme yang bercokol disetiap negara membuat fungsi negara hanya sebagai regulasi sehingga tidak berjalan sebagai pengayom rakyat.
Berbeda dengan sistem Islam, dimana rakyat akan selalu diperhatikan baik kebutuhan vital dari level terendah hingga yang tertinggi. Termasuk juga menjamin kemanan, pendidikan dan juga kesehatan. Negara yang menerapkan Syariat Islam sebagai pegangan dan tumpuan akan senatiasa menjadikan rakyatnya sabai tanggungjawab penuh, sehingga negara akan semaksimal mungkin untuk mengayomi dan melindungi rakyatnya dengan sebaik mungkin.
Sebagaimana pada masa kepemimpian Islam di bawah pimpinan Khalifah Umar bin Khatab. Beliau patut dijadikan panutan dalam memimpin dan menerapkan syariat Islam. Ia akan senatiasa mendahulukan rakyatnya dibandingkan mendahulukan kebutuhannya. Bahkan khalifah Umar tidak akan makan sebelum seluruh rakyatnya kenyang. Sang khalifah juga sangat sederhana, baik dalam berpakaian dan juga rumah yang ia punya. Makanan yang ia makan juga sama halnya dengan rakyatnya, yaitu makan makanan roti dan juga minyak zaitun.
Begitupun pada saat terjadinya kekeringan yang melanda dunia Arab saat itu. Hingga membuat sebagian masyarakat hijrah ke ibu kota pemerintahan di bawah kepemimpinan Umar bin khatab untuk mendapatkan bantuan. Dengan senang hati sang khalifah menerima dengan tangaan terbuka. Selain itu dengan gesitnya pula khalifah Umar menuliskan surat kepada wali di wilayah lain, untuk meminta bantuan berupa kebutuhan makanan. Pada saat itu yang menjadi gubernur Saat bin Abi Waqas. Sehingga sang gubernur langsung mengirimkan bantuan yang diminta Khalifah.
Begitulah peran pemimpin dan negara, gesit dalam membantu rakyatnya apa bila ada yang mengalami kesulitan. Maka pentingnya junnah pelindung agar dapat melindungi rakyatnya dari segala macam keterpurukan. Sistem yang baik dan juga pemimpin yang terikat dengan hukum Allah tentu akan memikirkan nasib rakyatnya, menyayomi dan senatiasa bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Karena ia tau bahwa segala kepemimpinan yang ia jalankan dan lalukan kelak akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat nanti. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :
“Imam (Kahlifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia akan bertanggungjawab atas pengurusan rakyatnya” (HR. Al-Bukhari).
Wallahu’Alam Bissawab.