Koruptor Makin Sakti, Rakyat Makin Terkuliti

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Fitriyah Permata (Pemerhati sosial)

Pemberitaan media masa ramai oleh kedatangan “maling” uang rakyat alias koruptor kelas kakap Djoko Tjandra yang merugikan uang negara sekitar 900 Milyar. Djoko Tjandra juga telah buron dari tahun 2009 sebagaimana dikutip dari kompas.com 17/07/2020. Hebatnya, tiba-tiba dia bisa pulang ke Indonesia dengan begitu mudahnya, bahkan lolos dari pemeriksaan imigrasi ataupun aparat keamanan.

Setelah ditelusuri, Djoko Tjandra bisa melenggang pulang dengan surat jalan yang ditandatangani oleh seorang Brigjen kepolisian, dimana dia ditulis sebagai konsultan( nasional. tempo.co 16/07/2020.) Bagaimana bisa seorang buronan kelas kakap bisa mendapatkan surat jalan? Sungguh koruptor di negeri ini menjadi kian sakti, sulit terdeteksi.

Sistem kapitalis membuat “uang” menjadikan seseorang bisa melakukan apa pun, termasuk meloloskan diri dari hukum. Kapitalisme membuat seorang yang berkuasa haus untuk bisa mendapatkan banyak keuntungan. Kapitalisme telah menjadikan “harta” sebagai tolak ukur kesuksesan, wajar jika seseorang mudah tergiur untuk meraup harta dengan cara yang mudah.

Tak hanya Djoko Tjandra yang telah mencuri uang rakyat, telah banyak kasus lain yang dilakukan pejabat negara. Bagaimana hal itu tidak terjadi? Jika untuk melenggang meraih kekuasaannya,mereka harus mengeluarkan dana kampanye yang sangat fantastis. Para pemodal mereka jelas tak mau rugi, mereka mau modal mereka kembali. Tak hanya modal yang ingin kembali, keuntungan pun tak lupa untuk diraih. Kisah korupsi ini sudah tak asing lagi di negeri ini. Beginilah wajah asli sistem kapitalisme.

Uang negara makin terkorupsi, utang luar negeri selalu menjadi solusi. Saat utang negara makin melambung, harga barang makin naik, pajak pun ikut naik. Rakyat terus dipaksa membayar banyaknya iuran, tetapi mereka tak merasakan hasilnya. Malah yang ada uang negara terus dicuri. Ketika koruptor makin sakti, rakyatlah yang makin terkuliti.

Dalam Islam seseorang yang hendak berkuasa tak perlu mengeluarkan dana kampanye, sebab pemilihannya saja hanya 3 hari, tak boleh lebih. Pemimpin negara dalam Islam tak digaji, sebab bukan aqod ijaroh, Khalifah hanya ditanggung biaya hidupnya dan keluarga seperti rata-rata kehidupan rakyatnya. Seorang khalifah dipilih bukan hanya karena kecakapan bernegara, tetapi juga keahliannya dalam beragama. Sebab Khalifah hanya akan menjalankan aturan Allah.

Islam tidak menjadikan harta sebagai tolak ukur kesuksesan kehidupan, tetapi amal solih dan ridho Allah lah yang diraih. Dalam sistem Islam akan tercipta lingkungan yang mendorong masyarakatnya beramal solih, bukan sekedar berlomba menumpuk materi. Dalam sistem Islam juga terdapat hukuman yang berat untuk para pencuri uang rakyat. Pencuri yang senilai 1 dinar saja sudah boleh untuk dipotong tangan, apalagi yang bermilyar-milyar. Hukuman itu membuat efek jera bagi pelaku.

Ketika kapitalisme begitu nyaman untuk para koruptor berkuasa, masihkah mempertahankannya??

Wallahua’lam bishowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *