Korupsi Butuh Solusi Radikal

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Novianti

Siapapun yang masih berfikir jernih pasti sangat muak dengan perilaku korupsi di negara ini. Belum selesai satu kasus, menyusul kasus lainnya. Uang yang dikorupsi bukan lagi jutaan bahkan sudah trilliunan seperti yang terjadi pada kasus Jiwasraya dan Asabri. Para pelakunya bukan orang miskin yang tak bisa makan melainkan para pejabat yang hidupnya sudah berkecukupan.
Korupsi bagaikan serangan rayap yang menghancurkan bangunan negara. Uang rakyat dirampok dan ini tentu berdampak pada keuangan negara.

Para nasabah Jiwasraya menuntut haknya tapi dananya tidak ada. Kementerian Keuangan berencana memilih opsi penyelamatan Jiwasraya pada APBN dengan dana talangan (bailout) sebagaimana yang dilansir dalam https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d-4879612/pilih-selamatkan-jiwasraya-atau-tenaga-honorer-ini-kata-sri-mulyani.

Kementrian Keuangan memilih tenaga honorer dihapuskan agar beban APBN tidak terlalu berat. Ini telah disepakati oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Komisi II DPR RI. Dengan adanya penghapusan tenaga honorer, beban negara berkurang sebagaimana yang diberitakan dalam https://m.liputan6.com/news/read/4166050/sepakat-dihapus-begini-nasib-tenaga-honorer.

Tapi kebijakan ini menambah beban rakyat khususnya para tenaga honorer. Padahal tenaga honorer telah membantu tugas negara seperti para guru yang tersebar di berbagai pelosok negeri. Mereka rela mengajar dengan gaji yang jauh dari cukup. Ini baru satu fakta betapa korupsi telah menjadikan rakyat sebagai korban.

Lembaga KPK yang diharapkan mampu menghabisi korupsi makin melempem terutama setelah adanya undang-undang baru yang membonsai kewenangannya. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun tidak mampu mengawasi sehingga mega korupsi tetap terjadi di beberapa perusahaan milik negara . Lantas bagaimana solusinya? Mengapa korupsi tak bisa dibabat tuntas?
Dipandang dari sudut Islam, ada 2 masalah utama yang menyebabkan korupsi tetap subur menjamur di Indonesia.

Pertama, korupsi menjadi suatu keniscayaan karena kita hidup di dalam sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Para pemangku jabatan tidak punya ikatan dengan Allah meski seorang muslim. Putusnya hubungan dengan Allah ketika bekerja sehingga tidak ada rasa takut saat melakukan pelanggaran. Para koruptor tidak merasa bersalah atau berdosa karena sistem sekuler tidak mengizinkan agama memasuki wilayah publik. Agama menjadi urusan individu dengan tuhannya, dipakai pada ruang ruang ibadah saja.

Hukum yang mengatur hubungan antar manusia buatan manusia. Celah mempermainkan hukum sangat dimungkinkan seperti yang terjadi sekarang. Hukum tajam ke bawah tapi tumpul ke atas. Korupsi berjamaah oleh para pejabat terus berlanjut karena terjadi kongkalingkong, sanksi yang diberlakukan tidak membuat efek jera.

Bahkan pemberian remisi dan pembebasan bersyarat semakin dipermudah. Inilah konsekwensi jika manusia yang membuat aturan, bisa dirubah kapan saja sesuai kepentingan.
Kedua, akibat penerapan sistem sekuler, ukuran kesuksessan dan kebahagiaan tidak didasarkan pada standar agama. Kesuksessan materi menjadi standar keberhasilan sehingga manusia berlomba lomba mengumpulkan harta dengan tidak lagi mempertimbangkan halal dan haram. Ini mendorong para pejabat memanfaatkan posisi untuk mengeruk harta sebanyak-banyaknya.

Inilah logikanya kenapa di negara dengan penduduk muslim terbesar yang berasaskan pancasila gagal menghentikan korupsi. Pancasila yang digaungkan sebagai idiologi negara pada prakteknya sistem yang diterapkan bukan didasarkan pada Pancasila. Sistem negara tidak mendudukkan tuhan dalam praktek pengelolaan ekonomi, peradilan, pergaulan, pendidikan, kesehatan. Sistem kapitalisme sebagai anak kandung yang lahir dari rahim sekulerisme dipraktekkan untuk mengelola urusan rakyat.

Lalu bagaimana korupsi ini bisa dihentikan? Dengan luasnya dan besarnya dampak yang ditimbulkan perlu ada solusi pasti untuk segera menghentikan korupsi yaitu dengan cara radikal, basmi sampai ke akar-akarnya.

Pertama, tempatkan agama pada posisi yang seharusnya sebagai poros dalam kehidupan manusia. Islam adalah satu-satunya agama yang bisa memuaskan akal dan fitrah manusia. Lakukan pembinaan umat agar memiliki aqidah yang kokoh. Tidak perlu ada CCTV jika setiap pejabat sudah memiliki keterikatan pada Allah. Rasa takut akan pengawasan Allah mencegah pelanggaran yang dapat menimbulkan dosa. Ukuran kebahagiaan bukan lagi pada harta, tahta, jabatan. Ridlo Allah menjadi tujuan dalam semua perbuatan.
Kedua, kegagalan pembasmian korupsi saat ini menunjukkan ketidakmampuan manusia membuat sebuah sistem tata kelola negara yang bersih dan bermartabat. Dalam sistem sekuler, tidak hanya korupsi yang tumbuh subur. Berbagai kemaksiatan dan kejahatan kian meraja lela.

Islam sudah memiliki blue print yang bersumber dari wahyu Ilahi dan bisa diterapkan. Penerapan sistem islam akan memberikan perlindungan, menjamin keadilan bagi semua manusia.

Kekuasaan dalam islam berfungsi untuk menerapkan syariah islam. Penguasa mengemban amanah mengatur urusan umat. Sehingga pemimpin dalam Islam akan peduli pada rakyatnya karena menyadari kepemimpinannya akan dipertanggungjawabkan di yaumil akhir.
Ia tidak akan rela menjarah uang rakyat, mendzalimi rakyat. Dan sosok pemimpin seperti inilah yang akan dicintai rakyatnya. Kisah kepemimpinan para khulafaur rasyidin, Umar bin Abdul Aziz, bukan karena dari sisi pribadi mereka dengan kekokohan aqidah luar biasa tapi juga penerapan sistem islam yaitu menerapkan islam secara kaffah sehingga semua pejabat, rakyatnya terjaga dari perbuatan dosa dan celah celah kemaksiatan diminimalkan.

Inilah solusi radikal dan satu-satunya solusi yang bisa memberantas korupsi. Pemberantasan korupsi harus dengan mengganti sistem yang rusak ini dengan sistem yang menerapkan syariah islam. Pemimpinnya amanah karena memiliki kesadaran hubungan dengan Allah dan ini menjadi benteng kuat dari keinginan untuk korupsi. Mereka akan ikhlas menjalankan tugas dan kewajiban karena kekuasaan adalah jalan yang paling efektif untuk merubah kerusakan dan kemaksiatan. Kekuasaan adalah amanah berat tapi sekaligus kesempatan beramal dengan pahala yang berlipat.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *