Korean Wave: Tak Layak Jadi Teladan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Lia Aliana (Aktivis Muslimah)

Ketenaran Korean Wave kini merajai seluruh penjuru dunia. Tak ketinggalan Indonesia, segala hal yang berkaitan dengan negeri ginseng tersebut, menjadi hal yang sangat menarik untuk diperbincangkan khususnya bagi kawula muda.

Hal ini terlihat dengan menjamurnya tontonan hiburan beraroma Korea berupa drakor (drama Korea), lagu K-POP, makanan, budaya, bahkan hingga aksesoris dan produk kecantikan. Maka tak heran gelombang Korea atau dikenal dengan istilah Korean Wave telah membawa pengaruh yang besar bagi generasi masa kini.

Fenomena ini mendapat sambutan hangat dari Wakil Presiden RI. Dalam peringatan 100 tahun kedatangan warga Korea di Indonesia, Ma’ruf Amin berharap tren Korean Pop atau K-Pop dapat mendorong munculnya kreativitas anak muda Indonesia, dan lebih giat mempromosikan budaya bangsa ke dunia internasional.

“Maraknya budaya K-pop diharapkan juga dapat menginspirasi munculnya kreativitas anak muda Indonesia dalam berkreasi dan mengenalkan keragaman budaya Indonesia ke luar negeri,” Beliau menambahkan bahwa, hubungan baik antara Indonesia dan Korea bisa semakin memperkuat sektor ekonomi, sosial dan budaya. (tirto.id, 20/9/2020)

Apabila dicermati secara mendalam, pernyataan Wakil Presiden Ma’ruf Amin tengah menggiring opini, khususnya ditujukan kepada generasi muda untuk mendorong anak bangsa mencontoh Korea dalam berkreatifitas. Karena hal itu memberi keuntungan bagi individu maupun negara. Namun benarkah Korean Wave membawa manfaat dan dapat menjadi panutan?

Dalam sistem demokrasi kapitalis menjadikan manfaat sebagai asas dalam melakukan segala sesuatu adalah hal yang biasa. Tanpa peduli baik atau buruknya. Yang terpenting bisa meraup keuntungan meskipun hanya untuk kepentingan segelintir pihak.

Bagi para pelaku industri, hingar-bingar serta gelamornya dunia hiburan yang berkaitan dengan Korea memang menggiurkan. Berbagai acaranya kini mudah diakses melalui kanal media sosial ataupun televisi nasional. Maka tak heran jika popularitas serta pundi-pundi materipun mudah didapat. Hal ini sejalan dengan tujuan mereka, yaitu menghasilkan devisa besar bagi negara.

Dilansir dari katadata.co.id, pencarian kata kunci drama Korea Selatan meningkat 130% selama pandemi corona, mengalahkan video pendidikan yang lonjakannya hanya 80 %. Menurut Head of Large Customer Marketing Google Indonesia Muriel Makarim menilai, peningkatan itu karena banyak pengguna yang beraktivitas di rumah selama pandemi Covid-19. Mereka mencari hiburan melalui YouTube.

Google Indonesia mencatat, 91% orang Indonesia yang mengakses internet menggunakan YouTube. Setidaknya ada 93 juta penonton YouTube di Tanah Air (15/09/2020).

Namun, jangan silau dengan kepopuleran dan gelimang materi yang disuguhkan pelaku Korean Wave, karena faktanya tak semanis yang digambarkan. Tuntutan untuk tampil sempurna di layar kaca memaksa para pelakonnya diet ketat yang menyiksa, jam kerja layaknya budak, pelecehan seksual, persaingan tidak sehat hingga urusan pribadi menjadi konsumsi publik.

Hal itu menyebabkan tekanan luar biasa bahkan hingga depresi dan rela mengorbankan diri dengan mengakhiri hidupnya. Kehidupan pelaku Korean Wave hanya berorientasi pada kepuasan materi, jauh dari nilai-nilai rohani telah merusak serta menjerumuskan generasi muda pada kehidupan yang hedonis dan serba bebas.

Bukannya membawa pengaruh positif, justru kehadiran Korean Wave nyata-nyata telah mengekspor budaya rusak ke seluruh penjuru dunia. Dan jika dibiarkan terus menerus, maka sungguh generasi muda khususnya kaum muslim berada dalam ancaman.

Miris, generasi muda yang merupakan penerus masa depan bangsa, kini justru sibuk dengan budaya negara lain. Bahkan Wapres mendorong untuk mengambil inspirasi dan menjadikannya sebagai teladan. Bukankah ini merupakan pernyataan tak percaya diri dari sang pemangku kekuasaan dengan agama dan budaya sendiri?

Mungkin generasi muslim saat ini, baik tua maupun muda telah lupa dengan jatidiri dan predikat yang telah Allah janjikan kepada umatnya Nabi Muhammad, bahwa kita adalah umat terbaik. Tak perlulah latah dan mencari pedoman hidup kepada selain Islam yang justru hanya akan membawa kesengsaraan.

Islam sebagai agama paripurna memiliki seperangkat aturan berisi pedoman menjalani kehidupan dengan benar, kisah-kisah terdahulu yang layak dijadikan pelajaran. Maka sudah seharusnya menyadari diri sebagai hamba Allah, senantiasa terikat dan berkiblat dengan hukum-hukumnya, serta menjadikan Nabi Muhammad Saw sebagai panutan. Seperti yang termaktub dalam surat Yunus : 57.

“Hai Manusia sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang yang beriman.”

Dengan demikian, sudah sepantasnya kita sebagai generasi muslim terbaik tidak terjebak dan terbuai dengan budaya K-Wave yang jauh dari syariat. Namun, hendaknya terus memperbaiki diri dengan memahami Islam, mengamalkan dan mendakwahkannya sehingga menjadi life style global hingga terwujudkan Islam rahmatan lil alamin.

Wallahu a’lam bish shawab

Refrensi :
https://tirto.id/maruf-amin-harap-tren-k-pop-dorong-kreativitas-anak-muda-indonesia-f4Pr
https://news.detik.com/berita/d-5180997/ahmad-dhani-kritik-maruf-amin-soal-k-pop

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *