Korban Terpapar, Haruskah Bagai Arisan?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh Durothul Jannah (Ibu Rumah Tangga dan Aktivis Dakwah)

 

Dulu pernah ada istilah viral terkait korban terpapar virus Covid-19, “Seperti arisan, bergilir kena virus ini”.

Kurang lebih hampir 2 tahun kita hidup dengan segala kekhawatiran, malah dapat dikatakan tidak tenang dan tidak jelas. Sampai saat ini diberitakan di beberapa media online terkait kabar peningkatan pasien yang terkena virus Covid-19.

Sebagaimana dilansir dalam media online ayobandung.com (25/5/2021), pada Jumat (21/5), 30 warga Desa Tarajusari, Kecamatan Banjaran, Kabupaten Bandung telah melakukan PCR dan hasilnya 22 warga terkonfirmasi Covid-19. Saat ini semua warga yang terkonfirmasi Covid-19 di Desa Tarajusari, tengah melakukan isolasi mandiri.

Adapun media lain yang menginformasikan hal senada yaitu bandungbisnis.com (25/5/2021), dimana ada 109 Karyawan PT. Feng Tay positif terpapar. Dari total 16.000 orang karyawan PT. Feng Tay, sebanyak 2.319 orang mengaku bepergian ke luar daerah, baik itu piknik, berkunjung ke tempat saudara di luar kota, atau menerima kunjungan dari luar kota di rumahnya.

Kepala Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kabupaten Bandung, Rukmana membenarkan bahwa sebanyak 109 orang karyawan PT. Feng Tay terindikasi positif Covid-19. Namun ia menyangkal bahwa ini merupakan klaster industri. “Penularan Covid-19 ini bukan dari klaster perusahaan, tapi ketika karyawan berlibur lebaran, seperti piknik,” ungkap Kadisnaker. Setelah libur panjang, terangnya, perusahaan berinisiatif untuk melakukan tracing kepada karyawannya berupa pengisian kuesioner. Kemudian tes antigen dilakukan kepada 2.319 karyawannya. Mereka juga tidak diperkenankan untuk masuk kerja dulu sebelum dites. Bahkan prokes yang diterapkan di sana cukup ketat. Masker turun ke dagu saja diberi peringatan keras, jelas Rukmana. Pihaknya sangat mengapresiasi langkah perusahaan yang melakukan upaya preventif, supaya tidak terjadi penularan kepada pekerja lainnya yang tidak pergi kemana-mana. Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) Kabupaten Bandung Grace Mediana Purnami menambahkan, dari 109 karyawan yang terpapar itu, sebanyak 66 orang dari wilayah Kecamatan Pameungpeuk melapor ke puskesmas setempat. “Pihak puskesmas melakukan tracing kontak erat terhadap 66 karyawan ini. Sebanyak 101 kontak erat keluarganya, kemudian setelah dites, 78 orang terindikasi positif”, tambah Kadinkes. Upaya pencegahan yang dilakukan PT. Feng Tay, menurut Grace, sudah cukup bagus. “Semua yang terpapar tanpa keluhan sudah melakukan isolasi mandiri. Ada satu dua orang bergejala kami rujuk untuk dirawat di rumah sakit. Kami berharap, perusahaan lain dapat melakukan hal yang sama sebagai upaya pencegahan awal,” pungkas Grace.

Dua realitas di atas menunjukkan bahwa penangan Covid-19 ini memerlukan cara yang jitu. Dari awal pandemi terjadi, solusi untuk penanganan hal ini selalu dengan kebijakan yang berubah-ubah. Sehingga hasil dari solusi tersebut korban terpapar justru semakin merajalela. Sesungguhnya untuk mencegah peningkatan pasien Covid-19 ini dibutuhkan kebijakan sepenuh hati, bukan setengah hati. Terlihat pemerintah masih menimbang-nimbang kebijakan antara modal, pendapatan, dan keuntungan. Bahkan untuk menutup tempat wisata pun setengah hati. Dan yang terpapar positif Covid-19 hanya diberi perhatian, semangat dan bantuan alakadarnya bahkan masih ada yang tidak diperhatikan.

Adapun rakyat sejatinya membutuhkan solusi paten yang menentramkan. Dan solusi tersebut hanya ada dalam Islam. Di dalam sistem Islam, karantina wilayah adalah salah satu solusi yang pernah dipraktekkan pada masa khalifah Umar bin Khattab, dimana tidak diizinkannya orang keluar masuk daerah yang terkena wabah. Karantina individu juga melakukan tracing secara menyeluruh, dimana yang terindikasi sakit segera dikarantina dan perawatannya difasilitasi oleh negara. Adapun yang sehat tetap beraktivitas sepeti biasa dengan aktivitas muamalah, ibadah, dll. Tentunya dengan jaminan bantuan dari negara bagi warga yang menderita sakit dan juga yang terdampak wabah.

Begitulah sistem Islam menghadirkan solusi dalam menangani wabah pandemi. Rakyat tidak hanya diberikan imbauan terkait kebijakan, namun diikuti peri’ayahan dan jaminan kebutuhan hidup yang optimal. Oleh karena itu, masihkah kita menunggu untuk menegakkan Islam sebagai satu-satunya solusi dalam segala problematika kehidupan?

Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *