Kontroversi Seragam Jilbab di Sekolah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ghazi Ar Rasyid (Member Pena Muslimah Cilacap)

 

Padang – Kepala SMK Negeri 2 Padang Rusmadi mengungkap ada 46 siswi nonmuslim yang berada di sekolah tersebut. Rusmadi menyebut seluruh siswi nonmuslim di SMK tersebut mengenakan hijab dalam aktivitas sehari-hari kecuali Jeni Cahyani Hia.

“Secara keseluruhan, di SMK Negeri 2 Padang, ada 46 anak (siswi) nonmuslim, termasuk Ananda Jeni. Semuanya (kecuali Jeni) mengenakan kerudung seperti teman-temannya yang muslim. Senin sampai Kamis, anak-anak tetap menggunakan kerudung walaupun nonmuslim,” kata Rusmadi saat pertemuan dengan wartawan.

 

Belakangan terungkap, Jeni Cahyani Hia merupakan salah satu murid nonmuslim di sekolah tersebut yang menolak mengenakan hijab. Video adu argumen antara orang tua Jeni dan pihak sekolah tentang penggunaan kerudung atau jilbab pun viral di media sosial.

 

Rusmadi lantas menegaskan pihak sekolah tak pernah melakukan paksaan apa pun terkait pakaian seragam bagi nonmuslim. Dia mengklaim siswi nonmuslim di SMK tersebut memakai hijab atas keinginan sendiri.

 

“Tidak ada memaksa anak-anak. (Di luar aturan sekolah), memakai pakaian seperti itu adalah juga keinginan anak-anak itu sendiri. Kami pernah menanyakan, nyaman nggak memakainya. Anak-anak menjawab nyaman, karena semuanya memakai pakaian yang sama di sekolah ini, tidak ada yang berbeda. Bahkan, dalam kegiatan-kegiatan keagamaan (Islam) yang kami adakan, anak-anak nonmuslim juga datang, walaupun sudah kami dispensasi untuk tidak datang. Artinya, nyaman anak-anak selama ini,” jelas Rusmadi.

 

“Tidak ada perbedaan, dan tidak ada gejolak selama ini,” tambah dia.

Rusmadi menekankan aturan berpakaian sudah ada sejak lama, jauh sebelum SMA-SMK di bawah pengawasan Dinas Pendidikan Provinsi. Meski begitu, secara gentle, Rusmadi menyampaikan permohonan maaf atas keteledoran dan kesalahan jajarannya di Bidang Kesiswaan dan Bimbingan Konseling.

 

“Selaku Kepala SMK Negeri 2 Padang, saya menyampaikan permohonan maaf atas segala kesalahan dari jajaran staf bidang kesiswaan dan bimbingan konseling, dalam penerapan aturan dan tata cara berpakaian bagi siswi,” katanya lagi.

 

Ia menyatakan, yang terlibat dalam adu argumen di video viral itu adalah Zakri Zaini, Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan. Sebagai wakil kepala sekolah bidang kesiswaan, Zakri memang salah satunya menangani urusan pakaian seragam siswa-siswi SMK Negeri 2 Padang.

 

“Prinsipnya itu adalah proses menjelaskan aturan berpakaian. Kami tidak mewajibkan siswi nonmuslim menggunakan kerudung seperti informasi yang viral di media sosial. Tidak ada paksaan,” katanya.

 

.

 

Video Elianu viral di media sosial. Video itu direkam pada Kamis (21/1/2021), yang memperlihatkan adu argumen antara Elianu dengan Wakil Kepala SMK Negeri 2 Padang Zakri Zaini. Elianu dipanggil pihak sekolah, karena anaknya, Jeni Cahyani Hia, tidak mengenakan jilbab. Jeni tercatat sebagai siswi Kelas X pada Jurusan Otomatisasi dan Tata Kelola Perkantoran (OTKP)) di sekolah itu. Ia tidak mengenakan jilbab karena bukan muslim.

 

Dalam video tersebut, Elianu berusaha menjelaskan bahwa anaknya adalah nonmuslim, sehingga cukup terganggu oleh keharusan untuk mengenakan jilbab.

 

“Bagaimana rasanya kalau anak Bapak dipaksa untuk ikut aturan yayasan. Kalau yayasan tidak apa, ini kan (sekolah) negeri,” kata Elianu mencoba berpendapat.

 

Zakri Zaini, yang menerima kehadiran Elianu, menyebut penggunaan jilbab merupakan aturan sekolah. “Menjadi janggal bagi guru-guru dan pihak sekolah, kalau ada anak yang tidak ikut peraturan sekolah. Kan di awal kita sudah sepakat,” katanya dalam video tersebut.

 

Kontoversi seragam kerudung bagi siswa SMK2 Padang (muslim-non muslim) bukan pertama terjadi. Sebelumnya, Ahok sbg Gubernur DKI juga mempersoalkan hal serupa. Padahal diakui siswa non muslim berkerudung dengan sukarela. Beberapa postingan yang beredar dimedia sosial pun tak pernah menunjukan adanya paksaan dari siswi non muslim yang memakai kerudung. Alasan para siswi non muslim memakai kerudung adalah agar tidak kepanasan dan rambutnya tidak rusak. Begitulah klarifikasi dari beberapa siswi non muslim di media sosialnya.

 

Tanpa mencari kebenarannya terlebih dahulu, pihak penguasa langsung tersulut emosi. Pemerintah menganggap bahwa yang dilakukan oleh pihak sekolah melanggar HAM.  ‘kehebohan’ semua pihak yg bereaksi menuntut pencabutan aturan seragam kerudung menegaskan bahkan dalam sistem sekuler, ajaran Islam dianggap intoleran, sumber lahirnya diskriminasi dan pelanggaran HAM. Lagi lagi dan akan selalu, islam menjadi kambing hitam disetiap masalah yang ada. Islam selalu dianggap agama yang intoleran dan selalu melanggar HAM.

 

Sebaliknya saat siswa Muslimah di banyak sekolah secara resmi dilarang berpakaian Muslimah, tidak banyak yang membela. Ini juga menegaskan terjadinya tirani minoritas. Ini juga menunjukan adanya intoleran sebenaranya. Didalam negara yang mayoritas penduduknya beragama islam justru merasa minoritas dengan adanya hal seperti ini. Banyak dari siswi sekolah yang akhirnya harus menanggalkan kerudungnya karena aturan manusia yang tidak bisa dijangkau akal. Namun, media tak pernah menunjukan pembelaan untuk siswi muslim. Beginilah kondisi disistem dengan aturan yang dibuat oleh tangan manusia.

 

Dalam sistem Islam, hukum syariat yg umum (termasuk pakaian) memang berlaku utk semua warga. Dipraktikkan karena kerelaan maupun dorongan sistem. Sedangkan pakaian khusus agamawan dibolehkan. Jika masyarakat mau menilik kembali kebelakang. Saat dimana Islam tengah berjaya sebagai sebuah daulah yang menaungi hampir 1/3 dunia. Didalam aturan yang diterapkan oleh sang khalifah itu sama sekali tidak perbedaan antara muslim dan kafir. Khalifah memerintahkan semua umatnya baik muslim maupun kafir untuk menutup aurat sesuai dengan perinta Allah SWT. Sama sekali tak ada perbedaan. Orang kafir pun boleh melakukan jual beli dengan orang muslim. Orang kafir pun diperbolehkan bersekolah ditempat orang muslim. Hanya saja untuk soal akidah atau kepercayaan baik muslim maupun kafir tidak boleh ada campur tangan.  Tak ada paksaan dalam praktinya, yang ada hanya kesukarelaan bagi orang kafir yang mau mengambil aturan dalam sistem Islam.

 

Begitulah indahnya ketika aturan Allah ditegakkan dibumi-Nya. Semua umat, semua orang merasakan kemaslahatan akan adanya aturan yang berasal dari Pencipta Alam Semesta ini. Baik muslim maupun kafir. Sungguh sangat disayangkan apabila banyak umat yang mulai melalaikan bahkan meninggalkan aturan yang telah dibuat oleh Sebaik-baik Pembuat Aturan yaitu Allah SWT.

 

Wallahu’alam bishowab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *