Kontroversi Alat Kontrasepsi Untuk Pelajar, Adakah Solusi Hakiki?

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kontroversi Alat Kontrasepsi Untuk Pelajar, Adakah Solusi Hakiki?

Oleh : Vikhabie Yolanda Muslim

 

 

Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan, resmi mengatur penyediaan alat kontrasepsi bagi anak usia sekolah dan remaja. Dalam pasal 103 PP yang ditandatangani Presiden RI pada Jumat, 26 Juli 2024 itu disebutkan bahwa upaya kesehatan sistem reproduksi usia sekolah dan remaja paling sedikit berupa pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi, serta pelayanan kesehatan reproduksi. Untuk pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi setidaknya berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi; menjaga kesehatan alat reproduksi; perilaku seksual berisiko dan akibatnya; Keluarga Berencana (KB); melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual; serta pemilihan media hiburan sesuai usia anak (jawapos.com, 01/08/2024). Sementara itu, pelayanan kesehatan reproduksi bagi siswa dan remaja, paling sedikit terdiri dari deteksi dini penyakit atau skrining, pengobatan, rehabilitasi, konseling, dan penyediaan alat kontrasepsi (bisnis.tempo.co, 06/08/2024).

 

Kewajiban penyediaan layanan kesehatan reproduksi, salah satunya dengan menyediakan kontrasepsi untuk anak sekolah dan remaja atas nama seks aman ini, sungguh kebijakan yang hanya menjerumuskan generasi pada jurang kehancuran. Kebijakan ini secara kasat mata menunjukkan bahwa negara melegalkan seks bebas pada generasi. Kebijakan ini secara tidak langsung juga ialah wujud nyata liberalisasi yang telah mengakar kuat di negeri ini. Hal ini pun turut menjadi gambaran rusaknya masyarakat dan abainya negara terhadap masa depan generasi. Meski dianggap aman dari persoalan kesehatan, namun penggunaan alat kontrasepsi ini rawan akan membawa generasi pada perzinaan yang diharamkan Islam.

 

Masyarakat negeri ini pun seharusnya tidak diam dengan aturan ini. Aturan yang tampaknya memandang remeh dosa besar kepada Allah dan rentan merusak generasi. Sebab, ini adalah bentuk kemaksiatan yang terorganisir oleh negara atau kemaksiatan yang bersifat sistemis. Kebijakan ini seharusnya membuka mata kita, bahwa meski negeri ini berpenduduk mayoritas muslim, akan tetapi aturan yang ditegakkan adalah aturan sekuler yang mengabaikan aturan Tuhan dan agama.

 

Seperti yang telah kita rasakan kini, negeri ini sudah terlalu jauh berkiblat kepada barat dalam mengatur masyarakatnya. Padahal, barat mengemban ideologi kapitalisme yang berasaskan sekularisme. Ideologi ini pun kini sedikit demi sedikit akan menjauhkan generasi dari jati dirinya sebagai muslim. Kerusakan perilaku generasi makin hari juga kian terasa. Terlebih selama ini, negara telah menerapkan sistem pendidikan sekuler yang meletakkan kepuasan materi sebagai tujuan utama hidup.

 

Tidak hanya itu, masyarakat yang semakin kapitalis hari ini pun tidak tahu standar benar dan salah, atau standar halal dan haram di tengah-tengah mereka. Masyarakat pun cenderung membiarkan perilaku bebas generasi dengan alasan bahwa hal tersebut merupakan urusan masing-masing, sehingga masyarakat tidak peduli lagi dengan merajalelanya seks bebas di kalangan generasi, dan enggan melakukan amar ma’ruf dan nahi mungkar.

 

Oleh karena itu, selama negeri ini terus menerapkan sistem kapitalisme, kebijakan berbuat maksiat atas nama liberalisasi pun akan terus bermunculan dan memberikan efek gunung es yang merusak generasi. Maka pada hakikatnya, sistem kapitalisme telah menjadi akar persoalan mendasar kerusakan anak negeri hari ini.

 

Lantas adakah solusi untuk memperbaiki rusaknya generasi hari ini? Tentu saja ada, dan semua solusi untuk problematika hidup telah dijelaskan oleh Islam bahkan sejak 13 abad yang lalu. Kehidupan generasi, tentu akan sangat berbeda ketika diatur dengan aturan Islam dalam seluruh aspek kehidupan. Negara di dalam Islam, berperan sebagai pengurus umat (raa’in) dan pelindung (junnah). Rasulullah bersabda, “Sesungguhnya Al-Imam (khalifah) itu perisai di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan kekuasaannya” (H.R. Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud).

 

Sebagaimana dijelaskan oleh al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim, “(Imam itu perisai) yakni seperti as-sitr (pelindung), karena Imam (Khalifah) menghalangi/mencegah musuh dari mencelakai kaum Muslimin, dan mencegah antar manusia satu dengan yang lain untuk saling mencelakai, memelihara kemurnian ajaran Islam, dan manusia berlindung di belakangnya dan mereka tunduk di bawah kekuasaannya”. Lantas melihat hal ini, jelas bahwa negara harus menggunakan kekuasaannya untuk menjaga rakyatnya agar tetap berpegang teguh pada aturan Tuhan.

 

Kepala negara (khalifah) pada hakikatnya haruslah menjalankan hukum Allah atas rakyat, dan ia bertanggung jawab langsung kepada Allah atas kepemimpinannya. Oleh karena itu, negara tidak boleh membuat kebijakan yang bertentangan dengan aturan Islam, seperti melegalkan perzinaan. Negara juga wajib membangun kepribadian Islam pada setiap individu rakyatnya. Untuk mewujudkannya, negara akan menerapkan sistem pendidikan Islam yang bertujuan membentuk kepribadian Islam warga negaranya.

 

Pengajaran yang diberikan kepada rakyat, benar-benar dijauhkan dari paham-paham yang dapat merusak akidah umat Islam, seperti sekularisme, liberalisme, kapitalisme dan lain-lain. Rakyat akan diberi pandangan yang shahih tentang hidup, bahwa kebahagiaan hakiki adalah untuk meraih ridho Allah. Sehingga masyarakat dan generasi muda hanya akan melakukan suatu perbuatan, jika dia memahami hal tersebut tidak bertentangan dengan aturan Tuhan.

 

Lebih dari itu, generasi akan menyibukkan diri dalam menjalankan kewajiban dari Allah, seperti menuntut ilmu berupa tsaqofah atau pengetahuan Islam dan ilmu saintek. Selain itu, negara akan melakukan edukasi melalui berbagai sarana, khususnya media. Media di dalam sistem Islam, berada penuh dalam kontrol negara. Yakni tayangan yang dibolehkan, hanyalah tayangan yang membangun suasana iman masyarakat, berita-berita dalam negeri dan luar negeri yang mampu meningkatkan wibawa negara di hadapan rakyat dan global.

 

Negara pun juga menerapkan sistem sanksi sesuai Islam yang bersifat tegas dan memberikan efek jera, sehingga mampu mencegah masyarakat melakukan kemaksiatan yang berulang. Maka demikianlah penjagaan generasi dan masa depan generasi yang cemerlang, hanya akan terwujud dalam negara yang menerapkan Islam secara menyeluruh dalam sendi kehidupan.

Wallahu a’lam bish-shawwab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *