Kontestasi di Tengah Ancaman Virus, Apakah Harus? 

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Dewi Fitratul Hasanah (Penggiat Literasi, Pemerhati Sosial)

 

Sejak Covid-19 resmi dinyatakan masuk ke Indonesia yakni awal maret 2019 silam, hingga hari ini negeri ini masih belum berhasil bebas dari ancaman virus covid-19. Virus yang semula hanya bernama Covid- 19 kini berganti, bermutasi menjadi lebih dari satu jenis, ada virus Delta dan yang terbaru adalah Omicron.

 

Kerugian dari berbagai sektor akibat pandemi, telah sedemikian nyata menghantam negeri dan menyengsarakan rakyat, terkhusus kondisi ekonomi dan kesehatan yang ambruk diterjang pandemi.

Agaknya, itu semua tak pernah benar-benar dirasakan oleh para penguasa.

 

Masa bodoh dengan pandemi, beberapa elite petinggi/ politisi, justru kini kembali riuh unjuk gigi mempertontonkan kesiapan diri menjelang kontestasi perebutan kursi.

Meskipun kontestasi itu masih 2024 nanti, namun para calon sudah sibuk dan gencar mengekspos dukungan sebagai umpan agar dipilih dalam pilpres 2024 mendatang.

 

Sebut saja nama Ganjar Pranowo dan Puan Maharani. Keduanya diusung oleh komunitas DPD Laskar Ganjar Puan (LGP) Jawa Timur. Dikibarkannya bendera merah sebagai simbol dukungan mereka agar kedua tokoh ini maju sebagai calon presiden di 2024 (News.detik.com, 7 Februari 2022).

 

Tak cukup hanya Ganjar dan Puan saja, nama Muhaimin Iskandar juga di arak oleh sejumlah warga Blora, Jawa Tengah yang tergabung dalam jaringan petani dan peternak, mendukung Abdul Muhaimin Iskandar alias Cak Imin sebagai menjadi calon presiden 2024.

 

Koordinator Jaringan Petani dan Peternak Blora Marjuanto mengatakan, pihaknya telah membulatkan tekad untuk mendukung Cak Imin sebagai capres mendatang. Marjuanto mengumpulkan banyak orang agar bersama-sama memenangkan Cak Imin dalam pemilu 2024 mendatang (Kompas.com, 5 Februari 2024).

 

Di tengah krisis multidimensi yang membelenggu negeri, tanpa basa-basi mereka menampakkan ambisi. Tak ada simpati ataupun rasa peduli atas derita yang rakyat alami. Hal itu bukanlah sesuatu yang mengherankan di alam demokrasi.

Dari fakta di atas, terlihat jelas sekali betapa kontestasi di alam demokrasi kapitalisme, merupakan hal yang dinilai wajib, penting dan genting, melebihi kegentingan akan upaya tegas menuntaskan pandemi serta upaya menangani masalah-masalah negeri yang diakibatkan oleh pandemi.

 

Selama ini, kebijakan negara dalam menangani terpaan pandemi begitu acak- acakan, tumpang tindih, ambigu, tebang pilih, tak sinkron dan tak tepat sasaran.

Terlampau sering himbauan untuk “jaga jarak, tidak berkerumun dan gunakan masker” di gaungkan kepada rakyat. Bahkan, ketika salah satu rakyat kedapatan tak mengenakan masker, aparat pun dengan tegas menyergap pelakunya. Namun sayangnya, kebijakan dan ketegasan ini hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Rakyat kalangan bawah di tuntut agar menurut. Sementara mereka yang berada di atas tak andil turut.

 

Sistem Demokrasi-kapitalisme yang diterapkan di negeri ini adalah akar penyebabnya. Sebab, orientasi dari sistem ini hanyalah mendapatkan materi/keuntungan dan kekuasaan.

Jauh berbeda dibanding dengan sistem Islam ketika diterapkan. Dalam Sistem Islam, negara adalah pengayom dan penanggung jawab utama atas hajat hidup dan keselamatan nyawa rakyat.

 

Dari al-Barra’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

“Hilangnya dunia, lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” (HR. Nasai 3987, Turmudzi 1455, dan dishahihkan al-Albani).

 

Dalam Islam, pemilihan pemimpin dilaksanakan semudah mungkin, namun tetap menghasilkan output yang berkualitas. Sebab, pemimpin akan di baiat atas keridaan rakyat. Pemilihan pemimpin dibatasi waktu tak lebih dari tiga hari dan bebas dari kampanye-kampanye akbar berbiaya besar.

 

Islam tak mengenal batasan masa jabatan. Selama pemimpin tersebut tidak melakukan kebijakan yang menyalahi syariat maka pemimpin tersebut tetap akan terus menjabat dengan keridaan rakyat. Namun ketika pemimpin tersebut terbukti melakukan kezaliman dan menyalahi syariat, maka ia akan diberhentikan dari jabatan seketika itu juga, tanpa memandang seberapa lama ia telah menjabat.

 

Demikianlah pemilihan pemimpin dalam Islam. Sehingga pemilihan tak menjadi agenda rutin yang memakan waktu, tenaga dan biaya mahal.

Sudah saatnya negeri ini kembali menerapkan sistem Islam yang benar berkarakter sebagai pengayom, Pelindung dan penanggungjawab terhadap keselamatan nyawa rakyatnya Dan ini dirasakan oleh seluruh kalangan. Sehingga kontestasi di kala virus masih mengarus, tidaklah harus . Wallahu a’lam bishshawaab.[]

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *