Oleh : Ratna Sari (Mahasiswi UNIB)
Belakang ini jagat maya dihebohkan terkait penangkapan para selebriti papan atas. Dikutip dari liputan6 (22/12/2021). Tercatat tahun 2021 terdapat 9 artis yang terjerat kasus Narkoba. Diantaranya, Ridho Roma, Agung Saga, Rio Reifan, Anji, Jeff Smith, Nia Ramadhani, komika Coki Pardede, Bobby Josehp dan yang terakhir cukup mengejutkan Aktor tampan Rizki Nazar.
Bukan hanya itu, awal tahun 2022 juga disambut berberapa selebriti yang tersandung kasus narkoba. Rupanya sekelas selebriti papan atas yang memiliki gelimang harta dan popularitas tak menjadi jaminan terbebas dari jerat kasus narkoba. Nyatanya harta dan popularitas tak mampu memberikan kebahagiaan sehingga mengambil jalan tengah untuk mendapatkan kenikmatan. Padahal sejatinya mengonsumsi narkoba bukan merupakan cara yang baik untuk mendapatkan ketenangan dan kebahagiaan. Justru yang ada awal dari pada kehancuran. Dimana bahaya bagi tubuh dan juga kualitas hidup.
Sejatinya penggunaan narkoba dengan dalih mencari ketenangan dan segala macam alasan yang dilontarkan merupakan puncak awal dari krisis identitas diri sebagai seorang Muslim. Mengingat para pengguna kebanyakan menganut agama Islam. Krisinya identitas diri ini menyebabkan hilangnya arah dan tujuan dalam menjalani kehidupan. Sehingga tak jarang segala hal dan aktivitas yang dilakukan keluar dari rambu-rambu yang telah Allah berikan. Bukan hanya itu, paham yang sudah mendarah daging sekulerisme-liberalisme turut meniscahayakan terjadinya kebebasan yang berujung pada kebablasan diri. Sukses melanggengkan bahwa manusia bebas berbuat sesukanya tanpa perlu diatur oleh agama. Padahal dalam Islam, narkotika dan obat-obatan terlarang, seperti ganja, heroin, dan lainnya disebut dengan istilah mukhaddirat. Hal ini telah disepakati para ulama bahwa mengonsumsi narkoba merupakan sebuah keharaman.
Maka dari itu haruslah tertanam di dalam diri setiap individu untuk memahami identitas dirinya. Sehingga mampu memahami hakikat kehidupan yang sebenarnya, dengan begitu mampu pula untuk menjalani kehidupan dunia. Seseorang yang menganut agama Islam tentu harus mengetahui hakikat berislam itu sendiri. Mengetahui, memahami dan mengamalkan apa yang Allah perintahkan di dalam Al-Qur’an, As-sunnah, Qiyas dan ijma’ sahabat. Mampu pula memahami dan menjawab 3 simpul yang dapat membawa manusia pada arah yang benar. Dari mana manusia berasal, mau kemana manusia setelah itu dan hendak kemana manusia setalah mati. Pertanyaan tersebut haruslah mampu dijawab dengan banar, mampu pula diamalkan dan diterapkan.
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS Az Zariyat 56).
Allah tidak menciptakan manusia secara cuma-cuma, tentu ketika Allah menciptakan manusia sudah ada misi yang hendak dilakukan manusia itu sendiri, yakni tunduk dan patuh pada Allah selaku pencipta manusia. Dengan begitu ketika kita mengalami kesempitan, kegelisahan, kesedihan dan segala macam hal yang membuat manusia sesak menjalani kehidupan, maka satu-satunya cara adalah dengan kembali dan memohon pertolongan pada Allah. Karena hanya dengan mendekatkan diri dan bermunajatlah kita akan mendapatkan ketenangan. Sejatinya Allah lah yang mampu memahami ciptan-Nya, bukan manusia, bukan pula pada barang-barang terlarang yang membawa petaka.
Begitu pula hukuman yang diberikan saat ini tak mampu membuat jera para pelaku dan juga tidak mampu membuat gentar serta takut orang lain agar tidak menggunakannya. Justru yang ada kasus bergulir berujung pada rehabilitasi setelahnya dibebaskan begitu saja. Tentu hal ini tak mampu memberikan efek jera baik pada Produsen, pengedar, dan pengguna. Mengingat hukuman yang diberikan hanya sebatas rehabilitasi dan juga penjara. Tentu harus ada hukuman yang tegas bagi para produsen, pengedar dan juga pengguna. Dalam Islam hukuman yang diberikan bersifat penebus dosa atas apa yang dilakukan, sehingga mampu membuat jera pelaku. Sanksi tersebut yaitu zawajir dan jawabir. Zawajir (pencegah) yang artinya mencegah manusia agar tidak melakukan tindakan kejahatan. Sedangkan Jawabir (penebus) karena berupa uqubat sehingg dapat menebus sanksi di akhirat kelak.
Sanksi tersebut hanya dapat dilakukan oleh negara yang menerapkan hukum Islam. Sehingga segala mecam kejahatan akan diadili dengan seadil-adilnya tanpa pandang bulu dan tanpa tumbang tindih. Berbeda sekali dengan apa yang kita rasakan saat ini para pelaku kejahatan dan pelanggaran hukum Islam justru diberi hukuman yang ringan. Bahkan dapat dengan mudah bebas apa bila mampu mengeluarkan kocek yang cukup fantastis. Tak heran jika kejahatan tumbuh dengan subur. Semua itu bermula dari sistem yang meniscayakan terjadinya kejahatan serta segala tidakan yang melanggar hukum Islam. Ditambah dilanggengkan oleh para pelaku yang tidak diadili dengan hukuman yang tegas dan setimpal. Untuk itu apa bila kita menginginkan keadilan yang seadil-adilnya maka hanya hukum Islam lah yang dapat memberikannya.
Wallahua’lam Bishawab