Oleh : Darni Salamah
Aktivis Muslimah Sukabumi
Substansi demokrasi yang digadang-gadang menjadi politik yang ideal, nyatanya hanya khayalan belaka. Betapa tidak, kontroversi Omnibus Law mengakibatkan demo mahasiswa di berbagai daerah Indonesia yang diduga bersponsor. (finance.detik.com 8/10/2020)
Ancaman nilai akademis, hingga kehilangan kesempatan kerja menunjukkan tiadanya indenpendensi baik pelajar atau pun mahasiswa. Sanksi, dan kekerasan malah menjadi penyelesaian untuk membungkam suara mahasiswa. Padahal, dalam sejarah transformasi sosial, potensi intelektual termasuk mahasiswa tak bisa dengan mudah dinafikan sebab pemuda adalah garda terdepan dalam perubahan sebuah negara.
(finance.detik.com 8/10/2020)
Di Indonesia sendiri, pergerakan mahasiswa yang paling berwibawa. Hingga lengsernya rezim berkuasa tak pernah dipisahkan dari peran mahasiswa. Dibungkamnya hak-hak rakyat oleh rezim bertopeng humanis, menjadikan geram bagi mahasiswa di berbagai daerah.
Menolak lupa peristiwa Tritura yang berisi pembubaran PKI, perombakan kabinet Dwikora, Penuruan harga pangan, bahkan ketika pilpres hingga hilangnya nyawa petugas KPPS lahir dari generasi mahasiswa yang memilih model gerakan di jalan sebagai kekuatan penekanan. Tak heran nahasiswa membara akibat pengkhianatan rezim oligarki yang mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Dibalik pergerakan mahasiswa, seakan pemerintah mengerdilkan calon generasi bangsa. Hal ini dengan tidak menunjukkan sikap tegas untuk menerima aspirasi mereka akibatnya provokasi, kericuhan, kerusakan yang tak pernah absen mewarnai demo mahasiswa di setiap pergerakan. Persoalan fundamental pergerakan pemuda pun tak luput dari korban sistem, akibat tidak pahamnya sejarah terbentuknya Indonesia dan sistem demokrasi.
Dikutip dari buku Nationalism and Revolution in Indonesia (1952) karya George Mc Turnan Kahin, menyebutkan Amerika Serikat hadir di Konfrensi Meja Bundar (KMB) Den Haag untuk mengawal proses perundingan Indonesia-Belanda. AS mengawal dan memastikan proses kemerdekaan untuk memastikan sistem pemerintahan yang diadopsi oleh Indonesia adalah demokrasi. Dengan sistem demokrasi inilah, para kapitalis dengan mudahnya bisa melakukan neokolinialisme merampok sumber daya alam.
Dari sejarah mahasiswa seharusnya mampu memahami kerusakan sistem, tidak cukup sebatas menuntut kebijakan, sebab akan selalu sama siklusnya bila akar sistemnya rusak, sudah tentu kebijakan-kebijakannya pun akan selalu rusak.
Jihad konstitusi seakan menjdi jalan utama bagi mahasiswa untuk menyampaikan pendapat, padahal secara faktual sistem kapitalisme telah gagal menyejahterakan rakyat.
“Syubanu al-yaum rijalu al-ghaddi” (pemuda hari ini adalah tokoh pada masa yang akan datang). Kejayaan emas hanya ditorehkan dalam sistem Islam bagi para pemuda. Kegemilangan Islam selama 1300 tahun bahkan mampu memimpin global yang menyejahterakan dan mendamaikan karena kekuatan pemuda. Hal tersebut tidak terlepas dari sistem Islam yang begitu memberikan kedamaian, bukan menyayatkan luka bagi rakyatnya.
Lantas, jika sebuah sistem yang sudah rusak, bukankah hasilnya akan rusak? Dan masihkah mau mengadopsi sistem demokrasi yang terbukti memberi kerusakan?
Wallahu a’lam bishshawab.
One thought on “Konstruksi Peran Mahasiswa dalam Arus Perubahan Bangsa”
Tidak ada aturan yang sempurna kecuali aturan dari Allah SWT