Konsekuensi Ekonomi dari Epidemi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ema Darmawaty

Di akhir Januari 2020, dunia di kejutkan dengan berita tentang wabah virus Wuhan yang di tularkan dari sebuah kota di China yaitu kota Wuhan Propinsi Hubei. Padahal kemunculan pertama kali virus ini adalah pada akhir desember 2019.

Seperti dilansir Xinhua via News.com.au, Senin (27/1/2020), asal virus corona itu berasal dari Pasar Seafood Huanan di Wuhan, di mana pasar tersebut menjadi tempat perdagangan hewan-hewan liar . Pihak Peneliti dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China (CDC) menyatakan bahwa penyebaran virus corona baru mempunyai relevansi tinggi dengan perdagangan hewan liar. Keberadaan pasar itu membuat virus dengan gampang melompat dari hewan hidup maupun mati serta manusia seperti penjual dan pembeli.

Lalu bagaimana mengatasi penyebaran virus ini?

Hingga kini jumlah kasus infeksi virus corona baru (2019-nCoV) tercatat sudah mencapai lebih dari 2.700 kasus dan 80 kematian. Para pakar memprediksi jumlahnya masih akan terus meningkat (detik health,27/1/2020).

Salah satu cara pencegahan pada virus ini adalah dengan penggunaan masker.
Seorang Profesor Ilmu Pengendalian Infeksi Universitas Juntendo, Tokyo, Satoshi Hori mengatakan, masker tidak mempunyai efek pencegahan seperti yang mungkin diharapkan masyarakat.
Akan tetapi kepanikan konsumen menjadi pendorong permintaan masker tetap meningkat.

Seiring merebaknya virus corona atau 2019-nCoV permintaan masker bedah mengalami peningkatan.

Keuntungan kapitalis di balik wabah corona.

Diberitakan businessinsider, setidaknya tiga perusahaan farmasi mengalami peningkatan keuntungan karena wabah virus corona Wuhan.

Pada Senin (27/1/2020), saham Inovio Pharmaceuticals, Moderna Inc., dan Novavax Inc. melonjak karena virus corona yang telah menyebar hingga ke beberapa negara.

Perusahaan farmasi Inovio membukukan keuntungan sebanyak 40 persen pada Senin (27/1/2020).

Sementara, keuntungan saham sejak 23 Januari 2020 sebanyak 55 persen.
Sedangkan, perusahaan farmasi Novavax Inc. mencatatkan keuntungan sebanyak 19 persen pada Senin (27/1/2020), dan sejak 23 Januari 2020 keuntungan sahamnya sebanyak 22 persen.

Perusahaan farmasi Moderna Inc. mendapatkan keuntungan sebanyak 9 persen pada Senin (27/1/2020), dan keuntungan saham sejak 23 Januari 2020 sebanyak 8 persen. (Kompas.com 28/1/2020).

Pesanan masker juga melonjak di situs e-commerce juga melejit.

Tercatat, sejak awal Januari, Hong Kong menyumbang sekitar 90 persen dari pesanan masker melalui situs ekspor SD.
Jumlah permintaan naik 50 persen pada Januari tahun lalu dan sekitar 20 persen pada Desember.

Karna permintaan pasar yang banyak, tentu saja hal ini mendorong adanya kenaikan harga.

Harga masker rata-rata naik 1.98 persen, menjadi 417,1 yen atau sekitar Rp 52.000 pada 13 Januari 2020 dibandingkan dengan minggu sebelumnya.

Banyak konsumen China membeli masker yang diyakini lebih efektif dalam melindungi terhadap virus, terutama yang mematuhi standar N95, filter respirator partikel yang ditetapkan oleh Institut Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja AS.
Sementara di Wuhan, China, harga masker mencapai 100 yuan atau sekitar Rp 190.000.

Seperti diungkapkan salah satu anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia di Tiongkok (PPIT) Wuhan ranting Jingzhou, Xiangyang Muhammad Arief dikutip dari Kompas.com (28/1/2020).

Tidak dapat di pungkiri, penyebaran virus corona ini pasti memberikan konsekuensi ekonomi.

Kalangan ekonom seperti diberitakan dari BBC News, Minggu, 26 Januari 2020, dampak virus corona akan memberikan dampak signifikan terhdap perekonomian global.

Di balik dampak negatif virus corona, justru ada beberapa sektor yang akan mendulang untung, seperti pembuatan vaksin dan masker, setidaknya untuk jangka panjang. Untuk bursa saham, sejauh ini juga belum terlihat dampaknya. Bahkan Indeks Saham Gabungan Shanghai (Shanghai Composite Index) menguat, lebih tinggi dibandingkan enam bulan lalu.

Sistem kapitalisme yang saat ini mencengkeram dunia, memperlihatkan keburukannya, bagaimana tidak wabah yang saat ini melanda di jadikan alat untuk mengeruk keuntungan sebanyak-banyaknya. Mau tidak mau, suka atau tidak suka, orang-orang pasti akan mengeluarkan uang untuk sebuah masker,sarung tangan bahkan vaksin yang mungkin harganya naik beberapa kali lipat dari harga sebelumnya.

Para kapitalis tentu tidak akan melewati setiap kesempatan untuk mengambil keuntungan di balik wabah ini, perdagangan alat kesehatan, obat-obatan dan vaksin menjadi komoditi bagai berlian di saat terjadi wabah. Dan kembali rakyat lah yang di jadikan tumbal kapitalisme.

Khilafah melayani rakyat tanpa profit.

Jauh berbeda ketika islam mengatur kehidupan ini, sebuah negara yang menggunakan sistem Islam dalam mengurus rakyatnya yakni Khilafah, memberikan sarana prasarana kesehatan kepada rakyat tanpa di pungut biaya, penelitian-penelitian tentang penyakit termasuk ketersediaan vaksin dan obat-obatan di selenggarakan sepenuhnya oleh negara tanpa campur tangan swasta yang bisa membuka celah untuk di jadikan bisnis yang menguntungkan, kalau pun negara melibatkan pihak swasta, negara tetap memegang kendalinya.

Pelayanan kesehatan dalam Khilafah adalah pelayanan kesehatan terbaik sepanjang masa, dilingkupi atmosfir kemanusiaan yang begitu sempurna. Hal ini karena negara hadir sebagai penerap syariat Islam secara kaaffah, yang bertanggung jawab langsung dan sepenuhnya terhadap pemenuhan hajat pelayanan kesehatan gratis berkualitas terbaik untuk setiap rakyatnya.

Negara merupakan garda terdepan dalam pencegahan dan pengobatan suatu wabah penyakit terhadap rakyatnya, begitulah tuntunan ajaran Islam, yang sayangnya saat ini tidak diterapkan oleh negara manapun.

Rasulullah SAW telah menegaskan di dalam Hadist yang artinya,” “Imam(Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya.” (HR Al- Bukhari).

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *