Oleh : NS. Rahayu (Pemerhati Sosial)
Mahalnya tes corona telah menelan korban karena ketidakmampuan individu rakyat dalam membayar biaya tes sebagai prasyarat operasi kelahiran. Salah satu korban kebijakan itu adalah seorang ibu di Makasar, SulSel yang kehilangan anak dalam kandungannya karena tidak mampu membayar biaya swab test sebesar Rp. 2,4 juta. Padahal kondisinya saat itu membutuhkan tindakan medis yang cepat untuk operasi kelahiran. (bbc.com, 18/6/20)
Kehidupan masa transisi ini menjadi kehidupan yang justru upnormal. Kebingungan melanda semua orang, baik para penguasa dan jajarannya, para pengusaha dan lebih bingung adalah rakyat. Merekalah korban real kebijakan yang ngawur tanpa memperhatikan keselamatan rakyat. Bahkan menjadi korban komersialisasi tes covid 19 yang tidak manusiawi.
Tidak hanya itu, komersialisasi kesehatan dengan tes corona ini juga banyak dikeluhkan oleh masyarakat terutama bagi yang berkepentingan bepergian, baik dengan fasilitas udara, laut dan darat sebagai prasyaratnya. Sehingga harus melakukan tes mandiri yang mahal. Dari kisaran Rp. 400 ribu hingga sampai tarif RP. 6,5 juta. Tergantung alat dan waktu yang digunakan. Fantastickan nilai komersialisasinya.
Hal tersebut mendapatkan kritik dari Anggota DPR periode 2014-2019, Bambang Haryo Soekartono mengatakan, selain membebani biaya dan menyita waktu, juga tidak menjamin penumpang bebas dari Covid-19 saat menggunakan sarana dan prasarana transportasi. Karena sebelum menggunakan transportasi pesawat dan kapal laut, mereka harus melewati transportasi lanjutan. (today.line.me, 16/6/20)
Kapitalisme dalam Kesempitan Rakyat
Berbagai pihak dari YLKI, Asosiasi RS , pengamat kebijakan dan lainnya menganggap bahwa komersialiasi terjadi karena pemerintah tidak segera menetapkan harga standar (HET) atas tes yang dilakukan di luar RS rujukan. Namun hal ini justru membuktikan bahwa konsep kapitalisme yang diterapkan oleh sistem kapitalisme sekuler ini sesuai dengan alurnya.
Rakyat yang tengah menantikan uluran tangan Negara sebagai penanggungjawab urusan rakyat justru Negara nampak abai. Membiarkan komersialisasi ini terus berjalan hingga saat ini. Di tengah wabah dan kesulitan pemenuhan hajat kebutuhan hidup.
Aroma kapitalisme tercium, ada pihak-pihak yang menggunakan kesempatan ditengah kesempitan rakyat, wajar jika dikatakan sistem kapitalis sekuler sangat tidak manusiawi.
Sistem kapitalisme yang berdiri atas dasar kapital (materi) telah menunjukan sifat aslinya dan berhasil menempatkan Negara sebagai regulator, bukan penanggung jawab (raa’in). Regulator bagi siapa? Jelas pemilik kepentingan para kapitalis.
Tanggungjawab Kepemimpinan
Berbeda dengan sistem Islam yang menganggap kepemimpinan dan rakyat sebagai amanah yang harus dijalankan sebagaimana yang diperintahkan Allah, SWT sebagai bentuk tanggungjawabnya. Rasul, Saw bersabda : “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari)
Negara Islam (Khilafah) menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyat, ketersediaannya secara gratis ataupun dengan harga murah yang terjangkau rakyat.
Termasuk kesehatan yang digratiskan bagi seluruh warga negara, muslim atau non muslim, kaya atau miskin dengan bentuk pelayanan yang sama. Baik dalam pelayanan kesehatan yang bersifat periklanan, preventif, kuratif maupun rehabilatasinya. Sehingga rakyat tidak terbebani dengan biaya yang tinggi sebagai tolok ukur sehat terlebih disaat krisis ekonomi seperti ini. Wallahu’alam bishawab