Khilafah Solusi, Bukan Ancaman Yang Menghantui

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Ghazi Ar Rasyid (Member Pena Muslimah Cilacap)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pandemi Covid-19 telah menyebabkan berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia, mengalami krisis ekonomi pada tahun ini. Ketidakpastian mengenai kapan berakhirnya pandemi ini dikhawatirkan akan membuat perekonomian semakin jatuh. Kepala ekonom CIMB Niaga, Adrian Panggabean, melihat krisis ekonomi global 2020 ini memiliki karakteristik yang berbeda jika dibandingkan krisis 1997-1998 maupun krisis ekonomi 2008. Menurutnya, dibutuhkan solusi global untuk bisa mengatasi krisis ekonomi yang terjadi saat ini.

“Solusi global diperlukan guna mengatasi krisis ekonomi 2020 yang terjadi akibat pandemi Covid-19,” kata Adrian dalam diskusi virtual bertajuk ‘Mendulang Profit dari Saham-Saham BUMN Pasca Covid-19’, di Jakarta, Ahad (26/4). Adrian menjelaskan, krisis ekonomi 2020 memiliki tiga dimensi besar yakni wabah Covid-19, kebijakan sosio-politik untuk menekan penyebaran Covid-19 melalui social distancing dan phisical distancing, serta pengaruh negatif bagi perekonomian dunia. Ketiga kombinasi tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Adrian memaparkan, tingkat pengaruh ekonomi ditentukan oleh bagaimana kebijakan sosial distancing maupun phisical distancing akan dilakukan dan berapa lama durasinya. Sementara kebijakan social distancing akan ditentukan oleh kemampuan negara negara di dunia untuk mengatasi Covid-19. Berdasarkan dari keterangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Adrian mengatakan vaksin untuk menangani pandemi Covid-19 diperkirakan baru bisa dilakukan 12-18 bulan ke depan. Artinya, solusi global terhadap krisis ekonomi sekarang baru akan terjadi pada pertengahan 2021 atau pertengahan tahun depan.

Adrian mengatakan masalah yang dihadapi dalam menangani krisis ekonomi 2020 ini adalah terjadinya polarisasi di dunia. Polarisasi itu antara lain terjadinya persaingan antara Rusia dengan OPEC, rivalitas antara China dan Amerika Serikat, Eropa versus Eropa, negara kaya dan negara miskin. Polarisasi inilah yang membuat solusi secara global menghadapi sejumlah kendala yang harus terlebih dahulu diatasi.

Saat ini dunia tengah menghadapi krisis besar yang bermula dari krisis kesehatan dikarenakan pandemi covid-19. Saat dunia ramai-ramai melakukan berbagai upaya maksimal termasuk kebijakan lockdown, pemerintah masih membuka pintu lebar-lebar untuk para wisatawan, terutama dari Cina. Pemerintah saat itu bahkan rela membayar para buzzer dan influencer demi menarik sektor pariwisata yang diharapkan bisa menambah pundi-pundi kas negara yang menipis sejak lama. Seraya terus bersikukuh menyebut bahwa Indonesia akan aman dari corona.

Banyak kasus simpang siur yang mulai terdengar di Indonesia, hingga warga depok diketahui tertular oleh warga negara asing yang sedang berkunjung ke Indonesia. Tak hanya itu, salah seorang pejabat negara pun tertular. Wajar jika masyarakat terus mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan nyata. Benar saja, tak butuh waktu lama catatan kasus corona di Indonesia terus meningkat. Bak roket yang baru saja lepas landas, hari demi hari jumlah kasus corona terus meningkat drastis. Bahkan Indonesia menduduki juara dunia untuk kasus kematian karena covid-19 ini.

Buruknya kualitas kepemimpinan, parahnya kondisi keuangan negara serta kuatnya ketergantungan kepada asing menjadi alasan utama pemerintah dalamm mengambil kebijakan. Namun mirisnya, yang selalu menjadi alasan adalah kepentingan rakyat banyak. Jika pemerintah mengambil keputusan untuk lockdown, maka ekonomi pun akan mandeg. Dan rakyat pula yang akan menderita. Begitulah alasan yang selalu dilontarkan pemerintah, hingga rakyat jenuh, galau, gundah gulana menanti kepastian dari pemerintah.
Karena lambatnya sosialisasi protokol kesehatan mengenai covid-19 ini banyak rakyat yang mengambil tindakan ‘terpaksa’.

Seperti para pedagang kaki lima yang harus mencari penghidupan untuk anak dan istrinya dirumah ditengah pandemi ini. Tak sedikit pula yang merasa sudah jenuh dirumah hingga mengabaikan himbauan yang ada. Karena pasar, mall, bioskop yang tidak ditutup maka mereka pun mengambil kesempatan untuk menghilangkan kejenuhan dengan berjalan-jalan. Maka, ketika pandemi covid-19 ini muncul pemerintah gelagapan. Why? Because of fasilitas yang ada di negara ini belum memadai ditambah sikap lambat pemerintah dalam menentukan kebijakan untuk menyelesaikan masalah pandemi ini.

Selama hampir 6 bulan ini pun semakin tampak kegagalan dalam menghadapi pandemi covid-19 disetiap bidangnya seperti dibidang politik, ekonomi dan kesehatan diberbagai negara di dunia, salah satunya Indonesia.

Dalam sistem kapitalis sangat mungkin bagi  penguasa untuk bersikap egois dan mempertahankan nyawa rakyat demi melanggengkan dan mengkokohkan kekuasaan.Terbukti penguasa hari ini  malah sibuk menyelamatkan ekonomi ketimbang sibuk menyelamatkan nyawa rakyat. Begitu juga dengan krisis kelaparan global yang terjadi, sederhananya merupakan buah racun dari kapitalisme. Dan inilah sikap acuh tak acuh rezim terhadap kebutuhan rakyat.

Sistem kapitalisme telah gagap dan gagal dalam mengatasi pandemi dan mengabaikan nyawa manusia. Kapitalisme  nyatanya telah menenggelamkan jutaan masyarakat kejurang malapetaka keuangan dan kelaparan. Lantas haruskah sistem seperti ini masih dipertahankan? Hanya orang-orang yang mau diajak sengsara yang akan mempertahankan sistem bobrok seperti ini.
Sebagai seorang muslim, melihat kesengsaraan, penderitaan dan kebobrokan negara pasti akan membuat jenuh mata yang melihat.

Umat muslim telah diberikan sebaik-baik sistem, yaitu sistem Islam yang dibuat langsung oleh Allah SWT. Yang bertujuan untuk kebaikan umat manusia tentunya. Sebuah sistem  yang akan menjaga keselamatan jiwa manusia dan sistem  yang  akan memanusiakan manusia yaitu hanya sistem Islam( Khilafah). Karena hanya sistem inilah yang mampu membebaskan umat dari keadaan yang penuh kesulitan dan kehinaan  seperti saat pandemi ini. Dan mengembalikan predikat khayru ummah(ummat terbaik) yang telah disematkan oleh Allah SWT. Namun, mengapa seruan untuk memahami sistem Islam dianggap negativ oleh para rezim kapitalis?

Menuding Khilafah sebagai ancaman terlebih untuk menyelesaikan masalah pandemi adalah sebuah kesesatan berfikir.

Sebab Khilafah adalah sebuah institusi yang bersumber dari Al Quran dan As- Sunnah. Bahkan sejarah dunia telah mencatat kegemilangan peradapan Islam (Khilafah). Terbukti Khilafah telah mampu menjaga stabilitas ekonomi meski pandemi terjadi. Karena sumber pendapatan negara bukan berasal dari sektor pajak yang dzalim dan ribawi. Melainkan tiga pos utama yang terpusat  dalam baitul mal(Lembaga Keuangan Khilafah).  Diantaranya berupa Kekayaan Alam seperti minyak bumi, batu bara, tambang emas dan gas alam dll.

Terlebih Khilafah dalam segala aspeknya menjalankan pengelolan kekayaan alam secara mandiri dan terstruktur, bukan menyerahkan kepada  swasta apalagi asing dan aseng sebagaimana hari ini.

Dalam sejarah peradapan Islam (Khilafah), pemimpin yang bertawqa terbukti begitu mengutamakan keselamatan nyawa rakyatnya dibandingkan kepentingan apapun selama terjadi wabah. Pemimpin hadir sebagai garda terdepan dalam pelayanan umat. Memastikan kesejahteraan umat dan mementingkan kebutuhan umat.

Dalam sistem Islam nyawa seorang muslim sangatlah berharga, seperti sabda Rasulullah Saw” Hilangnya dunia,lebih ringan bagi Allah dibanding terbunuhnya seorang mukmin tanpa hak.” ( HR.Nasai,Turmudzi).
Sudah saatnya umat bangun dan kembali kepada sistem Islam. yang mana negara dan pemimpinnya akan bertanggungjawab mengayomi dan menjaga kesejahteraan umat sesuai dengan syari’at. Hingga umat merasa terlindungi dan merasa aman untuk kembali ke kehidupan normal yang sesungguhnya. Kehidupan yang terjamin haknya oleh negara.

Wallahu A’lam bishawab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *