Khilafah, Sistem yang Diwajibkan Allah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Puji Rahayu (Anggota Komunitas Penulis Peduli Umat)

Seruan khilafah menggema seantero nusantara, sehingga kata ini tidak asing lagi di telinga. Yang dulu banyak orang salah dalam melafadzkannya. Sekarang banyak orang yang membicarakan, terlepas orang tersebut setuju maupun menolaknya. Kata ini pun telah menjadi perbincangan dikalangan elit politik. Salah satunya yang getol membicarakan yaitu Menkopolhukam Mahfud Md.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud Md menjamin tidak ada sistem negara khilafah dalam Islam. “Yang ada itu prinsip khilafah, dan itu tertuang dalam Al Quran,” kata Mahfud saat memberikan sambutan dalam acara Dialog Kebangsaan Korps Alumni HMI (KAHMI), di Kalimantan Barat, Sabtu malam, 26 Oktober 2019.(Tempo.co)

Islam telah memerintahkan umatnya untuk masuk ke dalam Islam secara keseluruhan. Ini berarti umat Islam dalam setiap aktifitasnya harus terikat dengan hukum Islam termasuk aktifitas dalam bidang pemerintahan. Karena Islam itu sempurna. Bukankah umat Islam meyakini bahwa Islam adalah rahmatan lil alamin? Maka seharusnya tidak ada keraguan untuk menerapkan hukum-hukumnya atau bahkan menuduh syariat Islam jika diterapkan akan menimbulkan kesengsaraan.

Pemerintahan Islam identik dengan khilafah yang menerapkan hukum syariat dalam segala bidang kehidupan. Ini bukan sistem sembarangan tapi sistem yang diwariskan nabi Muhammad kepada umat akhir jaman. Kemudian dilanjutkan oleh umat terbaik setelahnya. Seharusnya umat saat ini pun menerapkan sistem yang dibawa nabi sebagai teladan yang sebenarnya. Inilah sistem yang hakiki.

Dan juga, khilafah ini adalah pemerintahan Islam yang Allah wajibkan. Dalil-dalil pemerintahan Islam bisa didapat dalam Kitabullah serta Sunnah Rasulullah. Allah telah memerintahkan kepada para penguasa agar menerapkan hukum sesuai dengan apa yang diturunkan oleh Allah kepada Rasul-Nya.

وَأَنِ احْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ

“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah.” (QS. al-Maidah : 49)

Allah juga telah menyatakan orang-orang yang menerapkan hukum selain yang diturunkan oleh-Nya sebagai orang kafir. Sekali lagi, ini Allah yang menyebut kafir bukan orang Islam atau kelompok tertentu. Orang Islam dan kelompok-kelompok Islam tersebut hanya menyampaikan apa yang difirmankan Allah, bukan karena kebencian terhadap orang atau kelompok lain. Karena itu perundang-undangan negara Islam dibatasi hanya berdasarkan hukum yang diturunkan-Nya, dan melarang mengikuti hukum yang lain.

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

“Dan barang siapa yang tidak menerapkan hukum dengan apa yang diturunkan oleh Allah, maka mereka adalah orang-orang yang kafir.” (QS. al-Maidah : 44)

Jelaslah, bahwa sistem Islam yakni Khilafah adalah sistem yang diwajibkan Allah. Hal ini bisa didapat dengan pandangan yang obyektif dan menempatkan syariat sebagai pedoman hidup.

Dengan dasar akidah Islam inilah, Rasul mendirikan negara Islam di Madinah. Di atas pondasi inilah tegak dasar, pilar, struktur, pasukan, hubungan ke dalam dank e luar negara Rasulullah. Sejak datang ke Madinah, Beliau langsung memimpin kaum muslim, melayani kepentingan mereka, mengurus urusan mereka, membentuk masyarakat Islam dan mengadakan perjanjian dengan Yahudi dan kelompok-kelompok lain termasuk dengan kafir Quraisy.

Rasul juga mengangkat para wali (kepala daerah tingkat I) untuk daerah-daerah tertentu, serta para amil (Kepala daerah tingkat II). Ketika Rasul menunjuk para wali maupun amil, Rasul senantiasa memilih di antara mereka orang yang paling sempurna dalam melaksanakan tugasnya. Beliau juga senantiasa menanamkan iman dalam benak mereka yang akan diterjunkan ke daerah yang telah ditentukan. Rasul Saw. juga selalu menanyai mereka tentang cara yang akan ditempuh dalam menentukan keputusan mereka. Diriwayatkan oleh Imam Baihaqi, Ahmad dan Abu Dawud bahwa Rasul pernah bertanya kepada MU’adz bin Jabal ketika diutus ke Yaman: Bahwa Rasulullah ketika mengutus Mu’adz Ke Yaman, Rasul bertanya kepadanya “Dengan apa kamu akan memutuskan (suatu perkara)?”, dia menjawab, “Dengan Kitabullah”, Rasul bertanya, “ Jika kamu tidak menemukan dalam Kitabullah?”,dia menjawab,”Dengan Sunah Rasul-Nya”. Rasul bertanya lagi, “Jika kamu tidak menemukan dalam Sunah?” dia menjawab, “Saya akan berijtihad dengan pendapatku, dengan segenap daya upayaku”.

Demikianlah, Rasul dalam mengangkat pejabat-pejabat negara Islam sehingga mendapatkan orang-orang terbaik dengan kualitas yang terpercaya seperti Abdullah bin Rawahah dengan kisahnya yang terkenal ketika dia diutus Rasul untuk memungut kharaj (pungutan tanah pertanian) dari hasil tanaman orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi mencoba menyuap Abdullah bin Rawahah, namun mereka tidak berhasil. Inilah jawaban Abdullah bin Rawahah ketika disuap: “……Suap yang kalian berikan ini sesungguhnya merupakan harta haram, sungguh kami tidak akan memakannya.” Mereka kemudian berkomentar, “Karena sikap seperti inilah, langit dan bumi ini senantiasa tetap akan tegak.” (HR. Malik)

Bukankan pemerintahan seperti ini yang umat dambakan? Pemerintahan seperti ini hanya ada jika sistem yang diterapkan adalah sistem pemerintahan Islam saja, yakni Khilafah. Sebagaimana Sang Rasul mencontohkan.

Dengan kondisi Indonesia saat ini, kebutuhan umat terhadap sistem Islam justru sangat mendesak agar segala masalah yang mendera segara teratasi. Mari kembali pada sistem yang hakiki Yaitu khilafah lagi. Apalagi ini sistem yang Allah wajibkan, berdosa bila tidak ditegakkan. Semoga sedikit paparan tadi bisa memberi gambaran tentang sistem ini. Dan tidak ada rasa keraguan untuk menerapkannya. Wallah a’lam bi shawab. []

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *