Khilafah, Sistem Terbaik Bagi Umat

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Hafsah Ummu Lani (Penerhati Sosial & Member AMK)

Sejak pemutaran film Jejak Khilafah Di Nusantara, kata “Khilafah” terus menjadi pembicaraan, bukan hanya Indonesia tapi seluruh dunia. Ide Khilafah kian laris manis menjadi topik hangat, bahkan kesadaran umat makin besar untuk memperjuangkannya.

Apalagi kini, setelah pengembalian status Masjid Hagia Sophia (dibaca: Ayasofia), seruan Khilafah semakin mendapat sambutan publik Turki. Seantero Turki menjadi gempar setelah majalah yang dimiliki Albayrak Media Group mengeluarkan seruan untuk membangkitkan kembali kekhilafahan Islam.

Pemimpin redaksi majalah tersebut, Gercek Hayat, menyeru untuk membangkitkan kembali kekhilafahan dalam majalah terbitan 27 Juli. Memicu kemarahan publik di media sosial bagi mereka yang menganggap bahwa pemerintahan Turki tetaplah pemerintahan sekuler. Tidak akan berubah menjadi kekhilafahan.
(MuslimahNews.ID)

Demikian pula di Indonesia, awal penayangan film Jejak Khilafah Di Nusantara mendapat sambutan yang luar biasa, namun aksi penolakan juga mengiringi pemutaran film ini. Terbukti saat tayang, film dibanned sampai 3 kali oleh pihak-pihak yang keberatan dengan film tersebut. Walau demikian sengit penolakan dari pihak yang anti dengan Khilafah, namun disisi lain animo masyarakat justru meningkat tentang Khilafah.

Dalam film tersebut menceritakan awal mula Islam masuk ke Nusantara. Tentu bukan dongeng pedagang gujarat dari India yang membawanya. Berdasarkan beberapa runutan ahli sejarah hubungan khilafah dengan Nusantara sudah dimulai sejak kekhilafahan Umayyah. Hubungan ini terjalin dengan kerajaan Sriwijaya yang saat itu menguasai hampir seluruh daratan Sumatera. Ditandai dengan penemuan dua buah surat dari Raja Sriwijaya kepada Khalifah Umayyah dalam lemari arsip Bani Umayyah oleh Abdul Malik bin Umary. Adalah Raja Sri Indrawarman saat itu berkuasa mengirimkan surat pertama pada Khalifah Muawiyah bin abu Sofyan. Kemudian surat kedua kepada Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Isi surat tersebut adalah permintaan kerajaan agar Kholifah mengutus seseorang untuk mengajarkan Islam ke Nusantara.

Terlepas dari kontroversi film tersebut, tidak bisa dipungkiri jika umat butuh Khilafah. Penderitaan yang dialami oleh kaum muslim dihampir seluruh dunia saat ini akibat ketiadaan pemimpin yang menjadi perisai umat.
Palestina, Suriah, Libanon, Uyghur, Rohingya, Kirgystan, mengalami penindasan tanpa ada perlawanan. Semua negara diam membisu akibat racun nasionalisme yang melemahkan kaum muslim. Hal ini bermula ketika Institusi yang bernama Khilafah dilenyapkan oleh kaum sekuler di Turki.

Derita umat dalam sistem kapitalis.

Di negeri ini tak terkecuali, walau rakyat tidak mengalami penjajahan secara fisik namun serangan pemikiran yang dilancarkan kaum sekuler mampu membuat umat terpuruk dalam segala bidang.
Selain itu, penerapan sistem kapitalis saat ini membuat rakyat menanggung derita hidup akibat himpitan ekonomi.
Untuk kebutuhan dasar seperti air, listrik, bbm dan lain-lainnya harus ditebus dengan harga yg mahal akibat pengelolaannya diserahkan ke pihak swasta. Pendidikan dan kesehatan yang menjadi kebutuhan rakyat tidak lepas dari kapitalisasi. Atas nama rakyat, negara berhutang dengan basis riba untuk mengatasi kasus pandemi yang terjadi beberapa bulan ini. Namun bantuan akibat covid 19 tidak membuat rakyat aman karena disisi lain, pajak yang ditanggung oleh rakyat justru mencekik.

Jaminan kesehatan juga menjadi mahal akibat pengelolaan diserahkan kepada swasta melalui Badan Pengelolaan Jaminan Kesehatan (BPJS). Diatas kertas, BPJS seolah menjamin masyarakat namun tidak semulus yang diperkirakan. Iuran ditarik secara otomatis kepada pegawai atau tenaga kerja yang sudah terdaftar BPJS, tapi faktanya pasien harus berjuang untuk mendapatkan pelayanan yang memadai.

Negeri-negeri muslim yang kaya akan sumber daya alam juga tetap merasakan ketidak adilan akibat SDA yang dikangkangi oleh kaum penjajah, termasuk Indonesia. Melalui kontrak politik dalam pemilu, mereka meminjam tangan negara untuk mengatur Undang-undang yang berkaitan dengan SDA negara setempat. Akibatnya, negara yang kaya seperti Indonesia pada akhirnya tidak mampu mensejahterahkan rakyatnya secara merata.

Kesengsaraan yang dialami sekian lama membuat umat mulai berfikir bahwa kesalahan ini bukan semata karena individunya, masyarakatnya, atau bahkan negaranya, tapi sistem inilah yang membuat umat menderita sepanjang waktu. Banyaknya masalah yang terjadi membuat umat menginginkan adanya perubahan kearah yang lebih baik. Gaung tuntutan itu mulai nampak akibat ketidakpuasan masyarakat dengan kondisi saat ini. Perubahan yang diinginkan oleh masyarakat tidak mampu direalisasikan oleh penguasa akibat berkiblat kepada sistem sekuler kapitalis. Sistem ini mengatur hajat hidup rakyat namun berpijak pada hukum buatan manusia. Hal inilah yang menimbulkan banyak persoalan. lalu sistem seperti apa yang patut kita pakai selain sistem yang bersumber dari Sang Pencipta? Ialah Khilafah Islamiyah yang mengatur urusan umat berlandaskan aqidah Islam.

Kejayaan Khilafah.

Pada penerapannya, Khilafah Islamiyah menguasai 2/3 belahan dunia. Dimulai dari Khulafaur Rasyidin sampai keKhilafahan Utsmaniyah, kekuasaan Islam membentang dari benua Asia ( Jazirah Arab ) hingga benua Eropa dan Afrika. Penyebaran dan penaklukan melalui dakwah dan jihad untuk membebaskan negeri-negeri agar menghamba kepada Allah. Sehingga Islam dimasanya menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Allah Swt berfirman, “Kami tidak mengutus kamu [Muhammad], kecuali untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam” (QS al-Anbiya’ [21]: 107).

Keunggulan Khilafah

Dalam Institusi Khilafah, Islam mampu menjadi rahmatan lil ‘alamin karena memiliki hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan. Islam bukan sekadar agama ritual, namun Islam juga mengatur politik, ekonomi, sosial budaya, sistem sanksi, dan pemerintahan.

Dalam politik Islam menjadikan negara merupakan pemegang pengaturan urusan umat. Negara bukan semata fasilitator dan organisator tetapi negara berfungsi sebagai pelayan yang menyediakan apa yang merupakan kemaslahatan umat dan menjauhkan mereka dari segala bentuk mafsadah (kerusakan).

Dalam ekonomi Islam memisahkan antara kepemilikan umum, kepemilikan negara dan kepemilikan individu. Sarana umum, hutan, pertambangan, dan semua yang menjadi hajat hidup orang banyak dijadikan sebagai milik umum. Negara mengelola dan mengembalikan hasilnya untuk kesejahteraan umat.

Dengan demikian negara memiliki sumber pendapatan yang cukup untuk menjamin kemaslahatan umat, baik kebutuhan hidup, pendidikan, kesehatan maupun keamanan. Negara tidak perlu menarik pajak dengan besaran yang mencekik, dan tidak perlu menggalang dana jaminan sosial.

Dalam sistem sosial, negara mengatur interaksi laki-laki dan perempuan ke arah kerja sama yang produktif di antara mereka, serta menjauhkan bentuk-bentuk interaksi yang menimbulkan fitnah dan memunculkan syahwat yang akan menimbulkan kerusakan akhlak dan moral.

Dalam sistem sanksi, negara menerapkan hukum-hukum persaksian, pembuktian dan sanksi yang menimbulkan efek jera. Sebagian adalah hukum-hukum yang Allah telah menetapkannya (hudud dan jinayah), dan sebagian lagi Allah berikan hak kepada hakim untuk memutuskan sesuai dengan prinsip-prinsip yang ditetapkan Islam (takzir).

Sedangkan dalam sistem pemerintahan, Islam menetapkan khalifah atau imam sebagai pemimpin umat yang bertanggung jawab atas semua urusan mereka. Islam menetapkan serangkaian hukum tentang pengangkatannya, tugas dan tanggungjawabnya serta mekanisme koreksi dan pengawasannya. Begitu juga Islam mengatur peradilan, pembuatan aturan perundang-undangan, dan struktur pemerintahan.
(MuslimahNews)

Institusi Khilafah juga menjadikan Islam sebagai rahmat bagi umat melalui penerapannya yang sempurna. Rahmat Allah akan terealisasi jika karena Khilafah akan menjaga:

1. Menjaga Agama
Negara akan menjamin hak beragama tiap rakyatnya dan khususnya menjaga keutuhan aqidah umat islam dengan menerapkan hukuman yang tegas pada muslim yang murtad atau menistakan islam.

Maslahat ini bisa direalisasikan jika hukum hadd al-murtaddin (sanksi atas orang murtad) diterapkan, yaitu dibunuh. Juga ketika sanksi atas orang-orang yang menyebarkan pemikiran dan ideologi kufur dilaksanakan.

2. Menjaga Jiwa
Negara menjamin keamanan jiwa setiap warga negaranya.

Maslahat ini terealisir jika hukum hadd al-qatli (sanksi atas pembunuh) dilaksanakan, yaitu dibunuh atau dikenakan diyah dan lain-lain.

3. Menjaga Akal
Negara menjaga akal setiap warga negara dari perkara yang merusak akal.

Maslahat ini terealisir jika hukum hadd syarib al-khamr (sanksi atas peminum minuman keras, pecandu narkoba dan sebagainya) diterapkan, yaitu dicambuk tidak kurang dari kali 80.

4. Menjaga Keturunan
Negara menjaga keturunan setiap warga negaranya dengan menghindari hal-hal dapat merusak sebab-sebab keturunan.

Maslahat ini tercapai jika hukum hadd az-zina (sanksi atas pelaku zina) diterapkan, yaitu dicambuk 100 kali bagi yang belum menikah (ghayr muhshan) atau dirajam sehingga mati bagi yang telah menikah (muhshan). Disamping kewajiban menikah sebagai satu-satunya thariqah (tuntunan) untuk memenuhi naluri seksual, serta diharamkannya zina, liwat, oral seks dan sebagainya sebagai mekanisme pemenuhan kebutuhan seks. Meskipun hukum menikah itu sendiri adalah sunnah.

5. Menjaga Harta
Negara menjaga harta setiap warga negaranya.

Maslahat ini terwujud jika hukum hadd as-sariqah (sanksi atas pencuri) diterapkan, yaitu dipotong tangannya jika memenuhi syarat dipotong. Juga ketika sanksi ta’zir atas pelaku suap, korupsi dan sebagainya diterapkan.

6. Menjaga Kehormatan
Negara menjaga kehormatan setiap warga negaranya agar tidak sembarangan menuduh kejahatan kecuali dengan menghadirkan bukti yang jelas.

Maslahat ini terealisir jika hukum al-qadzaf (sanksi atas orang yang menuduh zina) diterapkan, yaitu dicambuk 80 kali, jika tuduhannya tidak terbukti. Juga ketika wanita yang dijadikan sebagai ‘aradh (harta selain mal) yang wajib dipelihara, bukan sebagai mal (harta benda) murahan.

7. Menjaga Keamanan
Negara menjamin keamanan setiap warga negaranya, masyarakat dan negara dari segala teror dan intimidasi.

Maslahat ini terwujud, jika hukum hadd qutha’ at-thariq (hukuman atas perampok, perusuh dan pelaku tindak kriminal) diterapkan, yaitu dibunuh dengan disalib dan dibuang dari negeri.

8. Menjaga Negara
Negara menjaga kedaulatan dan kestabilitas keamanan dalam negeri dangan mengharamkan pemberontakan dan pemisahan wilayah.

Maslahat ini tercapai ketika hukum hadd ahl al-baghy (sanksi atas pembangkang negara) diterapkan, diperangi sebagai pelajaran (qital ta’dib) bagi mereka, bukan diperangi untuk dihabisi (qital harb)

Dengan demikian, tidak ada alasan untuk menolak kembalinya Khilafah yang terbukti mampu membawa umat kearah yang lebih baik. Dan hanya sistem Khilafah yang mampu bertahan dalam waktu 1.400 tahun lamanya, dan kembalinya adalah keniscayaan.

Wallahu a’lam bisshowab

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *