Khilafah Perisai Umat dan Ulama

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Suci Hardiana Idrus

Kehadiran seorang ulama di tengah umat adalah sesuatu hal yang amat sangat penting. Sebab ulama adalah pewaris para nabi. Tugasnya menjaga agama dalam bentuk amar ma’ruf nahi mungkar. Baik di dalam masyarakat maupun dalam pemerintahan. Peran ulama memiliki arti penting dalam Islam. Sebab dari lisannya kita mendengar kebaikan. Tak ada yang keluar dari lisannya selain ilmu, selain memerintahkan taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Memberi manusia petunjuk untuk menjalani kehidupan berdasarkan perintah dan larangan Allah. Menasehati penguasa agar senantiasa dalam keadaan menegakkan syariat Islam.

Rasulullah Saw bersabda:
“Sesungguhnya Allah tidak mencabut ilmu dari hamba-Nya, tetapi mencabut ilmu dengan mencabut para Ulama. Sehingga ketika Allah tidak menyisakan satu ulama, maka manusia mengangkat pemimpin-pemimpin bodoh, mereka ditanya kemudian memberi fatwa tanpa ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan.”
(HR. Bukhari)

Salah satu hal yang penting dalam kehidupan manusia adalah keamanan. Di negara mayoritas Muslim ini justru keamanan begitu mahal. Salah satu bentuk kriminalitas adalah adanya teror yang mengancam keselamatan para ulama.

Beberapa tahun belakangan ini, betapa sering kita mendengar dan menyaksikan di berbagai sumber informasi tentang bagaimana agama Islam, aktivis pengemban dakwah, bahkan ulama seolah diposisikan sebagai musuh. Mulai dari isu radikalisme yang hanya dialamatkan kepada Islam, lalu pengemban dakwahnya dicurigai, masjid-masjid pun mulai dibatasi, hingga tema ceramah dipilih-pilih. Tak hanya sampai disitu, negara kini begitu konsen mendistorsi ajaran Islam dan mengkriminalisasi banyak ulama. Ditambahkan teror yang mengancam keselamatan aktivis Islam dan para ulama.

Berita yang sempat viral di dunia maya adalah penusukan yang terjadi kepada ulama asal Madinah Syaikh Ali Jaber, ia mengalami penusukan pada saat acara wisuda santri yang sedang berlangsung di antara kerumunan jamaah, berlokasi Masjid Falahuddin di Bandar Lampung pada tanggal 13 September 2020. Belum diusut secara detail, lantas pelaku disebut-sebut mengidap gangguan jiwa.

Seperti yang dilansir oleh CNN Indonesia, pada 15 September, 2020, “Bahwa ada informasi yang menyebutkan pelaku mengidap gangguan kejiwaan hendaknya jangan mudah dipercaya. Pihak kepolisian harus segera melakukan penelitian dan penyelidikan dengan melibatkan para pakar atau ahli di bidang kejiwaan,” kata Ketua Umum MUI Jabar Rachmat Syafe’i di Bandung, Selasa (15/9).

Menurut Rachmat, anggapan orang gila yang kerap dialamatkan kepada pelaku kejahatan terhadap ulama akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat. Harus dibuktikan secara rasional dan logis. MUI melihat kasus-kasus besar umumnya ada aktor intelektualnya karena dampaknya lebih besar. Bisa saja pelaku hanya sebagai alat, makanya harus diusut sampai ke akar-akarnya.

Kasus penyerangan terhadap ulama bukanlah kasus yang pertama yang pelakunya diduga mengalami gangguan kejiwaan. Lantas apa jadinya jika kejahatan menyasar ulama? Siapakah yang akan menjamin kebebasan dan keselamatan mereka dalam mengemban tugas dakwah menyampaikan kebenaran di tengah-tengah umat? Mengapa penjagaan negara abai terhadap serangan yang berulang dengan motif yang serupa terhadap para ulama? Sedangkan disatu sisi beberapa menteri terlihat lebih fokus membahas persoalan radikalisme namun justru mendiskreditkan umat Islam? Kesannya Islamlah yang menginspirasi para pelaku terorisme. Namun di sisi lain, korban teror dan kekerasan maupun kejahatan justru lebih banyak dialami kalangan umat Islam, baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Di dalam negeri sendiri, banyak sekali program-program pemerintah untuk memberantas terorisme serta radikalisme. Mulai dari program Deradikalisasi dari Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Revisi 155 buku pelajaran pendidikan agama Islam (PAI) oleh Menteri Agama, khususnya memindahkan ajaran konten Khilafah dan Jihad dari fiqh ke mata pelajaran sejarah, serta upaya menggalakkan moderasi beragama di masyarakat, hingga pelarangan cadar di universitas maupun di instansi pemerintah. Semua itu adalah upaya untuk memberantas ajaran radikalisme yang menginspirasi tindak terorisme. Namun, fakta yang terjadi adalah adanya sebuah upaya untuk mengkerdilkan ajaran Islam. Sebab tak bisa dipungkiri, tanda-tanda kebangkitan Islam begitu signifikan terjadi di setiap wilayah bahkan negara-negara. Tentu, hegemoni yang berkuasa saat ini tak akan tinggal diam menunggu hegemoninya runtuh. Dengan adanya kebangkitan Islam, maka niscaya bisa mengancam dominasi kekuasaannya.

Pada hakikatnya, Islam dan ajaran Khilafah di dalamnya adalah ancam besar bagi hegemoni Barat beserta ideologi Sekularismenya. Barat telah berhasil menancapkan ideologinya ke seluruh dunia, dengan itu negara yang berdasarkan sistem Kapitalisme, mampu menguasai sumber-sumber energi dan kekayaan alam suatu negara bergantung pada kekuatan pemilik modal. Ideologi sekulernya, meniscayakan segala sesuatu dapat dimiliki tanpa memerhatikan sebab-sebab kepemilikan sebagaimana yang telah diatur oleh Islam. Sehingga yang menikmati keuntungan dan kekayaan hanya di antara pada elit kapitalis (memilik modal) itu sendiri.

Berbeda dengan Dien Islam yang sekaligus menjadi sebuah ideologi, yang di dalamnya terpancar aturan-aturan sempurna yang layak mengatur kehidupan manusia tanpa memaksa manusia keluar dari fitrahnya sendiri. Ketakwaan kepada sang Pencipta adalah hal yang paling mendapat perhatian besar di dalam sistem Islam (Khilafah). Ketakwaan kepada Allah menjadi konsekuensi logis dari penerapan syariat secara menyeluruh (kaffah) di tengah-tengah kehidupan masyarakat maupun negara. Sedangkan negara mengambil peranan penting dalam penerapan syariat tersebut. Menjalankan hukum-hukum Islam sesuai yang dicontohkan oleh Rasulullah dan para Khulafaur Rasyidin terdahulu. Menghapus dominasi Barat yang telah banyak menciptakan kesengsaraan bagi rakyat. Menjaga agama, nyawa dan kehormatan. Termasuk menjaga para ulama pewaris para nabi.

Disinilah perlunya penerapan sistem yang shahih dalam sebuah institusi. Sebab negara berperan penting dalam mengatur dan menyelesaikan persoalan hidup manusia. Tanpa sistem yang shahih, mustahil manusia hidup dalam kemuliaan dan kemakmuran. Aturan yang berasal dari manusia takkan mampu menandingi aturan-aturan Allah terhadap kemaslahatan umat manusia. Jika syariat diterapkan secara sempurna, niscaya keadilan dan keberkahan meliputi bumi. Dan hal itu hanya bisa diterapkan oleh institusi bernama Khilafah.

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberikan kehidupan kepada kamu.
(QS. Al-Anfal : 24)

Wallahu’alam

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *