Khilafah Perisai Dari Toleransi semu

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Suratiyah Ummu Jihan (Pegiat Dakwah dan Member Menulis Kreatif)

Diberitakan dari suara.com Jateng 25/12/2019 bahwa ada grup Rebana ponpes Roudlotul Solihin  Semarang ikut merayakan Misa Natal di Gereja Mater Deu di kelurahan Lamper kidul.
Rebana Santri tersebut berkolaborasi dengan anak- anak Kristiani yang akan menyanyikan lagu Nandhur rukun.

Bukan hanya Rebana, tetapi tari sufi yang dilakukan pemuda muslim juga ikut mengiringi Misa Natal di Malang Jatim dilangsir, Kompas.com 27/12/2019.

Menurut KH Abdul Qadir  pimpinan ponpes Raudhotul Solihin Semarang, mengapa sampai melakukan hal tersebut agar umat Islam dan kristiani tercipta hidup penuh kerukunan.Bukan seperti saat ini, dimana  umat Islam yang selalu  disudutkan dengan Istilah radikalisme.

Dengan adanya hal tersebut seharusnya pemerintah memberikan sanksi  tegas dan memberi peringatan kepada rakyatnya agar mau  menjaga akidahnya.  Bahwa umat Islam dilarang mengganggu ibadah ritual non muslim/perayaan Natal tetapi sikap yang harus dilakukan adalah sikap saling hormat menghormati dan membiarkan mereka yang sedang melakukan ibadah ritual.

Namun, justru berbondong – bondong menghadiri ibadah mereka sebagaimana yang dilakukan pemerintah di Sentul City Bogor, 27/ 12/2019 diberitakan CNN Indonesia.

Inilah contoh kebobrokan negara yang mengadopsi sistem sekuler demokrasi yang memisahkan aturan Islam dari segala aspek kehidupan. Padahal Islam terwujud  baik dari segi pemikiran maupun amaliyah. Sehingga Islam terwujud secara kaffah sebagaimana yang tercantum dalam Al-Baqarah 208 .

Hal ini juga dicontohkan oleh Rasulullah Saw ketika memberangkatkan para sahabatnya melakukan perang. Dimana perang tersebut sangat mengancam kaum muslimin maka Rasulullah Saw berpesan agar tidak merusak tempat – tempat ibadah orang kafir, bahkan beliau menyuruh untuk menjaganya.

Selain itu juga sewaktu terjadi keributan kaum muslim, Yahudi dan kaum quraisy di Madinah maka sikap yang diambil Rasullullah Saw dalam menjaga toleransi adalah membuat piagam Madinah.

Bahkan, ketika ada kaum muslim yang menyakiti kafir dzimmi, maka aku berperkara dengannya, dan barangsiapa berperkara denganku, maka aku akan memperkarakannya pada hari kiamat”.

Inilah sikap Rasullullah untuk menekankan sikap toleransi kepada orang non muslim sehingga Islam rahmatalil ‘ alamin akan terjuwud.

Sehingga pengamalan Islam kaffah sebagaiman dalam Al-Baqarah ayat 208 terwujud. Sehingga sebelum melakukan perbuatan akan merujuk kepada Rasulullah Saw, sebagaimana dijelaskan dalam hadis
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan berasal dari kami, maka amalan tersebut tertolak” (HR. Muslim no. 1718)

Inilah mengapa harus dengan khilafah umat Islam akan terjaga akidahnya.

Sebab Islam itu tinggi dan tidak boleh ada yang melebihi ketinggiannya, Rasullullah Saw bersabda.
الإسلام يعلو ولا يعلى عليه

Islam itu tinggi dan tidak ada yang Kudus menandinginya.(HR. Ad-Daru Quthni dan Al-Baihaqi)
Allah Swt berfirman:

وَلَنْ يَّجْعَلَ اللّٰهُ لِلْكٰفِرِيْنَ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ سَبِيْلًا

Allah tidak akan memberi jalan kepada orang kafir untuk mengalahkan orang-orang beriman.”
(QS. An-Nisa’ 4: Ayat 141)

Hadis Nabi Saw dan penggalan ayat diatas secara eksplisit melarang kaum muslim menjadikan agama/ aturan/ sistem selain Islam untuk mengatur urusan mereka dan menjadikan orang- orang kafir sebagai pemimpin mereka.

Perayaan upacara Natal adalah termasuk ibadah bagi umat Kristiani dan termasuk syi’ar agama mereka, sebagaimana Idul Fitri dan Idul Adha adalah ibadah dan syiar kaum muslim.

Atas dasar ini para ulama berpendapat bahwa orang muslim yang menghadiri atau turut serta dalam seremonial( upacara/ perayaan) kaum kufir seperti perayaan Natal, maka imam(Khalifah ) wajib menjatuhkan hukuman ” takzir” terhadapnya. Karena mereka telah melakukan maksiat yang tidak ada had dan kafarat padanya.

Dalam kitab l’aanatut Thaalibin komentar kitab Fathul Mu’iin karya Sayyid Bakry rh di tegaskan.

” Penjelasan mengenai takzir”
Imam / Khalifah harus menjatuhkan Takzir  terhadap orang muslim yang melakukan maksiat yang tidak memiliki had dan kafarat, baik maksiat itu hak Allah Swt maupun hak manusia, sedangkan konotasi hak Allah Swt adalah seperti kesaksian palsu dan ikut serta dalam perayaan orang- orang kafir dan semacamnya.

Lebih dari itu, turut serta dalam perayaan Natal, secara eksplisit kaum muslim yang hadir di dalamnya telah menerima agama Islam berada di bawah agama Kristen, dan orang Islam berada di bawah kepemimpinan orang Kristen, karena perayaan Natal adalah di prakarsai dan di selenggarakan oleh kaum Kristiani,  sedangkan kaum muslim yang turut serta hanyalah sebagai pengekor atau membebek yang diajak/ diundang hadir didalamnya .

Sikap demikian lebih parah daripada tasyabuh / meniru- niru dengan orang- orang kafir dalam ibadah dan syiar agama mereka.

Seharusnya sikap toleransi yang benar jika  ada negara yang menerapkan Islam sebagai mabda / aturan negara sehingga toleransi yang dilakukan umat Islam akan mendapatkan ridhanya sedangkan umat kristiani akan mendapatkan keadilanya.

Wallahu ‘ alam bish ashawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *