Oleh: Syahida Adha
Menag RI baru-baru ini mengalami pergantian, sehingga sangat mungkin terjadi pergantian kebijakan. Hal ini terbukti dengan diangkatnya menteri agama baru, mengeluarkan kebijakan dan tindakan yang juga “baru”.
Beliau dikabarkan akan mengesahkan Syiah dan Ahmadiyah sebagai agama yang diakui di Indonesia. Dikutip dari Tempo.com Menag berniat ingin melindungi Syiah dan Ahmadiyah sebagai warga Negara yang tidak boleh didiskriminasi ataupun dipersekusi.
Sebenarnya dalam perkara ini terdapat dua hal. Yang pertama adalah diakuinya Syiah dan Ahmadiyah untuk dianut di Indonesia, dan yang kedua adalah perlindungan warga Negara dari kekerasan atas dasar kemanusiaan. Penting untuk kita mengetahui kedua hal ini, karena secara hukum agama islam (penj.syariat) memiliki substansi dan putusan yang berbeda.
Dimana di dalam islam terdapat kimah insani (nilai kemanusiaan), sehingga setiap manusia yang hidup berhak dilindungi hak-hak dasarnya sebagai manusia. Sebagaimana yang terjadi dalam sistem pemerintahan khilafah yang dijalankan oleh para sahabat . Sekalipun kafir ataupun muslim, selama mereka hidup dalam wilayah daulah khilafah, maka harta, kehormatan dan tumpah darahnya harus dijamin dan dilindungi oleh daulah khilafah.
Bahkan dalam kondisi berperang dengan Negara di luar daulah khilafah, para pasukan dilarang menyakiti tumbuhan, hewan, wanita, anak-anak dan tidak boleh melakukan pengerusakan bangunan.
Berbeda halnya dengan perkara pengesahan Ahmadiyah dan Syiah sebagai kepercayaan atau kelompok islam yang diakui di Indonesia. Dalam hal ini haruslah melibatkan para ulama dan mujtahidin yang mengerti dengan jelas perkara agama. Perkara ini harus ditetapkan secara objektif terlebih dahulu, apakah kedua kelompok ini sesuai dengan prinsip dasar agama Islam, yaitu dua kalimat syahadat, rukun iman dan rukun islam. Apabila terjadi pertentangan di dalamnya maka dapat dikategorikan sebagai aliran sesat.
Jika memang benar tidak sesuai dengan prinsip agama islam, maka kelompok ini haruslah diberikan pembinaan dengan tidak menghilangkan nilai kemanusiaan. Diluruskan dengan dalil yang rojih. Dibuka ruang-ruang diskusi bersama para ulama dan mujtahidin yang mumpuni dalam hal ini. Dengan begitu akan dapat menjaga agama tanpa harus menumpahkan darah atau perlakuan diskriminasi
Namun hal ini sebenarnya tidak begitu sejalan dengan prinsip demokrasi yang menjamin kebebasan berserikat. Karena memang hanya bisa dijalankan dalam sistem pemerintahan islam yaitu khilafah.
Hal ini dikarenakan islam memiliki batas-batas yang jelas untuk menjaga peradaban manusia. Bukan didasarkan atas kebebasan yang tanpa batas. Sehingga demokrasi dan pemerintahan islam merupakan hal yang berbeda yang tidak bisa disamakan.
Adapun jika kelompok-kelompok semacam ini terus dibiarkan dan tidak dibimbing, maka akan sangat berpotensi merusak akidah muslimin jika ajarannya ternyata memang tidak sesuai dengan prinsip dasar agama islam.
Wallahu A’lam Bissawwab[].