Khilafah Islam Sistem Kepemimpinan dengan Indeks Kerukunan Tertinggi di Dunia

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Abu Mush’ab Al Fatih Bala (Penulis Tinggal di NTT)

Khilafah Islam adalah sistem kepemimpinan umum yang bersifat global bagi seluruh manusia. Dari namanya, Khilafah adalah ajaran Islam. Bukan ajaran Plato, Socrates maupun Aristoles.

Khilafah bukan negara anti Tuhan seperti negara yang diilhami oleh Karl Marx. Tapi Khilafah juga bukan Negara Teokrasi layaknya Sistem Kepausan.

Sistemnya bersifat ilahiah. Menggunakan Syariah Islam sebagai dasar negara. Karena bukan merupakan negara rohaniawan tidak ditemukan adanya pemaksaan pindah agama kepada Non Muslim untuk masuk Islam.

Bahkan karena Syariah Islam sebagai sistem muamalahnya, Khilafah mampu menguatkan kerukunan warga negaranya yang berbeda bangsa dan agama.

Dalam kurun waktu 14 abad dengan luas wilayah 2/3 dunia negara ini telah menjadi negara yang paling heterogen di dunia. Tak pernah ditemukan satu negara dengan satu agama saja.

Jaminan beribadah dalam Khilafah telah diakui oleh para pakar Barat Non Muslim.

Misalnya Thomas Walker Arnold, Sejarahwan Kristen berkata, “Ketika Konstantinopel dibuka oleh keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya pelindung gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras dan untuk itu dikeluarkan sebuah dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan penerusnya”.

“Hal yang tak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya. Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan sendiri. Sang Uskup juga berhak meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para gubernur yang tidak adil…”

Bandingkan dengan Kekaisaran Romawi yang ketika menguasai Palestina menerapkan Undang-Undang yang memaksa Kaum Yahudi berpindah agama ke dalam Nasrani. Mengakibatkan eksodus besar-besaran kaum Yahudi ke seluruh dunia.

Di Andalusia Raja Ferdinan dan Isabella melakukan inkuisisi kepada Kaum Muslimin dan Yahudi. Banjir darah pun menggenangi Andalusia (Spanyol sekarang).

Tetapi sikap yang berbeda ketika Sultan Shalahudin Al Ayyubi yang mengakui Kekhilafahan Abbasiyah menaklukkan Palestina dan mengusir tentara Salib, Warga Nasrani ketakutan bahwa Sang Sultan akan balas dendam.

Alhamdulillah, tak setetes darah pun yang tumpah. Karena Sultan Shalahuddin Al Ayyubi mengikuti Aturan Perang warisan Rasulullah SAW. Dilarang membunuh Para pemuka agama, orang tua, anak-anak dan wanita.

Tidak boleh merusak lingkungan seperti menebang pohon, merusak rumah ibadah dan membunuh tentara musuh yang telah menyerah.

Dalam Khilafah Islam, Khalifah bisa bersengketa dengan Warga biasa di pengadilan. Qodhi Mazhalim bertindak sebagai hakim dimana Khalifah tak bisa menyalahgunakan kekuasaannya.

Khalifah Ali pernah dikalahkan dalam persidangan ketika yang dihadapi seorang warga negara jelata beragama Yahudi. Hakim menyerahkan kepemilikan baju perang besi milik Khalifah kepada Warga Yahudi tersebut.

Khalifah kalah karena pernyataan Saksinya tidak bisa diterima. Hakim menolak karena yang bersaksi adalah keluarga Khalifah.

Warga Khilafah Non Muslim pun tidak dibebani pajak yang mencekik. Mereka cukup membayar Jizyah yang besarannya sangat kecil. Bandingkan dengan salahsatu negara demokrasi modern yang menjadikan pajak sebagai salahsatu sumber pendapatan negara terbesar.

Adakah negara yang lebih baik dari Khilafah?

Tangerang, 15 Desember 2019

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *