Oleh: M. Azzam Al Fatih
Semenjak rezim togog berkuasa, bisa dikatakan bahwa hukum yang berlaku di negeri adalah tebang pilih. Menghukumi suatu perkara menurut kemauan si tuanya yang dikira memberi rasa untung. Demi menjaga eksistensi kekuasaan dan gengsi. meskipun apa yang dilakukannya melanggar hukum yang ada. Bahkan secara akal, keputusannya tidak masuk logika.
Masih teringat kasus penyiraman air keras yang menimpa Novel Baswedan dalam perjalanan pulang dari masjid. Di mana sampai detik ini tidak jelas penyelesaian. Kasus yang lain semisal Habib Rizieq Syihab, sebuah kasus yang memang sengaja dibuat dengan target melemahkan kekuatan ukhuwah islamiah. yang mana telah terjadi gelombang besar umat Islam yang menuntut keadilan bagi hukum di negeri +62. Dimana Habib Rizieq Syihab adalah tokoh penting penggerak gelombang besar umat islam, hingga beliau disebut sebagai imam besar umat Islam. Dan ternyata kasus ini pun hilang setelah habib Rizieq Syihab terasingkan di Arab saudi dan tidak bisa pulang ke tanah kelahirannya.
Terhangat, sebuah kasus yang dialami Prof suteki, guru besar Undip. Secara mendadak beliau mendapatkan SK pemberhentian sementara Yang dikeluarkan oleh rektor Undip dengan no 223/ KP/ 2018 atas prof prof suteki dari tiga jabatan sekaligus, yakni :
1.Ketua program studi MIH FIH UNDIP
2.ketua senat fakultasm hukum Undip.
3. Anggota komisi 4 senat senat akademik universitas.
Tepat tanggal 11 Desember 2019, sidang di PTUN tingkat pertama memutuskan secara otoriter atas gugatan prof suteki dengan menolaknga. Mungkin hal ini suatu keberhasilan bagi rezim. Di mana mereka telah memupus harapan para pembela kebenaran. namun sebenarnya hal ini merupakan kehinaan bagi negeri +62. Sebab lembaga hukum yang seharusnya bersifat dan bersikap netral tetapi menjadi tangan tangan rezim demi mejaga kegengsian atas keburukan yang brutal.
Ketiga kasus tersebut merupakan sekelumit contoh atas ketidakadilan hukum di negeri ini Yang hanya mementingkan penguasa. Hukumnya tebang pilih, tumpul keatas dan tajam kebawah, lawan ditendang dan kawan dikasih makan serta Koruptor dikasih jabatan sedang pejuang Kebenaran dibui. Tentunya sikap ini justru membuat martabatnya jatuh. Karena negeri yang konon terkenal dengan negeri hukum kehilangan jadidiri dan identitasnya sebagai negara Hukum
Padahal apa yang diperjuangkan para pejuang kebenaran adalah wujud kecintaan terhadap negeri. Mereka menginginkan negeri yang rakyatnya sejahtera dan terjamin dari segala aspek kebutuhan hidupnya. Menginginkan yang damai meminimalisir tindak kejahatan. baik yang kejahatan terhadap rakyat kecil seperti pencurian, pemerkosaan, pembunuhan dan sebagainya. Juga tindak kejahatan terhadap negara semisal korupsi, jual beli jabatan dan seabrek kriminalitas preman berdasi kelas kakap. Juga menginginkan negeri yang bermartabat di mata dunia dengan kekuatan militer yang hebat sekaligus berwibawa dan bertaqwa kepada Allah SWT. Yang pada intinya apa yang diperjuangkan para pejuang Kebenaran untuk menginginkan kehidupan yang membawa Rahmat bagi seluruh manusia.
Apa yang dilakukan para pejuang Kebenaran adalah tulus , ikhlas, dan dan hanya mengharap ridho Allah SWT. Tidak pernah berharap atas jabatan dan kekuasaan. Tidak seperti para penjilat kapitalisme yang terus memburu dunia demi kepuasan nafsunya.
Namun ternyata ketulusan para pejuang Kebenaran mereka campakkan. Begitu juga dengan cintanya dia khianati. Tawaran solusi mereka tolak dan pejuangnya direkayasa, didzolimi dan dan ditekan untuk tidak menyuarakan kebenaran. Rupanya makhluq jahat kapitalisme telah mendarah daging di tubuh rezim. Dengan kesombongan dan keangkuhanya selalu menganggap, bahwa para pejuang Kebenaran sebagai rintangan dan hambatan.
Seperti halnya yang di alami oleh prof suteki Seorang guru besar Undip, gegara membela kebenaran ajaran Islam khilafah, yang didakwakan HTI. pengabdian yang tulus selama 25 tahun di kampus tersebut Dicampakkan begitu saja. Begitu juga cintanya kepada negeri ini juga dikhianati, lantaran menjadi saksi ahli dari HTI untuk membenarkan dan membela khilafah ajaran Islam.
Prof suteki bukanlah anggota Hizbut Tahrir, namun karena intelektuanya, beliau mengakui kebenaran yang dibawa Hizbut Tahrir. Hingga beliau berani memberikan keterangan saksi ahli pada sidang di Mahkamah konstitusi (MK) pada tanggal 23 Agustus 2017. Pada persidangan permohonan judicial review pada perpu NO2 2017 ormas dan pada persidangan PTUN tanggal 1 Februari 2018 tentang pencabutan Badan hukum ormas Hizbut Tahrir Indonesia di Jakarta.
Tapi beginilah hidup dibawah rezim anti Islam yang dilahirkan oleh sistem kufur. Sampai kapanpun, pengabdian yang tulus pasti dicampakkan, cintanya pada Negeri juga terkhianati. Sebab karekter sistem yang demokrasi adalah menjajah. Jika ada pemikiran yang tidak sejalan maka akan di bumi hanguskan.
Berbeda dengan sistem Islam yang tidak akan pernah mencampakkan pengabdian tulus dan kecintaannya tidak pernah terkhianati. Sebab Islam hadir sebagai solusi problematika umat yang membawa kerahmatan Lil Alamin. Serta akan menjaga cinta yang tulus terhadap negara. Karena disitulah letak pembuktian atas cinta hakiki dari Allah SWT sang penguasa jagad raya.
Yogjakarta 12 Desember 2019