Keterbatasan Satukan Manusia

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ainul Mizan S.Pd

Selain sebagai makhluk individual, manusia itu sebagai makhluk sosial. Manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa bantuan orang lain. Ketika ia lahir ke dunia ini, ia membutuhkan orang lain. Ia membutuhkan orang yang melindunginya dari dingin, panas dan rasa lapar haus. Kedua orang tuanya yang dengan cinta akan melakukannya. Begitu pula makanan yang kita makan sehari – hari. Ada nasi, sayur mayor dan lauk ikan atau daging. Kita membutuhkan petani yang menanam padi dan sayur mayor serta seorang yang beternak ikan dan ayam atau kambing dan sapi. Begitu juga, kedua orang tua yang membutuhkan seorang guru untuk mengajari putra/putrinya berbagai disiplin ilmu. Dan masih banyak fragmen yang menunjukkan eksistensi manusia sebagai makhluk sosial.

Dalam skub nasional, antar satu daerah dengan daerah lainnya mempunyai hubungan saling membutuhkan. Di daerah Lamongan dan Gresik yang terkenal akan hasil perikanannya, tentunya dibutuhkan oleh daerah – daerah yang berada di dataran tinggi. Begitu pula sebaliknya. Daerah dataran tinggi yang hasil buminya mayoritasnya berupa sayuran akan dipasarkan di daerah yang lebih didominasi oleh hasil perikanan maupun peternakan. Oleh karena itu bisa dipahami dengan baik, tatkala kekayaan alam bangsa ini diserahkan pengelolaannya kepada swasta, tentunya memiliki dampak yang besar bagi tingkat perekonomian nasional.

Potensi yang berbeda satu sama lain akan menjadi pendorong untuk bersatu. Kebersatuan itu untuk menghilangkan hambatan keterbatasan di dalam memenuhi kebutuhan hidup. Baik secara individual, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, termasuk dalam pergaulan internasional, kebersatuan itu adalah sebuah keniscayaan bahkan kebutuhan.

Tanggal 3 Oktober 1990 merupakan tanggal bersejarah bagi bersatunya Jerman Barat dan Jerman Timur. Pasca perang dunia kedua, Jerman Barat dikuasai sekutu yang berhaluan Kapitalisme Liberal. Sedangkan Jerman Timur dikuasai oleh Soviet yang Komunis. Kebersatuan Jerman dipicu oleh ketimpangan ekonomi antara Jerman Barat dan Jerman Timur. Jerman Timur mengalami kemerosotan, kalah bersaing dengan iklim kebebasan investasi Jerman Barat. Akhirnya rakyat Jerman solid untuk bersatu guna memperbaiki kondisi perekonomiannya tersebut.

Begitu pula dalam pembentukan Uni Eropa di tahun 1993. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan halangan bagi lalu lintas perdagangan di antara negara anggota Uni Eropa, memajukan perdagangan, memperbaiki taraf hidup dan memperluas lapangan kerja. Mereka menggunakan mata uang Euro bagi semua negara anggotanya.

Begitu pula negara – negara mayoritas muslim di dalam dunia Islam. Persebaran potensi kekayaan alam yang dimiliki di antara negara – negara muslim tersebut tentunya berbeda – beda. Maka opsi penyatuan negara – negara di dunia Islam adalah sebuah keniscayaan. Bahkan bisa menjadi sebuah kebutuhan. Sebagai sebuah ilustrasi saja. Arab Saudi dengan Mekah Medinahnya, menjadi tempat sentra pelaksanaan ibadah haji. Pengurusan paspor dari Indonesia ke Arab Saudi menjadi persoalan sendiri dalam persebaran ibadah juga dari aspek perekonomian. Juga dari aspek pertahanan dan keamanan, penyatuan dunia Islam itu akan menjelma menjadi kekuatan besar militer dunia, di samping kekuatan ekonominya yang disegani.

Adapun bentuk penyatuan bagi semua negara di dunia Islam yang selama ini ada seperti OKI masih belum memenuhi harapan menghilangkan kendala ekonomi, pertahanan dan politik di dunia Islam. Persoalan Palestina saja belum mampu diselesaikan dengan baik.

Tentunya penyatuan dunia Islam membutuhkan format lain. Sebuah format yang memiliki kemerdekaan politik dan ekonomi, terbebas dari intervensi asing. Format penyatuan bagi dunia Islam tidak lain adalah dalam bentuk Ke-Khilafahan. Yang oleh Menag baru – baru ini disebut bahwa Khilafah itu berbahaya dan musuh bagi semua negara yang berbentuk nation state (www.m.detiknews.com, 30 Oktober 2019). Justru yang disebut berbahaya tersebut adalah satu – satunya bentuk persatuan dunia Islam yang mampu menghilangkan hambatan baik dari aspek politik, ekonomi, sosial dan pertahanan keamanan. Lantas berbahaya di bagian yang mana?

Padahal bentuk penyatuan dunia Islam dalam yang disebut Menag sebagai Khilafah masih belum terwujud. Khilafah itu masih dalam tataran ide dan pemikiran. Justru kalau mengkaji sejarah Islam sendiri tentunya akan didapatkan kesimpulan bahwa Khilafah sebagai bentuk kesatuan dunia Islam, yang menebarkan kerahmatan Islam hingga ke negeri ini. Masuknya Islam ke wilayah nusantara merupakan bagian dari peran Khilafah sebagai kesatuan negeri – negeri Islam waktu itu.

Adapun Amerika Serikat yang dianggap sebagai polisi dunia, justru mendapat penentangan dari beberapa negara di dunia. Baik itu perjuangan ras aparteid Nelson Mandela dan termasuk negara – negara Amerika Latin yang melawan imperialism Amerika. Di Venezuala ada Hugo Chaves. Di Bolivia ada Morales, dan lainnya.

Kesimpulannya bahwa proses kebersatuan negara – negara dalam satu wadah merupakan sebuah hal yang wajar dan bahkan sebuah kebutuhan dilihat dari segi menghilangkan hambatan keterbatasan di antara negara – negara anggotanya. Demikian pula dunia Islam memerlukan adanya sebuah proses kebersatuan, mengingat keadaan dunia Islam mayoritasnya memiliki persoalan – persoalan yang sama berupa kemiskinan yang masih membelit,mutu pendidikan masih rendah dan penjajahan oleh negara adi kuasa. Walhasil kebersatuan dunia Islam itu menjadi sebuah terobosan baru bagi kebangkitan dan kemajuannya.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *