Kesenjangan Antara Si Kaya Dan Si Miskin

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Ghazi Ar Rasyid (Member Pena Muslimah Cilacap)

 

JAKARTA, KOMPAS.com – Di tengah pandemi Covid-19, penduduk kaya dan superkaya di Indonesia justru meningkat. Melansir data dari lembaga keuangan Credit Suisse, jumlah penduduk dengan kekayaan bersih 1 juta dollar AS atau lebih di Indonesia mencapai 171.740 orang pada tahun 2020.

Angka tersebut melonjak 61,69 persen year on year (yoy) dari jumlah pada tahun 2019 yang berjumlah 106.215 orang. Lembaga tersebut juga mencatat, jumlah orang Indonesia sangat kaya atau dengan kekayaan tercatat lebih dari 100 juta dollar AS pada tahun 2020 mencapai 417 orang atau naik 22,29 persen dari tahun sebelumnya.

Kami melakukan perhitungan dengan pendekatan berbasis regresi untuk 144 negara di dunia. Regresi terpisah dijalankan untuk meneliti aset keuangan serta aset dan kewajiban non-keuangan,” sebut lembaga tersebut dalam laporannya, seperti dilansir Kontan.co.id, Senin (12/7/2021).

Untuk Indonesia, lembaga tersebut menggunakan sistem survei, bukan data HBS. Pasalnya, bila tidak menggunakan survei, sering kali data kekayaan yang muncul malah jauh lebih rendah. Selain itu, lembaga tersebut juga membuat tiruan untuk menangkap data per wilayah. Tak hanya itu, Credit Suisse juga membuat perhitungan untuk mengukur guncangan perekonomian terhadap Indonesia, seperti krisis keuangan global atau tren lain yang bisa mengguncang perekonomian dan sistem keuangan.

Sementara itu, ekonom senior Indef Faisal Basri menyebutkan, naiknya jumlah orang kaya dan orang superkaya tersebut merupakan hal yang kontras, apalagi pandemi Covid-19 mengakibatkan perekonomian gonjang-ganjing dan jatuh ke dalam jurang resesi.

Pandemi ini mengakibatkan perekonomian Indonesia merosot (kontraksi). Namun, jumlah orang dewasa dengan kekayaan di atas US$ 1 juta juga naik tajam sebesar 61,7%,” ujar Faisal dalam Twitter pribadinya, @FaisalBasri. (Bidara Pink).

Sebuah fakta baru terungkap bahwasannya orang kaya di Indonesia mengalami peningkatan selama pandemi COVID-19. Berdasarkan laporan Credit Suisse, jumlah orang dengan kekayaan di atas US$ 1 juta atau setara dengan Rp 14,49 miliar (kurs dollar Rp 14.486) di Indonesia ada sebanyak 172.000 orang, alias bertambah 62,3% dibandingkan tahun sebelumnya (year-on-year/yoy).

Laporan Credit Suisse nampaknya memberikan bukti bahwa kesenjangan antara rakyat Indonesia agak melebar. Terlihat dari data indeks gini yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS). Indeks gini adalah indikator yang mengukur tingkat pengeluaran penduduk yang dicerminkan dengan angka 0-1. Semakin rendah angkanya, maka pengeluaran semakin merata.

Pandemi covid-19 memang memiliki dampak yang cukup besar bagi perekonomian. Pada kalangan si kaya, ketika mereka terpapar virus covid-19 itu hanya akan mempengaruhi pada kesehatan mereka, tidak pada perekonomian mereka. Berbeda dengan kalangan rakyat miskin yang harus terus menjerit. Ketika kalangan miskin yang terpapar virus covid 19, mereka harus menjalani perawatan untuk beberapa minggu. Hal ini tak hanya mempengaruhi kesehatan saja namun perekonomian keluarga pun terganggu. Kebijakan pembatasan mobilitas sosial yang ada saat ini telah membatasi mobilitas kalangan miskin, ditambah tidak adanya jaminan dari pemerintah.

Pemerintah memang mengeluarkan sejumlah dana bantuan sosial untuk mengatasi pandemi saat ini. Namun, jumlahnya sangat kurang signifikan, pendistribusiannya pun tidak merara, dan tidak sedikit dari bantuan ini yang salah sasaran. Sehingga bantuan ini tidak efektif untuk mengurangi efek perekonomian dari pandemi.

Seperti inilah wujud dari sistem kapitalisme yang ada sekarang ini. Sistem yang semakin mewujudkan kemiskinan massal pada tiap individu, keluarga bahkan negara. Istilah si miskin makin miskin dan si kaya makin kaya pun makin nampak jelas dipermukaan. Ketika pertumbuhan ekonomi terus diperbaiki, maka kesenjangan akan semakin meninggi.

Di Indonesia sendiri target pertumbuhan ekonomi terus dikejar, sedangkan ketimpangan ekonomi yang sudah jelas dipelupuk mata dibiarkan begitu saja. Semakin tampaklah kepada siapa sebenarnya fasilitas yang selama ini dibangun diberikan. Disaat rakyat kecil menjerit melawan pandemi dan berjuang mencari nafkah harian, proyek triliunan Rupiah tak henti hentinya terus digemborkan demi keuntungan pemilik korporasi.

Dari sini perlu adanya evaluasi terkait hal ini. Dengan penanganan yang buruk, maka sudah dipastikan pandemi akan terus berlanjut. Dan ini artinya, perekonomian akan semakin terpuruk dan membuat rakyat miskin semakin menjerit. Kesenjangan permanen yang rentan melahirkan masalah baru pun terjadi ditengah masyarakat. Kriminalitas semakin merajalela, begitupun problem sosial lainnya yang akan terus menghantui rakyat.

Untuk mengakhiri permasalahan ini, perlu adanya pengembalian hak-hak rakyat yang sempat dirampas. Berbagai kekayaan alam yang ada di tangan asing harus dikembalikan dan dikelola oleh pemerintah untuk kemakmurkan rakyat, termasuk di tengah pandemi saat ini. Selain itu, perlu juga solusi untuk rakyat miskin, seperti penerapan kebijakan lockdown. Selama lockdown rakyat miskin akan terpenuhi kebutuhannya oleh negara, baik itu berupa bantuan tunai maupun bahan pangan untuk bertahan hidup selama lockdown dimasa pandemi ini.

Hal semacam ini hanya bisa terwujud dalam sistem Islam, yakni Khilafah. Di dalam sistem Islam, orang yang kaya adalah sebuah keniscayaan. Namun, tidak seperti sekarang ini, dimana para orang kaya menguasai kepemilikan umum yang ada. Dalam sistem islam, kalangan kaya akan memberikan hartanya untuk berjuang di jalan Allah swt dengan bersedekah, menyediakan fasilitas umum dengan wakaf dan lain sebagainya. Jadi, ketika terjadi keterpurukan ekonomi, pada kalangan kaya akan menyedekahkan hartanya, baik berupa uang ataupun barang yang merek punya. Begitulah kemakmuran yang dirasakan tiap kalangan di bawah naungan kepemimpinan Islam.

Wallahu a’lam bish-showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *