Kesehatan, Kewajiban Bukan Komersialisasi Negara

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Rochma Ummu Arifah

 

Pemerintah berencana mengubah kebijakan mengenai BPJS atau Jaminan Kesehatan Nasional. Rencana ini sebenarnya sudah akan diterapkan awal tahun ini. Namun, pemerintah menundanya dan akan memberlakukannya awal tahun depan, atau paling lambat awal tahun 2023.

Perombakan Kebijakan BPJS

Pemerintah berencana akan segera menghapus pelayanan Kelas Rawat Inap (KRI) BPJS Kesehatan. Nantinya tidak ada lagi kelas 1, 2 dan 3 untuk peserta. Ke depan akan dilebur menjadi satu dan hanya akan ada satu kelas yakni kelas standar.

Tujuan dari pemberlakuan satu kelas rawat inap tersebut adalah untuk menerapkan kembali prinsip ekuitas sesuai dengan amanah Undang-Undang. Pihaknya saat ini bersama kementerian terkait masih merumuskan kelas rawat inap ‘tunggal’ tersebut.

Rencana ini dibuat dengan mempertimbangkan beberapa aspek. Antara lain ketersediaan jumlah Tempat Tidur (TT) pada setiap kelas perawatan di RS saat ini, pertumbuhan jumlah peserta JKN, kemampuan fiskal negara dan kemampuan masyarakat dalam membayar iuran, dan angka rasio utilisasi JKN. (m.merdeka.com/8 Desember, 2021)

Fokus perhatian dari kebijakan baru ini adalah membagi kelas rawat inap (KRI) JKN ke dalam dua kelas standar. Kelas ini adalah kelas standar A dan kelas standar B. Kelas standar A adalah kelas yang diperuntukkan bagi Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan Nasional (PBI JKN). Sementara itu, kelas standar B diperuntukkan bagi peserta Non-PBI JKN.

Kelas BPJS Kesehatan dihapus itu hanya berlaku untuk rawat inap. Sementara rawat jalan normal seperti biasanya. Konsep kelas standar nantinya hanya akan terdapat dua kelas kepesertaan program, yakni Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan non-PBI. Segmen peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) dan Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) atau mandiri akan tergolong sebagai non-PBI.

Berdasarkan kelas PBI dan non-PBI itu, ketentuan luas kamar dan jumlah tempat tidur tiap kamar akan berbeda. Di mana untuk kelas untuk peserta PBI, minimal luas per tempat tidur (dalam meter persegi/m2), sebesar 7,2 meter persegi dengan jumlah maksimal 6 tempat tidur per ruangan. Sementara di kelas untuk peserta non-PBI, luas per tempat tidur sebesar 10 meter persegi dengan jumlah maksimal 4 tempat tidur per ruangan. (Kompas.com/12 Desember 2021).

Negara Menjamin Kesehatan Rakyat

Skema BPJS dengan slogan jaminan kesehatan nasional-nya nyata-nyata mengalihkan tanggung jawab negara mengenai aspek kesehatan. Tanggung jawab ini kemudian dibebankan kembali kepada rakyat. Rakyat dituntut untuk membiayai kesehatannya sendiri.

Sudah menjadi kenyataan bahwa layanan kesehatan saat ini dibandrol dengan harga yang tak murah. Bahkan, sebagian rakyat merasa kesulitan untuk mendapatkan akses kesehatan ini. Rakyat seakan dilarang sakit akibat mahalnya biaya kesehatan.

Alih-alih menanggung kesehatan rakyatnya, negara menciptakan sistem JKN dengan balutan BPJS agar rakyat sendiri yang meng-cover biaya kesehatan mereka. Kembali, rakyat harus mengeluarkan uang mereka untuk layanan kesehatan ini. Sedangkan bagi rakyat miskin, tentu tak mampu membayar skema yang ditetapkan BPJS.

Hal ini tentu sangat berbeda dengan sistem Islam. Islam sebagai agama yang sempurna juga memiliki seperangkat aturan mengenai sistem kesehatan ini. Negara memiliki tanggung jawab penuh untuk menjamin kemudahan akses bagi rakyat kepada kesehatan ini. Setiap rakyat, baik laki-laki atau perempuan, tua-muda, kaya-miskin bahkan muslim atau pun kafir dzimmi memiliki hak untuk akses kesehatan yang mudah. Selain itu, layanan yang diberikan juga harus menjadi layanan yang terbaik dan tak main-main.

Sejarah Islam telah mencatat adanya sejumlah rumah sakit yang dibangun secara gratis oleh negara. Siapa yang sakit akan dilayani dengan maksimal dan pandang bulu. Ketika si sakit sehat dan pulang ke rumah, dia akan diberikan kompensasi sebagai pengganti masa sakitnya.

Tak hanya itu, negara juga menyediakan akses kepada siapa saja untuk berkecimpung dan memiliki kompetensi di bidang kesehatan ini. Terbukti dengan diberikannya layanan pendidikan kesehatan di rumah sakit yang ada. Serta disediakan perpustakaan medis untuk mendukung kemajua ilmu dan pengetahuan kesehatan.

Kemampuan negara dalam menjamin akses kesehatan dan layanan primanya tentu didukung dengan sistem ekonomi yang kuat berdasarkan syariat Islam. Negara melakukan pengelolaan sumber daya alam yang dimiliki untuk membiaya kesehatan ini. Karena memang Allah sudah memberikan kekayaan alam apa yang ada di langit dan di bumi untuk umat manusia. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat Al-Hadid ayat 4 yang berbunyi, “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; kemudian Dia bersemayam di atas Arasy. Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke sana.Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

Dengan semua kekayaan inilah, negara akan mampu untuk memenuhi tanggung jawab penuh dalam aspek kesehatan kepada rakyatnya. Bukan malah dikomersialkan seperti apa yang terjadi saat ini.

Wallahua’lam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *