Kesalahan Berpikir Dan Penyesatan Sistematis Pada Kurikulum Moderasi

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Taofik Andi Rachman, M.Pd. & Kartika Sari Effendi, S.E.

Tahun ajaran baru 2020/2021 ini, madrasah di seluruh Indonesia harus mulai menggunakan kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) dan Bahasa Arab yang baru. Kurikulum ini ada dalam Keputusan Menteri Agama (KMA) 183 tahun 2019. Dalam Kurikulum terbaru ini Kemenag telah menghapus beberapa materi berkaitan dengan ajaran Islam. Sebagaimana pernyataan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi yang sudah menghapus konten-konten terkait ajaran radikal dalam buku pelajaran agama Islam sebagai bagian dari program penguatan moderasi beragama. KMA 183 tahun 2019 ini akan menggantikan KMA 165 tahun 2014 tentang Kurikulum 2013 Mata Pelajaran PAI dan Bahasa Arab di madrasah.

Alasan pemerintah menghilangkan beberapa materi ajar agama Islam ini berkaitan dengan radikalisme, dan pemerintah juga sedang menggalakkan program moderasi beragama yang sudah ada dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Begitu juga Kementrian Agama (Kemenag) juga telah menjabarkan moderasi beragama dalam Rencana Strategis (renstra) pembangunan di bidang keagamaan untuk lima tahun mendatang.

Terkait moderasi agama ini, Menteri Agama Fachrul Razi memperkuat bahwa kemenag sebagai institusi harus menjadi leading sector dalam memperkuat implementasi moderasi beragama sebagaimana yang dia sampaikan saat diskusi daring dengan Gugus Tugas Nasional Revolusi Mental.

Moderasi beragama dari kemenag ini dijalankan dalam sejumlah program strategis, antara lain review 155 buku pendidikan agama, pendirian Rumah Moderasi di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN), dan penguatan bimbingan perkawinan. Bahkan moderasi beragama sampai harus menjadi bagian dari kurikulum dan bacaan di sekolah.

1. Sebab dikeluarkannya Kurikulum Moderasi pada KMA 183

Manag Fachrul dilantik sebagai menteri agama oleh Presiden Joko Widodo, siap untuk melawan radikalisme sebagaimana yang diamanatkan kepada kabinet Deradikalisme. Fachrul bahkan percaya diri, ia dipilih Jokowi karena diyakini bisa melawan radikalisme yang menguat belakangan ini. Dalam melawan radikalisme ini beberapa menteri diproyeksikan membantu menanganinya seperti menteri pertahanan, mentri dalam negeri dll.

Sejak dari awal, Fachrul Razi menegaskan bahwa dirinya bukan menteri agama Islam, tetapi menteri (semua) agama di Indonesia. Dia walaupun bukan dari kalangan kiai dan tidak memiliki rekam jejak pada ormas Islam tertentu, menurut pengakuannya dia biasa menjadi khatib dengan tiga tema: Islam yang damai, toleransi, dan persatuan dan kesatuan bangsa. Ketiga tema tersebut ‘selaras’ dengan satu dari tiga misi utama yang diembankan Presiden Jokowi kepadanya, yaitu kampanye deradikalisasi.

Saat mengawali menjadi menag, dia selalu melontarkan narasi-narasi deradikalisasi dan terkadang mengandung kontroversi dan pro-kontra. Seperti pelarangan mengenakan cadar dan celana cingkrang yang dianggap sebagai upaya deradikalisasi, karena baik cadar maupun celana cingkrang dianggap identik dengan Islam radikal.

Pernyataan cadar dan celana cingkrang identik dengan radikalisme Islam terlihat sesuai gagasan Martin van Bruinessen dalam mengklasifikasi lapis identitas keislaman Muslim Indonesia hari ini. Menurut Martin, Muslim dapat dikategorisasi menjadi dua bagian besar, moderat dan radikal. Selain keduanya ada kalangan ekstrimis.

Kedua kategoti pertama dibagi lagi ke dalam lapis identitas dengan corak-pemikiran yang berbeda. Contohnya, kategori Muslim moderat dibagi kedalam lapis identitas liberal, progresif, dan konservatif. Sedang kategori Muslim radikal, ada lapis Islamis dan fundamentalis.

Kaum konservatif walaupun ada pada lapisan moderat namun punya irisan dengan lapis Islamis, umumnya diistilahkan dengan Islam ultra-konservatif. Cirinya rigid dan tekstualitas dalam menerjemahkan teks nash, juga biasanya menghendaki Islamisasi atau syariatisasi atas Negara. Namun bagaimana pun juga Muslim ultra-konservatif tidak selalu menghendaki kekerasan.

Yang menghendaki kekerasan baik pengeboman terhadap pemeluk agama lain, tempat ibadahnya, bar, pemerintah atau polisi adalah kalangan ekstremis. Oleh karenanya tidak semua Muslim, yang meyakini keislaman dengan corak yang ‘radikal’, dapat dianggap ekstremis.

Contohnya cadar dan celana cingkrang, biasanya identik, walau tidak selalu, dengan paham Salafi Wahabi yang terlalu tekstual dalam menerjemahkan Islam dan membuat Islam jadi tidak kontekstual dan tidak akomodatif terhadap realitas dan budaya lokal.

Sehingga sebagian kalangan menyatakan pelarangan mengenakan cadar dan celana cingkrang hanya mengindikasikan over-simplifikasi terhadap persoalan radikalisme di Indonesia.

Kemudian muncul setelahnya beberapa program dalam melawan radikalisme ini pada ranah dunia pendidikan, seperti kemenag merombak 155 judul buku pelajaran agama yang kontennya dianggap ‘bermasalah’, termasuk soal khilafah. Untuk mempermudah program ini, ada tim untuk merombak buku pelajaran agama Islam. Bahkan ada rencana penghapusan sejarah khilafah, bukan hanya materinya saja yang dihapus. Menurutnya, penghapusan konten radikal dan eksklusi ini merupakan bagian dari program penguatan moderasi beragama yang dilakukan kemenag untuk madrasah.

Menag juga menyasar ke kurikulum pendidikan, dia menegaskan bahwa tidak boleh ada kurikulum pendidikan yang memancing radikalisme dan tidak boleh ada kurikulum yang menyesatkan pemahaman tentang agama. Kebijakan mengenai pencegahan radikal di ranah pendidikan terus dilakukan, termasuk mengubah kurikulum pendidikan sehingga munculah KMA baru tentang kurikulum moderasi.

2. Kesalahan Berpikir pada Materi-materi Kritis di Kurikulum Moderasi

Tentang polemik penghapusan beberapa ajaran agama Islam ini dan munculnya kurikulum baru untuk PAI dan Bahasa Arab, memunculkan pertanyaan, mengapa hanya kurikulum Islam yang harus dirubah dan mengapa diganti dengan moderasi ajaran Islam.

Islam memandang bahwa tujuan pendidikan adalah membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah Islamiyah) dalam diri siswa. Dari pembentukan kepribadian ini akan berpengaruh pada peradaban Islam dan generasi umat Islam ke depan. Berbahaya sekali jika ajaran Islam diubah sehingga generasi Islam akan terancam dengan terbentuknya generasi yang bobrok dan tidak lagi mengenal syariat Islam secara utuh, pembentukan peradaban Islam juga akan sulit.

Seharusnya ketika keadaan negeri yang carut marut, korupsi merajalela, kehidupan masyarakat yang sulit dan hancurnya kehidupan di segala lini, Pendidikan Islam harus diperkuat agar menjadi solusi bagi negeri dengan terbentuk sumber daya manusia yang terbaik dalam mengisi perubahannya menuju sistem yang terbaik juga. Namun, pemerintah malah bernafsu merubahnya dengan moderasi ajaran Islam. Di mana dengan moderasi ajaran Islam ini, menjadikan Agama Islam ini tidak sempurna dipahami dan menjadi agenda sekulerisme-materialisme dalam menghantam keterlibatan Islam dalam ranah kehidupan.

Seperti jihad jika hanya diambil makna bahasanya saja ‘bersungguh-sungguh’ agar lebih moderat dan tidak menimbulkan makna kekerasan akan merubah ajaran Islam itu sendiri. Padahal shalat, jika ingin membandingkan, bukan hanya aktivitas berdoa saja ada gerakan khas yang dimulai dengan takbir dan diakhiri dengan salam, padahal salat secara bahasa artinya adalah doa. Konsekuensinya, ketika seseorang berdoa tanpa melakukan rukun shalat, maka dia tidak sedang shalat.

Jika kita lihat dari segi kebebasan beragama, menjalankan secara sempurna ajaran agama merupakan sebuah hak konstitusional. Setiap warga berhak mempelajari dan mengamalkan agamanya masing-masing. Oleh karenanya Negara sebagai lembaga penjamin pendidikan atas rakyatnya harus memfasilitasi hal ini. Sehingga kalau ajaran agama dirubah baik dari konsep atau sampai kurikulum sekolah maka bertentangan dengan konstitusi. Sebagaimana Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 12 ayat (1) huruf (a) yang menyebutkan bahwa anak didik berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.

3. Penyesatan Sistematis Sebagai Konsekuensi dari Implementasi Kurikulum Moderasi

Kurikulum moderasi makin kuat mendapatkan legitimasi dengan keluarnya beberapa perubahan KMA untuk pelajaran PAI dan Bahasa Arab. Demikian pula, penghapusan materi Khilafah dan jihad dari mata pelajaran fiqih, kemudian dialihkan ke mata pelajaran sejarah dan dibahas dengan perspektif moderasi tentunya. Bahkan di draf KMA baru tidak ada kata Jihad dan Khilafah. Bahasa Arab pun diarahkan menjadi bahasa amniyah yang digunakan untuk bahasa ekonomi dan pariwisata, sebelumnya tipe fushhah untuk mendalami bahasa agama. Ini terlihat motif kebencian penguasa kepada Islam semakin terlihat dari penghapusannya materi Khilafah dan jihad dari mapel fiqih, begitu juga menghilangkan ruh bahasa arab merupakan bahasa Islam. Hal ini juga menunjukkan bahwa ada penggiringan kepada ajaran islam tersebut adalah ajaran sesat sehingga harus ditiadakan.

Padahal sudah jelas bahwa islam merupakan ideologi dan sekaligus agama sempurna yang diturunkan oleh Allah swt untuk mengatur kehidupan manusia. Dan islam tidak hanya mengatur bab shalat, puasa, zakat, haji tapi juga mengatur pendidikan, militer, sosial, ekonomi dan pembangunan negara.

Jadi program moderasi yang diterapkan oleh penguasa hari ini menampakkan bahwa islam adalah agama yang radikal yang harus dirubah. Padahal ajaran moderasi ini merupakan ajaran yang tidak tau landasannya. Bahkan pengelompokan muslim sesuai ajarannya menjadi moderat dan radikal merupakan upaya untuk memecah belah dan mengadu domba dengan tujuan akhirnya menghancurkan Islam dan kaum Muslimin sendiri.

Sulit dibayangkan jika generasi mendatang tidak lagi mengenal jihad atau perang dalam Islam. Maka generasi semacam ini tidak akan siap memerangi penjajah yang masuk ke dalam negerinya. Padahal dengan petikan takbir dan fatwa jihad kita bisa mempertahankan kemerdekaan di Perang Surabaya. Khawatir jika tidak ada konsep jihad, sehingga bisa jadi musuh dianggap teman. Penjajah asing pun akan disambut, yang seharusnya diusir dan menghadapinya dengan pergerakan perlawanan fisik.

Bahkan penguasa rezim ini, ada upaya sistematis untuk mengkriminalkan ajaran Islam Khilafah. Padahal tujuan Khilafah sangat agung untuk rahmatan lil alamin, menyatukan manusia, menyebarkan dakwah Islam dan untuk meninggikan kalimat Allah swt. Dan justru dengan kehadiran Khilafah akan membawa rahmat bagi semesta alam, menyelamatkan manusia dari keterpurukan, menyeru kepada manusia untuk hanya mengabdi hanya kepada Allah swt, memperkuat persaudaraan antara hamba Allah swt.

Inilah agenda sekulerisme-materialisme yang ingin menjauhkan muslim dari penerapan islam sempurna. Ideologi ini tidak mau jika agama Islam kembali menguasai dunia dan melahirkan generasi yang cemerlang dan berkualitas. Seperti Muhammad Al-Fatih yang dapat menaklukan konstantinovel di usianya 21 thn. Generasi seperti ini hanya dapat dilahirkan dari pendidikan islam yang diterapkan secara kaffah bukan dari sistem pendidikan sekuler yang berlandaskan materi saja.

Sungguh adanya perubahan kurikulum pelajaran agama Islam ini berakibat pada tersesatnya generasi umat Islam sehingga tidak mengenal ajaran agamanya dan menjauhkan pada ajaran agamanya. Bahkan menyesatkan generasi yang seharusnya memperjuangkan Islam bisa berbalik menentang Islam dan menyingkirkannya dari kehidupan.

4. Menyiapkam Generasi Kontra Kurikulum Moderasi

Generasi Umat Islam sekarang merupakan harapan Islam masa depan. Mereka akan menjadi pemimpin dan penentu arah peradaban islam. Meraka juga yang akan meneruskan memperjuangakan risalah islam agar menjadi rahmat bagi seluruh alam. Oleh karena itu anak-anak dalam Islam dijamin pertumbuhan dan perkembangan dengan kualitas terbaik, jaminan ini akan melibatkan peran piral pelaksana peraturan islam yaitu negara, masyarakat dan individu atau keluarga.

Perkembangan dunia modern sekarang ini, telah memunculkan berbagai macam masalah kehidupan di umat Islam. Semakin majunya ilmu, sains atau teknologi, tanpa didasari atau tanpa dilandasi pemahaman dan pembentukan kepribadian Islam, telah membentuk pribadi yang bermasalah.

Rusaknya kondisi generasi muda pada umumnya saat ini sudah bisa kita lihat bersama. Kondisi seperti ini terjadi sebagai salah satu akibat dari lemahnya pemahaman islam generasi muda umat Islam. Pola pendidikan formal sekarang ini yang umumnya baru sebatas memfokuskan pada pencapaian prestasi akademik dan masih minim dalam pembelajaran diri untuk membangun pemahaman dan kepribadian Islam apalagi jika sudah berjalan kurikulum moderasi.

Solusi praktis yang bisa kita lakukan adalah dengan membentuk pemahaman pada generasi muda hari ini dengan pemahaman Islam apa adanya. Membentuk perilaku dan akhlak mereka menjadi berkepribadian Islam. Pribadi muda muslim yang bukan menjadi objek tembak dari sekulerisme-materialisme namun menjadi subjek yang mampu melawan ideologi kapitalisme dan sekulerisme.

Apalagi jika gerakan ini dilakukan oleh peradaban Islam yang agung, dengannya berjalan semua komponen untuk membangun pendidikan Islam yang bermutu dalam melahirkan generasi-generasi pejuang Islam. Sehingga denganya muncul Muhammad Al-Fatih atau Sulaiman Al-Qanuni menjadi pemimpin Islam diwaktu muda dan menoleh kemulian dengan kejayaan Islam pada masa mereka. Sehingga kekuasan Islam atas dunia akan segera terwujud dengan lahirnya para pemimpin terbaik berpadu dengan sistem Islam. Rasulullah saw bersabda:

إِنَّ اللَّهَ زَوَى لِىَ الأَرْضَ فَرَأَيْتُ مَشَارِقَهَا وَمَغَارِبَهَا وَإِنَّ أُمَّتِى سَيَبْلُغُ مُلْكُهَا مَا زُوِىَ لِى مِنْهَا

“Sesungguhnya Allah menghimpun bumi untukku lalu aku melihat timur dan baratnya dan sesungguhnya kekuasaan umatku akan mencapai yang dihimpunkan untukku…”

(HR. Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi)

InsyaAllah. []

Selesai, Wa Allahu A’lam…

Dari Berbagai Sumber

Virus-free. www.avast.com

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *