Oleh : Desliyana, A.Md (Pemerhati Sosial Milenial)
Tak mampu kita pungkiri, saat ini kemajuan teknologi terus melaju pesat. Kerusakan mental sekaligus moral generasi milenial terus terjadi. Baru-baru ini viral di jagat sosial media, seorang mahasiswa perguruan tinggi di Surabaya, bernama Gilang. Melakukan tindakan yang diduga sebagai pelecehan seksual. Pelaku melakukan perbuatan tersebut dengan menghubungi korbannya melalui media sosial dengan kedok melakukan penelitian ilmiah. Korban merupakan mayoritas mahasiswa tingkat awal. Pelaku memaksa lawan bicaranya untuk membungkus seluruh tubuhnya dengan kain jarik, setelah sebelumnya kaki, tangan, mata, serta telinga korban diinstruksikan untuk ditutup menggunakan lakban. Lalu saat permintaannya tidak dikabulkan, pelaku mulai mengeluarkan ancaman dan pemaksaan pada korban. Hal ini dilakukan pelaku tidak lain untuk memenuhi hasrat seksualnya dan ini terbilang sebagai kelainan seksual (Tribunpalu.com, 1/8/2020).
Pelecehan seksual yang terjadi selama ini terus saja bertambah. Nampaknya jeratan hukum untuk pelaku pelecehan seksual di negeri ini tidak memberikan efek jera. Malahan kasus pelecehan yang terungkap ibarat tumpukan gunung es. Kasus yang muncul kepermukaan lebih sedikit dari pada yang tidak terungkap. Sejatinya tindakan kriminal seperti pelecehan seksual yang terjadi tidak terlepas dari diterapkannya sistem kapitalis-sekuler yang melahirkan paham pemisahan agama dalam kehidupan. Setiap individu mengemban kebebasan dalam bertingkah laku. Mereka bebas mengekspresikan apa yang disukai tanpa memikirkan tanggung jawab di akhirat kelak. Agama tidak menjadi tuntunan dalam berbuat. Tidak ada standar hukum yang mengikat setiap perbuatan. Manusia tidak lagi mengenal halal dan haram dalam mengambil keputusan serta perbuatan.
Hal ini sangat berbeda jauh dengan individu yang terlahir dalam masyarakat yang menerapkan sistem Islam secara sempurna. Negara memiliki tanggung jawab dalam menanamkan aqidah Islam pada setiap individu yang ada. Ketakwaan senantiasa dipupuk pada diri setiap warga negara. Negara berkewajiban membentuk pola pikir serta pola sikap warga negara sesuai dengan aturan Islam. Pendidikan dan pengetahuan Islam senantiasa diberikan secara formal dan non formal, tidak ada celah bagi tsaqofah asing melalang buana mempengaruhi pemikiran para pemuda. Sehingga aqidah Islam yang kokoh kuat tertancap di dalam diri dan ini sebagai tolak ukur dalam melakukan perbuatan.
Selain itu juga, Islam memberikan batasan yang jelas dalam sistem pergaulan. Bagaimana laki-laki dan perempuan berinteraksi dengan mahram maupun non mahram. Pergaulan masyarakat tidak bebas ‘blas’ seperti sekarang ini. Sehingga pelecehan seksual bisa terhindari.
Selanjutnya bagi warga negara yang masih tetap melanggar aturan Islam, melakukan berbagai tindak kriminal termasuk pelecehan seksual dan penyimpangan seksual. Maka, negara memiliki kewajiban untuk memberikan sanksi tegas. Hukuman yang diberikan menimbulkan efek jera bagi yang menyaksikan dan yang melakukan. Sekaligus sebagai penebus dosa bagi pelaku di dunia.
Maka dengan menerapkan sistem Islam yang sempurna lagi paripurna, maka seluruh permasalahan kriminal yang timbul akan terselesaikan secara menyeluruh. Sejatinya Islam bukan saja sebuah agama, namun sebuah mabda yang memiliki seperangkat aturan yang memberi solusi atas setiap permasalahan yang terjadi dalam kehidupan manusia, termasuk juga degradasi moral kaum milenial dewasa ini.
Wallahu a’lam Bish Shawab.