Kerugian Yang Dialami Kaum Muslimin Selama 100 Tahun Tanpa Khilafah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh : Nisa Andini Putri (Mahasiswi Bengkulu)

 

Khilafah adalah satu-satunya sistem pemerintahan di dalam Islam yang pertama kali diterapkan oleh Rasulullah SAW di madinah. Istilah Khilafah dan Khalifah, jamaknya Khulafa’, bukanlah istilah yang asing di kalangan kaum muslim sepanjang zaman. Para ulama menyebut Khilafah sebagai taj al-furudh (mahkota kewajiban). Dengan Khilafah, semua kewajiban di dalam agama Islam akan tertunaikan.  Khilafah terbukti membawa umat manusia pada kegemilangan peradaban selama berabad-abad yang meliputi wilayah kekuasaan seluas 2/3 dunia.

Namun Pada 28 Rajab 1342 H bertepatan dengan 3 Maret 1924 kaum muslimin banjir air mata ketika peristiwa runtuhnya sistem kekhilafahan islam yaitu Khilafah Utsmaniyah oleh Mustafa Kemal Ataturk. Seorang dari etnis Yahudi Dunama yang merupakan antek Inggris. Khilafah Utsmaniyah merupakan khilafah terakhir umat Islam. Penghapusan Khilafah Utsmaniyah menandai sekularisasi di Dunia Islam. Penghapusan Khilafah juga menandai dimulainya penderitaan kaum Muslim di seluruh dunia hingga hari ini. Tepat satu abad atau 100 tahun tanpa Khilafah.

Tanpa Khilafah, syariat Islam tak bisa diterapkan secara kafah seperti yang diterapak sebelum runtuhnya sistem kekhilafahan dimuka buni ini. Setidaknya ada15 kerugian yang dialami kaum muslimin dan dunia secara umum , diantaranya :

1. Hilangnya keridhaan Allah SWT. Keridhaan Allah SWT dapat dicapai dengan mengikuti seluruh hukum dan aturan-Nya dengan penuh ketaatan sebagaimana dipraktikan oleh nabi kita Muhammad saw.

2. Hilangnya Imam atau Khalifah atau Amirul Mukminin, banyak yang hilang ketika kaum muslim kehilangan legitimasi kepemimpinan ini dan kehilangan lainnya menyusul seperti bola salju

3. Hilangnya rasa aman dan jaminan keamanan yang menyebabkan ketakutan

4. Hilangnya ilmu pengetahuan, pendidikan dan kepedulian yang lahir dari kepibadian Islam. Hal ini disebabkan oleh begitu dominannya kebodohan dan buta huruf yang diakibatkan oleh kemiskinan dan kepribadian yang goyah

5. Hilangnya kekuatan dan Jihad yang disebabkan kelemahan dan kekalahan

6. Hilangnya kekayaan yang disebabkan kemiskinan

7. Hilangnya pencerahan dan pedoman yang benar yang disebabkan kegelapan dan pedoman yang salah

8. Hilangnya kehormatan dan martabat yang disebabkan penghinaan

9. Hilangnya kedaulatan dan ketergantungan dalam membuat keputusan politik akibat ketundukan kepada negara-negara penjajah kafir barat dan timur

10. Hilangnya keadilan yang disebabkan penindasan dan ketidakadilan

11. Hilangnya keimanan dan keikhlasan yang disebabkan pengkhianatan penempatan orang yang salah pada tempat yang salah

12. Hilangnya sikap dan moral yang terpuji yang menyebabkan kejahatan dan sikap yang tercela

13. Hilangnya negeri-negeri Islam dan tempat tinggal, tidak hanya Palestina tetapi juga Andalusia (sekarang yang disebut Portugal dan Spanyol), wilayah yang luas di Asia Tengah dan Timur Jauh, Kosovo, Bosnia, Kashmir dan yang lainnya, yang menyebabkan jutaan imigran, gelombang pengungsi dan pendeportasian

14. Hilangnya tempat suci dan akibatnya adalah kaum muslim dilarang shalat di Masjid Al-Aqsa selama 50 tahun sampai saat ini. Kami juga menyesalkan untuk mengatakannya pada Anda bahwa dua masjid lainnya pun yaitu Masjid Al-Haram dan Masjid Al-Nabawi tidak di dalam kondisi yang diinginkan\

15. Hilangnya kesatuan dan integritas yang diakibatkan terpecahnya negeri kaum muslim menjadi 56 bagian yang tidak sah, dan AS tengah bekerja keras menciptakan bagian ke 57 di Palestina, ke 58 di gurun Afrika barat dan ke 59 di Timor Timur

Dengan semua kerugian yang menimpa umat Islam di atas, akankah kita berdiam diri? Tentu tidak. Saatnya kaum Muslim di seluruh dunia bergerak untuk mengembalikan Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwwah. Apalagi menegakkan Khilafah adalah kewajiban syariah. Bahkan kewajiban syariah terbesar. Kewajiban ini telah menjadi Ijmak Sahabat. Imam al-Haitami menegaskan:

“Sungguh para Sahabat (semoga Allah meridhai mereka) telah bersepakat bahwa mengangkat seorang imam (khalifah) setelah zaman kenabian berakhir adalah wajib. Bahkan mereka menjadikan upaya mengangkat imam/khalifah sebagai kewaji-ban paling penting. Faktanya, mereka lebih menyibukkan diri dengan kewajiban itu dengan menunda (sementara) kewajiban menguburkan jenazah Rasulullah saw. (Al-Haitami, Ash-Shawâ’iq al-Muhriqah, hlm. 7).

Kedudukan Ijmak Sahabat sebagai dalil syariah—setelah al-Quran dan as-Sunnah—sangatlah kuat. Imam as-Sarkhashi [w. 483 H] menegaskan:

Siapa saja yang mengingkari kedudukan Ijmak sebagai hujjah yang secara pasti menghasilkan ilmu berarti benar-benar telah membatalkan fondasi agama ini…Karena itu orang yang me-ngingkari Ijmak sama saja dengan berupaya menghancurkan fondasi agama ini (Ash-Sarkhasi, Ushûl as-Sarkhasi, I/296).

Bahkan Khilafah telah menjadi Ijmak Ulama Ahlus Sunnah wal Jamaah. Khususnya empat mazhab (Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali). Syaikh Abdurrahman al-Jaziri (w. 1360 H) menuturkan:

“Para imam mazhab (yang empat) telah bersepakat bahwa Imamah (Khilafah) adalah wajib…” (Al-Jaziri, Al-Fiqh ‘ala al-Madzâhib al-Arba’ah, V/416).

Hal senada ditegaskan oleh Ibnu Hajar al-Asqalani, “Para ulama telah sepakat bahwa wajib mengangkat seorang khalifah dan bahwa kewajiban itu adalah berdasarkan syariah, bukan berdasarkan akal.” (Ibn Hajar, Fath al-Bâri, 12/205).

Karena itu kita tentu sangat berharap Khilafah ‘ala minhaj an-Nubuwah ini segera bisa ditegakkan kembali oleh kaum Muslim. WalLahu a’lam.

Sumber : Buletin Kaffah, No. 181, 06 Rajab 1442 H, 19 Februari 2021 M

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *