Kerikil Tajam Dunia Pendidikan untuk Perempuan

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh:Uray Herlindawati

Perempuan dan pendidikan adalah dua hal yang kerap menjadi sorotan untuk diperbincangkan.

Bagaimana tidak, sejak puluhan tahun yang lalu emansipasi wanita telah dikumandangkan oleh Kartini, sehingga kemudian dianggap menjadi sesuatu hal yang penting oleh sebagian kalangan.

Menurut psikolog pendidikan, Reky Martha, pendidikan adalah peluang bagi perempuan untuk menyejahterakan hidupnya. Melalui pendidikan yang tinggi, perempuan dapat memberikan ilmu bagi dirinya dan orang sekitar.

Dengan begitu perempuan juga dapat menaikkan derajat hidupnya.
Namun, sejauh ini nyatanya masih banyak perempuan yang tidak berkesempatan mengenyam pendidikan karena faktor ekonomi dan patriarki yang seolah menjadi hal yang tidak dapat dielakkan oleh kaum perempuan.

Mereka terancam putus sekolah, karena terpaksa menjadi tulang punggung keluarganya. Kemudian adanya konsep pemikiran patriaki yang lebih mengutamakan laki-laki dari pada perempuan termasuk dalam bidang pendidikan dengan anggapan bahwa perempuan tidak perlu bersekolah tinggi-tinggi. Cukup sekedar bisa membaca dan menulis, tak buta huruf tepatnya, maka dianggap sudah memadai. Karena buat apa pendidikan diberikan terlalu tinggi jika ujung-ujungnya para perempuan harus berakhir di 3-ur (dapur, kasur, dan sumur).

Hingga kini, nasib perempuan masih banyak yang jauh dari nama terdidik. Sehingga muncullah berbagai macam gerakan perempuan dalam rangka menuntut hak-haknya.

Karena merasa kaum perempuan tertinggal, maka dunia mengadopsi Beijing Platform for Action (BPFA) yang merupakan kesepakatan dari negara-negara PBB dalam rangka melaksanakan konvensi CEDAW (Convention on Elimination of All Forms Disciminations Againts Women) yang dilaksanakan di Beijing tanggal 4 hingga 15 September 1995.

Adapun isi dari BPFA secara umum adalah membebaskan kaum perempuan dari diskriminasi apapun. Baik dalam pendidikan, kepemimpinan atau yang lainnya.

Meskipun terdapat kemajuan dalam pendidikan selama 25 tahun terakhir yakni jumlah anak perempuan yang putus sekolah turun 79 juta orang dalam dua dekade terakhir. Dan dalam satu dekade terakhir anak perempuan memiliki kemungkinan lebih besar untuk melanjutkan ke sekolah menengah dibanding anak laki-laki.

Namun, kekerasan terhadap wanita dan anak perempuan masih terjadi di banyak wilayah di seluruh dunia, menurut sebuah laporan yang dirilis pada Rabu (4/3) dari UNICEF, Entitas PBB untuk Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan (UN Women), dan Plan International.

Pada tahun 2016, 70 persen korban perdagangan orang yang terdeteksi secara global adalah wanita dan anak perempuan, sebagian besar untuk tujuan eksploitasi seksual.

Selain itu, 1 dari setiap 20 anak perempuan berusia 15-19 tahun, atau sekitar 13 juta anak perempuan, mengalami pemerkosaan dalam kehidupan mereka, salah satu bentuk pelecehan seksual paling kejam yang dapat dialami wanita dan anak perempuan. (Satuharapan, 5/3/20)

Sebuah kenyataan pahit yang membuktikan bahwa kesetaraan gender bukanlah solusi yang mampu menyelesaikan permasalahan kaum perempuan hingga tuntas.

Jika kesetaraan gender mampu menyelesaikan permasalahan perempuan, tentu saat ini mereka tidak lagi menghadapi masalah yang berat seperti kemiskinan (ekonomi), diskriminasi, ekploitasi, bahkan kekerasan seksual.

Maka tidak perlu lagi kita melirik ide buatan manusia yang mengandung unsur kebebasan dan menciptakan kesengsaraan ini.

Selayaknya lah kita fokus pada cara pandang Islam. Karena Islam adalah agama yang sempurna yang mengatur beragam aspek kehidupan termasuk mengatur hubungan dan kedudukan bagi perempuan dan laki-laki.

Islam menempatkan perempuan pada kedudukan yang mulia dimana Islam memberikan kesempatan setinggi-tingginya bagi para perempuan untuk menggoreskan amal kemuliaan dalam menuntut ilmu dan berkontribusi bagi umat.

Hal tersebut pernah berlangsung selama 13 abad lamanya sejak masa Rasulullah ﷺ berdakwah di Mekkah hingga masa kekhilafahan Islam.

Para muslimah melaksanakan perannya sebagai ummu wa robbatul bait, kemudian mereka aktif beramar ma’ruh nahyi munkar, hingga turut berkontribusi dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi karena menuntut ilmu itu tidak dibedakan antara laki-laki ataupun perempuan, semua sama baik laki-laki maupun perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu sebagai bekal masa depan mereka.

Terutama bagi wanita yang akan menjadi seorang ibu, ia mesti harus pandai mendidik anak-anaknya menjadi generasi yang cerdas, shalih dan shalihah.

Sebut saja Ummul Mukminin, Aisyah binti Abu Bakar yang memiliki keunggulan dalam berbagai cabang ilmu di antaranya ilmu fikih, ilmu hadits, kesehatan, dan syair Arab.

Tak kalah mengangumkan ada Fatima Al Fihri yang mendirikan madrasah dan universitas tertua di dunia.

Kemudian ada Mariam al- Astrolabiya al-Ijliya yang mampu membuat astrolabe yang akan menjadi konsep dasar pembuatan kompas atau navigasi yang saat ini kita kenal sebagai Global Positioning System (GPS) dan masih banyak lagi.

Sungguh fakta sejarah yang tak dapat terbantahkan, bahwa seorang muslimah mampu berkontribusi mewujudkan manusia-manusia yang berkepribadian Islam dan mengusai tsaqofah Islam dan juga menguasai ilmu kehidupan yang senantiasa dikembangkan dalam sistem pendidikan Islam.

Semua itu dilakukan tanpa menghilangkan peran utamanya sebagai ummu wa robbatul bait (ibu dan manajer rumah tangga) karena menuntut ilmu juga wajib mengamalkannya.

Konsep kesetaraan gender antara pria dan wanita dalam pemahaman di luar Islam sangat bertentangan dengan konsep kesetaraan dalam Islam.

Kesetaraan dalam Islam bukan untuk mengekang atau membatasi, tapi ia hadir untuk memuliakan wanita dalam bingkai kehidupan yang berorientasi pada kehidupan di akhirat setelah berkiprah di dunia.

Maka, tidak mungkin bagi perempuan bisa menikmati kebahagiaan, ketenangan dan memperoleh hak-haknya secara menyeluruh kecuali dengan penerapan syariah Islam secara kafaah dalam naungan khilafah.

Oleh karena itu, mari kita mengembalikan Islam pada kehidupan nyata sebagaimana yang sudah terjadi sebelumnya.

Yakinlah bahwa hanya Islam dan Khilafah yang akan memuliakan perempuan. Wallahu a’lam bi ash-shawasb

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *