Kemiskinan Struktual, Rakyat Menjadi Tumbal

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Oleh: Kusmiyati

 

Saat kemiskinan semakin meninggi, kita malah disuguhkan perilaku para pejabat dan konglomerat yang tak mengenal empati. Cukuplah kasus kematian balita yang dibawa mengemis oleh ibunya dan kasus korupsi bansos, menjadi paradoks di negeri demokrasi.

Anjaya, balita berusia dua tahun, meninggal di pangkuan ibunya yang sedang mengemis. Anjaya sudah sakit selama empat hari. Tetapi, karena keterbatasan biaya, ibunya tak bisa membawanya ke dokter.sehingga harus meninggal dipangkuan ibunya.

Anjaya tak sendiri, masih banyak lagi balita yang juga meregang nyawa karena orang tuanya miskin.

Lalu di mana peran negara? Di mana bansos yang katanya untuk membantu rakyat miskin?

Pada saat yang sama, KPK menangkap dan menetapkan tersangka terhadap Mensos Juliari Batubara terkait kasus korupsi pengadaan bantuan sosial. Juliari menerima suap sebesar 17 miliar. Padahal, harta Juliari sudah berlimpah. Apakah Pak Mensos kehilangan hati nurani?

Yang begitu banyak harta &fasilitas masih saja korupsi.

Inilah sistem demokrasi yg menciptakan para koruptor&kemiskinan yg akut.

Ketika bansos digalangkan banyak sekali warga miskin yg tak terdata.

Sehingga tidak mendapatkan bantuan.Lantas, jika data penerima bantuan telah tepat sasaran, menjadi jaminan rakyat sejahtera? Tentu saja tidak. Karena kebijakannya yang sementara, pendanaan bansos pun dari utang.

Itu artinya, ketika menyelesaikan masalah dengan membuka masalah baru. Utang yang membengkak akan membebani APBN, sedangkan sumber utama APBN adalah pajak. Akhirnya, kembali lagi rakyat yang jadi korban.

Selain kebijakannya yang tambal sulam, implementasinya pun penuh polemik. Terbatasnya dana sosial mengakibatkan pendataan rakyat miskin menyesuaikan budget.

Belum lagi korupsi yang membudaya, dari level RT hingga level menteri seolah berlomba. Tak peduli jeritan rakyat, mereka tega mengambil jatah rakyat miskin.

Maka dari itu, akar masalahnya bukan terletak pada pendataan atau hal teknis lainnya. Tapi pada persoalan sistemis, yaitu bahwa negara ini menganut sistem ekonomi neoliberal.

Sistem ini yang meniscayakan harta rakyat berupa SDA dikuasai swasta/asing. Hingga hak rakyat untuk mendapatkan manfaat dari SDA dirampas korporasi dan oligarki.

Maka dari itu, kemiskinan yang terjadi di negeri ini bukanlah bersifat kultural, yang diakibatkan karena kemalasan rakyat. Tapi kemiskinannya bersifat struktural, yaitu kemiskinan yang muncul karena ketidakmampuan sistem/pemerintah dalam menyediakan kesempatan-kesempatan yang memungkinkan si miskin dapat bekerja dan memperoleh kesejahteraannya.

Berbeda dengan sistem Islam  yang Mengentaskan Kemiskinan dan Memberikan Kesejahteraan.

Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin, memiliki sistem pemerintahan yang berbeda secara diametral dengan sistem demokrasi. Sistem pemerintahan Khilafah menerapkan aturan Islam secara kaffah.

Adapun cara Islam mengatasi permasalahan kemiskinan antara lain:

Pengaturan dan pengelolaan kepemilikan.

Syariat Islam telah mengatur masalah kepemilikan ini dalam tiga aspek: kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Adanya kepemilikan individu ini menjadikan rakyat termotivasi untuk berusaha mencari harta guna mencukupi kebutuhannya.

Aset yang tergolong kepemilikan umum tidak boleh dimiliki sama sekali oleh individu atau dimonopoli swasta. Karena ini adalah harta umat, maka pengelolaannya diserahkan pada negara agar hasilnya bisa dimanfaatkan sebesar-besarnya oleh umat.

Adanya kepemilikan negara dalam Islam akan menjadikan negara memiliki sumber-sumber pemasukan dan aset-aset yang cukup untuk mengurusi umat. Termasuk memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan masyarakat miskin.

Buruknya distribusi kekayaan di tengah-tengah masyarakat menyebabkan ketimpangan dan kemiskinan yang semakin tinggi. Maka, Islam telah mewajibkan negara untuk mendistribusikan harta kepada individu rakyat yang membutuhkan.

Jaminan kebutuhan pokok oleh negara .Barang-barang berupa pangan, sandang, dan papan adalah kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi. Tidak ada seorang pun yang dapat melepaskan diri dari kebutuhan tersebut. Keamanan, pendidikan, kesehatan pun merupakan kebutuhan jasa asasi dan harus dipenuhi. Negaralah yang melaksanakan dan menerapkan berdasarkan syariat Islam.

Sanksi keras terhadap koruptor.

Abdurahman al-Maliki dalam buku Sistem Sanksi dalam Islam menuliskan, bagi seseorang yang menggelapkan uang atau sejenisnya (korupsi) akan dikenakan ta’zir 6 bulan sampai 5 tahun penjara. Namun, jika jumlahnya sampai taraf membahayakan ekonomi dan kerugian negara, koruptor bisa dihukum mati.

Pengaturan Islam yang begitu rinci telah disebutkan dalam banyak kitab-kitab ulama yang merujuk pada Al-Qur’an dan Sunah. Tata kelola yang langsung dibuat oleh Sang Pencipta, telah menghantarkan umat manusia menuju pada fitrahnya, yaitu hidup dalam kesejahteraan dan keadilan.

Mari kita berjuang mewujudkan tatanan dunia baru yang tunduk pada aturan Allah SWT agar kehidupan umat manusia menemui kemuliaan peradabannya.

Wallahu’alam bishawab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *