Kemiskinan Nol Persen di 2024, Mimpi atau Manipulasi Oleh Aulia Rahmah

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Kemiskinan Nol Persen di 2024, Mimpi atau Manipulasi

Oleh Aulia Rahmah

Kelompok Penulis Peduli Umat

 

Menko Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, pemerintah menargetkan pada 2024 nanti di Indonesia sudah tidak ada lagi warga yang miskin ekstrem. Kebijakan itu tercantum dalam Inpres nomor 4 Tahun 2022 yang menugaskan 28 kementerian/ lembaga dan seluruh pemda mengambil langkah percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.

Mengutip dari (kumparan.com, 31/1/23), Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Margo Yuwono bimbang, antara pesimis dan optimis. Pesimis, mengingat tren data di Maret 2022, angka kemiskinan ekstrem masih mencapai 2,4%. Dan pada September 2022, penduduk miskin masih 9,57%. Namun begitu, Mergo optimis angka kemiskinan dapat berkurang melalui perbaikan sistematis, misalnya dengan memperbaiki pusat data yang akan membantu pemerintah untuk menyalurkan bantuan. “Akan sulit mencapai target pemerintah tapi kita perlu berupaya melakukan percepatan melalui tata kelola baru agar target  2024 bisa dicapai…”, terang dia.

Disisi lain, publik dikejutkan dengan viralnya pemberitaan di media yang mengungkapkan keprihatinan MenPan-RB (Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi) Abdullah Azwar Anas yang mengetahui total anggaran penanganan kemiskinan, yang jumlahnya hampir mencapai Rp500 triliun, justru tak terserap ke rakyat miskin. Anggaran itu digunakan untuk kegiatan kementerian/ lembaga yang tak sejalan dengan tujuan program penanganan kemiskinan. Hanya untuk studi banding dan rapat di hotel. (kompas.com, 28/1/23)

Rasanya sulit mencapai target mengentaskan kemiskinan. Tak cukup hanya dengan perbaikan data, perbaikan sistem secara komprehensif, termasuk juga perbaikan pola pikir dan perasaan para pejabat juga penting. Sebab di era Kapitalisme Sekuelr saat ini, para pejabat negara yang terpilih melalui mekanisme Demokrasi yang berbiaya tinggi, tentu tak akan ada di dalam benak mereka rasa kasih sayang terhadap rakyat bawah.

Apalagi sampai empati sehingga berupaya semaksimal mungkin mengangkat taraf hidup mereka. Yang ada saat ini adalah semua Kementerian atau lembaga justru berupaya mengembalikan modal yang mereka pakai saat mencalonkan diri. Korupsi, menyalahgunakan anggaran, memanipulasi data, dan tindakan buruk lainnya tak masalah bagi mereka asal kepentingan mereka tercapai.

Sekularisme yang menjadi asas dalam berbuat dan mengambil kebijakan sejatinya ada lebih yang terjadinya segala persoalan yang ada. Pemisahan agama dari kehidupan, termasuk untuk mengatur negara membuat para pejabat pemerintah mengumbar nafsu keserakahannya.

Hilang perasaannya bahwa nanti di akhirat akan ditanya dari mana harta dan untuk apa dibelanjakan. Maka semakin jauh dari nilai-nilai Islam, maka semakin hilang puka nilai kemanusiaan dan moral manusia. Padahal di sinilah letak perbedaan antara manusia dan hewan. Dengan akalnya diharapkan, manusia mampu berpikir dan mengenal Tuhannya, mengenal  dirinya dan bertanggung jawab dengan sebaik-baiknya terhadap potensi yang diberikan Allah, termasuk potensi Sumber Daya Alam yang dikuasakan kepadanya.

Buruknya moral para pejabat adalah bentukan dari sistem yang dijalankan. Sistem Demokrasi yang lahir dari komunitas manusia yang menggugat aturan pencipta, tak layak diambil oleh kaum muslim, yang efeknya akan membuat para pemimpin lalai akan tanggung jawabnya. Rasulullah bersabda

“Barangsiapa yang diangkat oleh Allah menjadi pemimpin bagi kaum muslim lalu ia menutup dirinya, tanpa memenuhi kebutuhan mereka, (menutup) perhatian terhadap mereka dan kemiskinan mereka,  Allah akan menutupi (diri- Nya), tanpa memenuhi kebutuhannya, perhatian kepadanya dan kemiskinannya”. (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Ketika keimanan dan ketakwaan  ada dalam diri pejabat, didukung pula oleh Sistem kenegaraan yang benar (Ideologi Islam), juga Sistem politik Islam, maka akan hadir pemimpin-pemimpin Sholih dambaan Umat. Para pemimpin yang punya kasih sayang dan empati pada rakyat miskin. Para pemimpin jujur, amanah, dan terpercaya. Inilah sesungguhnya solusi hakiki untuk mengentaskan kemiskinan, bahkan kemiskinan ekstrem sekalipun. Tak cukup hanya berkutat pada data-data saja. Publik butuh kerja nyata dan fakta hilangnya kemiskinan di lapangan. Jika masih kekeh dengan sistem sekuler, kemiskinan akan teratasi mungkin hanya dengan mimpi atau dengan manipulasi.

Wallahua’lam bi ash-showab.

Facebook
Twitter
LinkedIn
Pinterest
Pocket
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *